Kerajaan Bintang Timur adalah potret kebesaran dan kejayaan. Bagaimana tidak? Bangunan istana yang megah, interior artistik dari ukiran kayu jati, lantai marmer, guci porselen, dan tangga putar yang dilapisi emas adalah bukti sentuhan peradaban yang tinggi.
Aneka buah, minuman, dan makanan lezat yang tersaji adalah pertanda makmurnya negeri ini. Semua kemewahan itu dapat dinikmati oleh Raja dan keturunannya tanpa harus bersusah payah.
Hanya satu hal yang membuat para pangeran iri, yaitu gelar yuwaraja yang dimiliki putra sulung permaisuri, Arya Atmadilaga.
Ia memiliki semua hal yang ingin dimiliki sebagian besar lelaki penduduk bumi. Nama besar, kekuasaan, kekayaan, dan ketampanan adalah paduan kesempurnaan seorang lelaki.
Dengan kesempurnaan yang melekat pada diri Arya, ia memiliki peluang besar untuk bersanding dengan putri Kerajaan Bintang Barat. Jika putra dan putri Raja itu disatukan dalam ikatan pernikahan, kedua kerajaan tempat mereka dibesarkan akan menjadi satu kekuatan besar dan pusat peradaban dunia.
Arya Atmadilaga tumbuh dalam didikan guru pilihan Raja. Sejak kecil, ia sudah dilatih ilmu bela diri, ketrampilan menunggang kuda, memainkan pedang, dan budi pekerti. Sebagai seorang putra mahkota, Arya wajib mempelajari ilmu tata negara.Â
Semua perilaku sang yuwaraja harus mengikuti protokol kerajaan, mulai dari cara berpakaian, bertutur, dan bersikap. Bahkan, bisa dibilang standar kesuksesan dan kebahagiaan seorang yuwaraja pun diatur oleh kerajaan. Hingga pada suatu titik, Arya merasa hanya dialah yang bisa menentukan kebahagiaannya.Â
Pada suatu hari, Arya melakukan kunjungan ke Kerajaan Bintang Barat pada waktu sepenggalah matahari naik. Mereka disambut tuan rumah dengan upacara bubuka, yaitu serangkaian upacara penyambutan tamu yang melambangkam kesuburan diiringi musik waditra.
Para undangan dijamu dengan hidangan aneka menu yang memanjakan lidah. Kemudian mereka dibawa ke sebuah tanah lapang yang masih berada dalam wilayah kerajaan untuk menyaksikan perlombaan 'horseback archery'.
Arya bersama Raja dan Ratu Kerajaan Bintang Timur sudah menempati kursi undangan ketika tuan rumah memasuki area perlombaan.
Raja dan Ratu Kerajaan Bintang Barat diiringi pengawal khusus kerajaan. Sepuluh meter di belakang rombongan raja, putri Kerajaan Bintang Barat menunggang kuda diiringi beberapa orang prajurit wanita.
Meski menunggang kuda, Putri Kania Ekavira tetap terlihat anggun dalam pakaian kebesarannya. Senyum yang ia tujukan pada para tamu undangan semakin memancarkan kecantikan wajahnya.
Putri Kania diapit dua orang pengawal wanita yang juga menungang kuda. Tiba di kursi yang diperuntukkan Raja dan keluarganya, dua pengawal wanita membantu sang putri turun dari tunggangannya.
Satu orang pengawal mengantar Putri Kania hingga duduk, lalu ia berdiri tak jauh dari sang putri. Sedangkan seorang pengawal lagi kembali ke kuda tunggangan, lalu mengarahkannya ke arena balap.
Sontak pandangan para undangan tertuju ke arahnya, termasuk Pangeran Arya. Rupanya pengawal itu adalah peserta terakhir yang ditunggu, sehingga ketika ia masuk dalam barisan, lomba pun segera dimulai.
Para peserta lomba yang sudah terlatih mengendalikan kudanya dengan tangkas dan sigap mempersiapkan busur beserta anak panahnya.
Pengawal putri Kania yang menjadi satu-satunya peserta wanita memimpin di arena balap. Ketangkasan pengawal wanita dalam membidik sasaran di lima titik mendekati sempurna, menimbulkan decak kagum para penonton.
Sejak saat itu sosok pengawal wanita di perlombaan 'horseback archery' tak pernah pupus dari ingatan Arya Atmadilaga. Ketangkasannya mengendalikan kuda, ketepatan membidiknya, dan senyum secerah mentari yang menghiasi wajah cantiknya ketika memberi penghormatan pada para penonton masih tergambar jelas di pelupuk mata Arya.
Seruni Larasati, sang pengawal wanita, adalah seorang putri panglima perang yang wafat dalam sebuah pertempuran melawan para pemberontak. Baktinya pada sang ibu, kehalusan pekerti, dan tutur kata yang lembut menjadikan Seruni semakin istimewa.
Cinta adalah anugerah istimewa yang dimiliki setiap insan. Cinta sejati akan menemukan muaranya tanpa perlu dikendalikan dan tanpa bisa memilih. Hal itulah yang terjadi pada Arya Atmadilaga. Panah asrama yang diharapkan bersarang di hati Putri Kania Ekavira, justru berlabuh di hati sang pengawal, Seruni Larasati.
Tentu saja hal itu ditentang Raja dan Permaisuri. Bagaimana mungkin sang yuwaraja menikahi wanita bukan keturunan Raja?
Sang pangeran telah memilih pelabuhan hatinya meskipun membuat sang Raja murka. Jika Arya tetap menikahi Seruni, gelar yuwaraja akan dicopot dan namanya akan dihapus dari silsilah keluarga kerajaan.
Namun, kekuatan cinta mengalahkan segalanya. Meskipun hidup Arya tak lagi bergelimang kemewahan, ia bisa merasakan kebahagiaan sejati bersama Seruni.
~ Selesai ~
Baca juga: "Pengemis Sukarela"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H