Mohon tunggu...
Tatiek R. Anwar
Tatiek R. Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Perajut aksara

Penulis novel Bukan Pelaminan Rasa dan Sebiru Rindu serta belasan antologi, 2 antologi cernak, 3 antologi puisi. Menulis adalah salah satu cara efektif dalam mengajak pada kebaikan tanpa harus menggurui.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengukir Asa

10 Desember 2021   12:15 Diperbarui: 15 Oktober 2022   18:32 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi : IDN Times

Begitu tiba di apartemen, Ranti terkejut melihat Danu yang meringkuk di kasurnya dengan wajah pucat dan demam tinggi. Wanita itu segera membawa Danu ke rumah sakit terdekat dengan memacu kencang mobilnya. Kecemasan sangat tampak di wajahnya. Sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya Danu meracau.

"Mama, maafkan Danu. Maafkan Danu ... Danu tidak bisa membahagiakan Mama. Danu tidak bisa menjadi anak baik. Mama mau kan, memaafkan kalau Danu pergi lebih dulu?" racaunya dengan suara bergetar.

"Danu, apa yang kamu bicarakan? Istigfar, Danu, istigfar!" jerit Ranti panik.

Setibanya di rumah sakit, Danu segera diperiksa dokter. Semuanya terlihat normal, sampai akhirnya dokter menemukan bahwa sakit Danu adalah akibat depresi. Danu merasa menjadi beban bagi sang mama yang bekerja keras untuk keberhasilan dirinya. Ia berusaha mati-matian membahagiakan mamanya pada sesuatu yang bukan menjadi passion-nya.

Ranti yang menyadari hal itu, akhirnya berusaha memahami putra semata wayangnya dan meminta maaf. Ranti mencoba mengerti bahwa tuntutan pada sang putra justru membuatnya sakit dan menderita. Dokter mengatakan bahwa depresi yang berkepanjangan akan menyebabkan sakit jiwa bahkan mendorong seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri. 

***

Danu bangkit dari tempat tidurnya, ia mendekati jendela, melihat semaraknya ibu kota dari lantai 7 kamar apartemen. Jakarta seolah-olah tak pernah tidur, ditandai dengan kelap-kelip lampu hias dan kendaraan yang bergerak. Pemuda itu bersyukur, depresi yang dialami tidak membuatnya jatuh dalam jeratan narkoba meski membuat jiwanya sangat tertekan. 

Mama menyadari kesalahannya kemudian membebaskan Danu memilih jurusan yang menjadi passion-nya. Danu kini kuliah di sebuah perguruan tinggi yang mengasah potensi seninya. Di tahun kedua kuliah, ia bahkan sudah bisa memenuhi kebutuhan hidup per bulannya dengan menjadi fotografer tanpa mengganggu waktu kuliahnya. Mengabadikan keindahan melalui kamera juga menjadi obat bagi jiwanya yang pernah terluka.

~Selesai~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun