Rasanya menyegarkan, tentu tidak akan terlupakan mandi di sungai dalam keadaan gelap. Di kampung Gazebo ini, tidak ada penerangan lain selain senter, tidak ada listrik, tidak ada sinyal. Seperti kembali hidup di jaman dulu, meski serasa sunyi tapi memberi ketenangan yang tak ternilai harganya.
Segala jadwal harus dilakukan bersamaan, seperti ketika waktunya makan, semua harus makan tanpa terkecuali. Saya dan enam teman serumah makan bersama tuan rumah. Wanita dan lelaki paruh baya serta anak bungsunya yang seumuran dengan saya. Kami memanggil mereka; Ummik, Abi dan akang.Â
Di antara ketiganya kami hanya bisa mengobrol lancar dengan si Akang, karena dia bisa berbicara bahasa indonesia, sedang Ummi dan Abi berbicara menggunakan bahasa sunda, yang tidak terlalu kami pahami, sebab kebetulan kami bertujuh tidak ada satupun yang lahir dan asli keturunan sunda. Dan ketika malam semakin menikam, kamipun jatuh terlelap. Tidur berjajar beralaskan tikar.
Pagi harinya setelah mandi dan sarapan, kami berkeliling sebentar, melihat sekeliling. Anak-anak Baduy tidak ada yang bersekolah. Bahkan untuk Baduy dalam, perempuan dilarang keluar desa. Keseharian mereka menenun. Perempuan Baduy memiliki kecantikan alami.Â
Sepanjang yang saya lihat, mereka begitu cantik dan langsing. Saya tidak mendapati orang Baduy yang gemuk atau terlalu kurus. Saya rasa perempuannya pandai berdandan. Mereka rata-rata memakai make up tipis dan kalung emas, tentu saja dengan baju hitam dan bawahan biru tua. Ada banyak anak laki-laki Baduy dalam, berlalu lalang, banyak dari kami meminta berfoto dengan mereka. Ada yang memberi uang setelah berfoto ada juga yang sekedar memberi ucapan terimaksih.
Sepenjang jalan turun saya melihat-lihat alam yang asri, mendengar gemercik air sungai, menghirup udara nan menyegarkan dan tersenyum ketika mendapati gadis-gadis cantik anak baduy sedang asik menenun.Â
Saat melihat mereka, mendapati anak baduy dalam juga menawarkan jasa charter tas kami, melihat mereka berkumpul disuatu warung makan di desa modern, mendengar tawa mereka yang malu-malu, entah dengan bagaimana, saya merasa ingin mengalahkan dunia untuk hari esok mereka.
      - Jakarta, 09 September 2018 -
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H