Mohon tunggu...
Tatiek R. Anwar
Tatiek R. Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Perajut aksara

Penulis novel Bukan Pelaminan Rasa dan Sebiru Rindu serta belasan antologi, 2 antologi cernak, 3 antologi puisi. Menulis adalah salah satu cara efektif dalam mengajak pada kebaikan tanpa harus menggurui.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kopdar? Inilah yang Ditunggu Warga Vlomaya

31 Mei 2022   23:58 Diperbarui: 15 Oktober 2022   22:16 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasianers, 

kata "kopdar" tentu tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Kopdar yang merupakan singkatan dari kopi darat adalah sebuah janji pertemuan yang dilakukan sekelompok orang yang sebelumnya tidak pernah bertatap muka (bertemu) langsung.

Istilah kopdar pertama kali dipopulerkan oleh Sys Ns dari Radio Prambors Jakarta di era akhir 70-an. Pada tahun 82-84-an, istilah kopdar juga dipopulerkan oleh ORARI (Radio Breaker) yang merajai dunia radio di Indonesia pada masanya.

Nah, ketika Vlomaya (Vlogger Kompasiana Pemerhati Budaya) menggagas acara kopdar, tentu saja saya menyambutnya dengan antusias. Apalagi melihat agenda acara yang ditawarkan Kang Bugi, Ketua Komunitas Vlomaya, yang terbayang serunya.

Baca juga: Rindu yang Kelu

Pasalnya, acara kopdar kali ini bukan hanya sekadar kumpul-kumpul, melainkan sebagai sarana untuk saling mengenal anggota Vlomaya, sharing literasi, jalan-jalan ke sungai yang tidak jauh dari lokasi acara, yaitu kediaman sang Ketua Vlomaya, Kang Bugi Sumirat.

Sejak ide kopdar Vlomaya tercetus, saya sudah izin ke suami. Beliau tidak suka kalau ada acara, saya izin dadakan. Bahagia, dong, saya, karena beliau mengiakan keinginan untuk ikut kopdar.

Tanggal 23 Mei, acara fix dan undangan dibagikan Kang Bugi komplit dengan rundown acara. Beliau pun langsung membuat list kehadiran serta kesediaan peserta untuk potluck.

Saya, meskipun di grup antusias menyambut kopdar ini, tidak berani mengisi list kehadiran karena suami seringkali ada acara dadakan yang tidak bisa diganggu gugat. Dua hari kemudian, tepatnya 25 Mei, saya kembali mengulang izin dan mengirim undangan pada suami yang sedang di kantor. Beliau kembali mengiakan. Saya senang karena acara tinggal beberapa hari dan izin sudah dikantongi.

Namun, sore hari, suami mengabarkan kalau beliau sudah booking dua kamar hotel yang letaknya persis di seberang Istora Senayan untuk tanggal 28 Mei karena hari Minggu ada acara di Gelora Bung Karno dan kebetulan beliau salah satu panitianya. Suami berpesan agar saya tidak berlama-lama mengikuti acara kopdar.

Baca juga: Luka Bernama Rindu

Malam harinya, suami justru meminta saya untuk mempertimbangkan kehadiran saya pada acara Vlomaya mengingat lalu lintas yang selalu padat di hari Sabtu sedangkan siang harinya saya harus check in hotel. Tentu saja hal itu mematahkan harapan saya. Tapi, sebagai istri yang baik, saya mengiakan saja kemauan sang komandan.

Baca juga: Mengingatmu, El

Namun, jiwa perayu saya berontak. Saya kembali bernegosiasi dengan suami. Akhirnya kami membuat kesepakatan, saya bersama anak ketiga dan bungsu ke Bogor. Suami dan si sulung langsung ke hotel untuk check in. Sebuah keputusan yang melegakan saya.

Singkat cerita, hari kopdar yang dinanti tiba. Pagi hari disambut dengan hujan yang cukup deras. Namun, jam delapan pagi, hujan berganti menjadi gerimis. Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, saya pun segera berangkat bersama dua putra saya.

Benar saja, perjalanan menuju Bogor sangat padat. Terlebih, perjalanan kami ditemani oleh gerimis. Semangat untuk tatap muka membuat kami terus melaju hingga tiba di sebuah rumah yang terlihat asri dengan tanaman yang menghiasi teras dan halaman samping yang ditumbuhi berbagai macam pepohonan.

Begitu turun dari mobil, saya langsung disambut ramah seorang ibu yang ternyata beliau adalah Nyonya Bugi. Sambutan hangat dari tamu yang hadir, langsung membuat saya merasa nyaman. Saya langsung mengenali Pak Kusworo, Kak Dennise, Teh Nia, dan tentu saja tuan rumah, Kang Bugi.

Tidak lama setelah kedatangan saya, Bu Winni pun datang dengan tentengan yang kami tunggu, semur ati macan alias kancing lepis.

Foto istimewa/Vlomaya
Foto istimewa/Vlomaya


Acara dibuka oleh Kang Bugi yang menjelaskan kembali maksud acara kopdar ini diadakan dan sekilas tentang berdirinya Komunitas Vlomaya. Acara kemudian dilanjutkan dengan perkenalan para peserta yang hadir.

Foto istimewa/Vlomaya
Foto istimewa/Vlomaya


Ternyata, semua peserta yang hadir adalah orang-orang hebat dan sudah tidak asing dengan dunia literasi. Ada Mas Rahab yang mempunyai tiga akun kepenulisan; akun khusus puisi, akun untuk tulisan gado-gado dan akun khusus yang mengulas kuliner. Hadir pula Mas Hafiz yang mewakili Kompasiana. Kehadirannya sontak membuat Kompasianers yang hadir mengajukan permintaan-permintaan, di antaranya request agar tulisan mereka minimal menjadi artikel pilihan. Sebuah permintaan yang menghadirkan senyuman di wajah Mas Hafiz.

Foto istimewa/Vlomaya
Foto istimewa/Vlomaya


Lalu ada Mbak Suci yang sudah terbiasa dengan tulisan ilmiah, kemudian belajar menuliskan karya ilmiah dengan gaya populer. Ada Pak Kusworo yang sudah menulis sejak SMA dan menjadikan menulis sebagai penghasilan. Ada Bu Winni yang ahli per-uangan dan pandai pula menulis.
Hadir pula Kak Dennise yang sudah menulis di Femina sejak lama dan ternyata satu almamater dengan Pak Kusworo. Lalu ada Teh Nia yang bekerja di sebuah Rumah Sakit Jiwa dan menggemari kegiatan menanam, mempopulerkan hobi menanam lewat akun YouTube dan mulai menulis.

Foto istimewa/Vlomaya
Foto istimewa/Vlomaya


Acara berlangsung hangat dan akrab. Setelah perkenalan, tiba saat yang dinanti, yaitu menikmati hidangan yang tersedia dari potluck para peserta.

Yang menjadi primadona dalam makan siang di kopdar ini adalah semur jengki yang dipesan khusus oleh Bu Winni untuk kami dan peda pelangi hasil olahan Teh Nia. Makan siang makin komplit dengan lauk ayam dan sambal terasi tuan rumah yang pedas segar karena diaduk dengan jeruk hasil kebunnya.

Yang tak kalah istimewa, tersedia pula hidangan pembuka yang dibuat khusus oleh Kang Bugi untuk para tamunya, yaitu serabi kinca yang terasa pas di lidah dengan paduan rasa gurih dan manis. Ada somay, asinan sayur, kue basah yang dibawa Kak Dennise dan pangsit goreng bawaan Bu Winni, membuat kami seolah lupa dengan diet.

Setelah makan siang, tenggorokan kami disegarkan dengan kopi yang airnya khusus dimasak dengan kayu dan minuman sehat dari rebusan daun paliasa.

Namun, sayang sekali, saya tidak bisa mengikuti acara hingga selesai. Setelah makan, saya harus segera pamit karena sudah ditunggu suami dan si sulung. Tak urung, pertemuan singkat itu memberi kenangan manis buat saya.

Saya mendapatkan arti berteman yang sesungguhnya, yang tidak mengenal profesi, jabatan, usia, dan pengalaman. Semangat memajukan literasi Indonesia, cukup menjadi perekat yang kuat bagi kebersamaan kami di Vlomaya.

Saya pulang dengan hati bahagia dan tentu saja, tentengan aneka makanan cucurak yang menemani perjalanan pulang kami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun