Mohon tunggu...
Tati AjengSaidah
Tati AjengSaidah Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMPN 2 Cibadak Kab. Sukabumi

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Reviu Buku "Cinta Dua Cahaya"

29 Desember 2020   05:30 Diperbarui: 29 Desember 2020   05:45 1124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul Buku              : Cinta Dua Cahaya

Pengarang Buku   : Ida Nur laila

Penerbit                   : Wonderful

Cetakan                    : Pertama, November 2020

Jumlah Halaman  :  283 halaman

ISBN                          : 978-623-95037-2-7

Buku ini sangat istimewa bagi saya karena merupakan hadiah langsung dari penulisnya, saya terpilih menjadi salah satu pemenang challenge membuat satu artikel yang temanya telah ditentukan oleh Ibu Ida Nur Laila. 

Saya sudah penasaran dengan isi bukunya, karena sering melihat postingan dari Bu Ida Nur Laila di media sosial yang memuat cuplikan cuplikan isi buku sehingga ketika bukunya sudah sampai ke tangan langsung saya baca dan bisa diselesaikan dalam dua hari.

Isi Buku 

Buku ini berisi romansa kehidupan pasangan suami istri yang berprofesi sebagai penulis dan konselor keluarga, yaitu  Pak Cahyadi Takariawan dan  Ibu Ida Nur Laila yang telah mengarungi kehidupan berumah tangga selama 29 tahun.  

Nama keduanya yaitu Nur dan Cahyadi yang bermakna cahaya,  sehingga buku ini diberi judul "Cinta Dua Cahaya" yang merupakan kisah kesejiawaan dua cahaya yang akan memberikan hikmah dan akan masuk ke jiwa para pembacanya sebagai cahaya yang akan memberikan motivasi dan penyemangat dalam mengarungi kehidupan ini.

Awal kisah menceritakan tentang proses pernikahan di usia muda ketika keduanya masih kuliah, yang dilalui tanpa proses pacaran karena keduanya merupakan aktivis dakwah di kampus. Ketika sudah siap menikah Pak Cah bertanya kepada teman mengaji dan teman kost tentang siapa yang sebaiknya dilamar, dan nama yang paling banyak disebut adalah Ibu Ida sehingga mereka menikah di tahun 1991. 

Menurut  Ibu Ida pilihan sikap, aktivitas, teman, penampilan, akhlak, bahkan hobi merupakan undangan bagi jodoh yang dijemput. Jodoh mestinya dirawat setelah akad nikah, menjemput jodoh sebelum menikah dan merawat jodoh setelah menikah.

Menjalani kuliah sambil menikah memiliki banyak liku-liku yang harus dihadapi, terutama pada saat keduanya akan membayar biaya kuliah tiap semester, berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan yang lain, memiliki buah hati sekaligus menjalankan dakwah. Semua dijalani dengan kemandirian, kesabaran dan keikhlasan dan selalu saja ada pertolongan yang datang dari Allah SWT. 

Bagi keduanya mengalami jatuh bangun menegakkan ekonomi rumah tangga merupakan bagian dari takdir penguat cinta, yang harus dinikmati sebagai hadiah dari Allah untuk mereguk lezatnya kesejiwaan.

Sikap yang sangat terpuji dari keduanya adalah selalu menghormati dan berbakti kepada kedua orangtua. Hadiah pertama yang diberikan kepada ibu dan mertunya adalah baju daster sederhana dari bahan katun bunga-bunga, yang dibuat oleh ibu Ida sendiri setelah memiliki mesin jahit. Mereka juga melakukan nyaosi yaitu menyisihkan rezeki yang dimiliki untuk dihaturkan secara rutin kepada orang tua. 

Caranya yaitu istri menghaturkan untuk orangtua suami dan sebaliknya,  sebagai bukti kesepahaman dan akan merekatkan hubungan menantu mertua. Karena menurut bu Ida sebuah pernikahan merupakan sebuah keberuntungan, sebab bukan hanya memiliki dua pintu surga melainkan empat pintu surga yaitu orang tua dan mertua. 

Mensyukuri kehadiran orang tua merupakan tuntunan agama, terlalu banyak jasa orang tua yang tak mungkin diketahui anak bahkan selamanya dan merekalah diantara pintu surga

Setelah 15 tahun berumahtangga akhirnya keduanya bisa mewujudkan memiliki rumah impian, yang dibuat secara bertahap memerlukan waktu yang lama karena  dikumpulkan dari rezeki mereka dapatkan selama ini. 

Mereka menempati rumah ini setelah terjadinya gempa bumi Jogja pada tahun 2006, dan ada satu tempat yang menjadi obsesi keduanya yaitu halaman belakang yang merupakan tempat beraktivitas. 

Mereka bersyukur kepada Allah atas semua karunia dan berharap semoga halaman belakang bisa menjadi tempat yang produktif dalam berkarya, dalam menciptakan keindahan keluarga dan mendapatkan keseimbangan energi untuk melanjutkan berbagai amanah yang menanti.

Memiliki 6 orang buah hati atau enam cahaya yang diberi nama nama yang mengandung makna dan doa merupakan kebahagiaan bagi keduanya. Perjuangan yang masih panjang untuk menghantarkan enam buah cinta menemukan jalan cahaya, agar mereka menjadi cahaya penyejuk mata bukan hanya bagi orangtuanya semata. 

Doa yang selalu dipanjatkan oleh keduanya semoga buah hati mereka dapat  menggenggam sepenuh cinta setiap hidayah karunia Allah, dan melejitkan potensi untuk menjadi kontribusi bagi kejayaan umat.

Dalam kehidupan rumah tangga pasti selalu saja ada konflik ataupun selisih, tetapi selama ini bisa dilewati dengan baik. Mereka punya prinsip  yaitu "kita harus pandai mengelola masalah kita", dengan cara menajamkan rasa untuk mengenali gerak jiwa satu sama lain. 

Jika salah satu sedang tidak enak hati, harus diberi jeda untuk reda. Kadang tidak perlu banyak kata, sekedar genggaman tangan atau pelukan sebelum tidur yang mewakili aliran resah dan gundah. Sehingga masalah akan luruh oleh pemakluman dan pemaafan.

Sebagai konselor keluarga membuat keduanya sangat berhati-hati , karena banyak rumah tangga konselor yang mengalami goncang karena klien. Untuk itu keduanya memiliki prinsip "jangan bawa pulang masalah klien ke rumah tangga kita" dan "kotak kami, kotak kamu". 

Mereka bisa membuka kotak klien untuk  meneliti isinya,, namun setelahnya kotak akan ditutup dan mempersilakan klien untuk menyimpannya tanpa memindahkan isi kotak klien dalam kotak mereka. 

Untuk detoksifikasi  akibat rasa lelah menghadapi masalah klien maka  keduanya melakukan aktivitas ibadah, jalan-jalan, kuliner, memasak, menulis dan mengisi kajian ataupun seminar.

Resep agar menjadi keluarga samara yaitu membantu suami belajar komunikasi, caranya dengan positif dalam berpikir, positif dalam bicara dan positif dalam merespon. 

Jangan menuntut tapi menuntun, dengan cara memberi contoh karena pasangan suami istri merupakan cermin satu sama lain sehingga pasangan akan saling meniru dan menjiplak pola pasangannya. 

Resep selanjutnya adalah jangan izinkan hati tersakiti, jika ada kata menyakitkan berpikir positif saja bahwa suami tidak sengaja menyakiti dan ingin istrinya lebih baik. Hal ini tidak mudah dilakukan bila masih tinggi dan melupakan visi, dan  akan lebih mudah bila menyadari visi misi serta mau merendah. 

Gunakan prinsip orang yang mengalah akan menang, caranya dengan selalu menjaga kemauan meminta, memberikan pemakluman dan saling menyetok sabar. Mengubah keluhan menjadi doa, harus yakin hanya Allah yang mampu menautkan hati. Mengobati setiap luka perih oleh duri perjalanan, dan menjaga kesadaran untuk cermin positif.

Agar rumah tangga menjadi sakinah adalah larangan adanya dua matahari di dalam rumah. Seorang istri jangan bersaing menjadi matahari dengan suami di rumah karena tak ada suami yang suka ditandingi. 

Para istri sebaiknya menjadi supertor utama untuk membantu suami menemukan potensi diri dan bersinar di rumah maupun di luar rumah. Lelaki membutuhkan episode kepahlawanan, saat ketika ia dibutuhkan, diakui dan dihormati. Karena banyak lelaki yang berpaling, ketika istrinya mendaki dan bersinar  menyilaukan. 

Lelaki itu akan mencari pengagum baru yang memuja dan mengharap padanya. Resep ini bisa dimodifikasi karena tidak ada rumah tangga yang sama persis.

Di akhir buku bu Ida menuliskan bahwa kisah cinta dua cahaya hanyalah kisah biasa, tetapi istimewa bagi keduanya dan berharap bisa menjadi muhasabah cinta serta menjadi doa dan harapan agar menjadi inspirasi kebaikan bagi pembaca buku ini. Dan permohonan maaf jika ada yang merasa hak dan kehormatannnya dikurangi disebabkan untaian kata didalamnya.

Pesan Moral 

Banyak pesan moral terdapat dalam buku ini yang  sangat dibutuhkan bagi semua orang di dalam menghadapi masalah yang akan timbul di dalam membina sebuah keluarga, yang ditulis secara berbobot dan tidak menggurui bagi pembaca. 

Rasa bahagia dalam pernikahan justru berasal dari cucuran keringat dan airmata yang dijalani dengan  penuh kesabaran, selalu bersyukur dan memberikan kontribusi untuk keluarga dan masyarakat. Buku ini penting dibaca untuk membentuk sebuah keluarga yang samara dari awal pernikahan sampai usia senja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun