Perpajakan Internasional
Pada era globalisasi saat ini, dibelahan dunia terasa berat dirasakan di masing-masing negara khususnya negara berkembang. Hal tersebut terjadi dikarenakan pademi covid-19 yang melanda, sehingga mempengaruhi kondisi pendapatan nasional suatu negara. Â Pendapatan nasional suatu negara khususnya Indonesia, sumber penerimaannya yang paling besar berasal dari pajak yang diberikan warganya.
Pajak merupakan pungutan yang diberikan rakyat ke pemerintah untuk membiaya pengeluaran pemerintah. Â Setiap Negara mempunyai hak dalam melakukan keputusan dalam mengelola negara khususnya pajak. Hal ini sejalan dengan teori kewajiban mutlak, bahwa tujuan adanya dari pungutan pajak ini agar tercapai sesuai rencana anggaran pemerintah. Â Asas Pemungutan Pajak Menurut Adam Smith di bukunya yang berjudul An Inquiry Into The Nature of The Wealth of Nationas adalah sebagai berikut (Mustaqiem, 2014:36-37; IAI,2020:)
a. Asas Equality (asas pembagian): pembagian berupa paksaan  diantara subjek pajak hendaknya dilakukan sama sesuai dengan kemampuan nya yang disertai dengan perlindungan pemerintah.
b. Asas Certainty (Asas kepastian): semua pungutan pajak mempunyai kepastian hukumnya sesuai aturan pajak yang berlaku.sehingga wajib pajak yang telah menyalahi aturan akan mendapatkan kepastian akan hukuman yang diterimanya baik berupa denda adminstrasi maupun pidana.
c. Asas Convinience of payment (asas kemudahan): pemungutan pajak memberikan kemudahan berupa waktu yang sesuai atau tepat Ketika wajib pajak menerima penghasilannya.
d. Asas Effeciency (asas efisiensi): pengeluaran dalam menangani pajak sebaiknya dilakukan secara hemat dan ekonomis.
e. Asas Keadilan : Asas keadilan dalam prinsip peraturan pajak maupun dalam pelaksanaanya harus dipegang teguh, walupun keadilan itu pada dasarnya relatif tergantung pribadi masing-masing.
Pajak internasional adalah ketetapan pajak berupa kesepakatan antar negara untuk menghindari pajak berganda. Selain itu, kesepakatan ini terdapat satu lagi asas mengenai kedaulatan negara. Asas kedaulatan berupa asas kebebasan mengatur kepentingan negara secara sendiri.
Pemajakan Transaksi antar Negara
Dasar dikenakan pajak bagi wajib pajak menganut asas sumber,dimana penghasilan yang diterima  oleh WPLN yang bersumber dari Indonesia dapat dikenakan pajak di Indonesia. Menurut Russel (2017:235), Wajib pajak Luar Negeri yang sudah memiliki status BUT di Indonesia, pengenaan pajaknya berbedan dengan Wajib Pajak Luar Negeri yang tidak mempunyai status BUT di Indonesia, untuk  penjelasannya sebagai berikut:
- Bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai BUT diperlakukan pajaknya sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri, sehingga Wajib Pajak Luar Negeri melalui BUT-nya di Indonesia wajib menghitung, membayar, dan melaporkan pajak terutang sesuai self assessment. BUT mempunyai kesamaan akan hak dan kewajiban pajaknya seperti Wajib Pajak dalam negeri. Selain itu, Â BUT mempunyai kewajiban berupa pemotongan atau pemungutan pajak serta mempunyai kewajiban berupa penyetoran akan PPh Pasal 26 ayat (4) UU PPh sebesar 20%.
- Bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang tidak mempunyai BUT di Indonesia pada dasarnya hanya dikenakan pajak melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain (with holding tax) yang membeli barang atau menerima jasa, yang berada di Indonesia. Apabila masing-masing Negara terdapat aturan mengenai Tax Treaty diantara mereka, maka dengan negara tempat Wajib Pajak Luar Negeri tersebut berkedudukan, maka pengenaan PPh-nya mengacu pada Tax Treaty. Jika tidak ada Tax Treaty pengenaan PPh mengacu pada pasal 26 UU PPh dengan tarif sebesar 20% dari jumlah bruto dan bersifat final. Namun pengenaan PPN tidak dapat dikenakan , karena yang tidak mempunyai BUT yang menjual barang atau jasa, untuk pengenaan kewajiban PPN untuk objek pajak tertentu dialihkan kepada pihak pembeli barang atau penerima jasa yang berada di Indonesia. Dalam peraturan perpajakan yang berlaku apabila WPLN tidak mempunyai BUT berasa di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan sudah wajib mendaftarkan ke KPP terdekat sesuai domisili untuk mendaftarkan NPWPnya. Apabila didalam perjanjian antar negara tersebut, terdapat suatu aturan mengenai, ada atau tidaknya BUT diatur secara spesifik di dalam tax treaty.
Resume:
Pajak internasional adalah ketetapan pajak berupa kesepakatan antar negara untuk menghindari pajak berganda. Selain itu, kesepakatan ini terdapat satu lagi asas mengenai kedaulatan negara. Dasar dikenakan pajak bagi wajib pajak menganut asas sumber,dimana penghasilan yang diterima  oleh WPLN yang bersumber  penghasilan berasal.Â
Dalam penangan pajak antar negara Wajib pajak Luar Negeri yang sudah memiliki status BUT di Indonesia memiliki perbedaan dengan Wajib Pajak Luar Negeri yang tidak mempunyai status BUT di Indonesia.
Daftar Pustaka :
- Russel Butarbutar. (2017).Hukum Pajak Indonesia dan Internasional. Bekasi: Gramata Publishing.
- Mustaqiem. (2014). Perpajakan Dalam Konteks Teori dan Hukum Pajak Di Indonesia. Yogyakarta: Buku Litera Yogyakarta.
- IAI. (2020). Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet AB Terpatu. Jakarta : Ikatan Akutan Indonesia.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H