Untuk nayor tahun kemarin belum diikutsertakan kembali dalam pawai samenan ini, padahal bagi mereka dengan disewa untuk kegiatan ini akan mendapatkan tambahan penghasilan.
Keberadaan Nayor yang Semakin Terpinggirkan
Dulu nayor biasa mangkal di beberapa tempat, antara lain di depan pasar dan di depan pertokoan Labora. Tetapi sejak pasar Cibadak direnovasi, nayor ini hanya bisa ditemukan di depan pertokoan Labora saja. Mereka biasa mangkal mulai pukul 09.00 sampai pukul 12.00, jumlahnya juga antara 3 sampai 5 nayor saja.
Pada hari Minggu yang lalu saya belanja di sebuah mini market yang ada di pertokoan Labora. Di depan toko ada 3 nayor yang sedang menunggu penumpang.
Saya sudah lama tidak naik nayor ini. Saat ananda masih balita, hampir tiap Minggu kami naik nayor dari rumah sampai Pasar Cibadak sekedar untuk menyenangkan anak saja.
Saya mendekat ke nayor yang paling belakang, menanyakan kepada kusirnya berapa ongkos yang harus dibayar sampai gang dekat rumah. Besarnya ongkos tergantung jarak, biasanya sampai ke tempat saya ongkosnya sebesar Rp 20.000,00.
Setelah sepakat, beberapa dus belanjaan dinaikan ke nayor tersebut oleh suami. Selama perjalanan saya ngobrol dengan kusirnya, kebetulan orangnya senang mengobrol.
Kata kusirnya. saya penumpang pertamanya untuk hari ini dan terkadang dalam satu hari tidak mendapat penumpang sama sekali.
Dia mengeluh dengan pendapatannya saat ini yang sering sepi dengan penumpang. Sementara anaknya yang masih kecil ketika pulang ke rumah selalu meminta jajan, karena tidak mengerti dengan kondisi keuangan orang tuanya.
Dulu katanya dia pernah memiliki seekor kuda tetapi saat ini sudah dijual. Kudanya dibeli seharga Rp 15 juta tetapi dijual kembali dengan harga Rp 10 juta karena ada kebutuhan yang mendesak.
Jadi sekarang dia menyewa nayor dan kudanya dari Ibu Erah yang beralamat di Kampung Bantar Muncang. Setiap hari dia harus setor sebesar Rp 15.000,00, dari pukul 09.00 sampai pukul 12.00.