Sebatang, dua batang, hingga satu bungkus rokok menjadi kawannya hari ini. Turut juga tiga cangkir kopi sudah berdenter di atas meja. Sarapan dan makan siang ia lupakan.
 "Kita pernah sangat dekat bahkan tanpa sekat. Ungkapan cinta yang buas dalam bisu yang pasrah." Waktu yang mereka habiskan berdua tentu lebih banyak di rumah ini.
 Dimas menatap langit, tidak ada jingga penghantar senja. Langit sore kali ini berwana ungu. Ia berharap ada teduh untuk harapan yang jatuh. Bukan orang yang mudah bercerita dan gemar mengumbar isi hatinya. Dimas, tentu begitu rapuh.
Sandekala tiba mengubah nirwana menjadi setengah gelap. Dimas hanya mengisi perutnya dengan semangkuk mie rebus. Lalu bergegas mandi. Setelah mandi, ia sudah siap dengan kaos hitam, celana jeans yang sobek dibagian lutut dan jaket. Ia segera menuju kedai kopi miliknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H