John Wansbrough memulai karir akademisnya pada tahun 1960, tepatnya pada usia 32 tahun. Penulis Qur'anic studies: source and methods of scriptural interpration dan The Sectarian Milieu: Content and Composition Of Islamic Salvation History.
Karya pertama ini menjelaskan sumber-sumber (asal-usul) dan komposisi al-Qur'an, dan tafsir yang dilakukan oleh orang Muslim serta prinsip-prinsip penafsiran al-Qur'an. Karya keduanya ini menggambarkan perkembangan evolusi tema-tema doktrin Islam yang melalui kajian biografi tradisional Nabi Muhammad (sira and maghazi) serta melalui kajian doktrin teologi kaum Muslim sebagai komunitas sosial. (Zaenuddin, 2023: 1547)
Kajian Worldview Wansbrough: Melahirkan pengkajian Al-Qur'an secara historis kritis.
Dengan mendudukan realitas Al-Qur'an, realitas sejarah, dan asumsi dasar Wansbrough. Ia berfokus terutama pada teks Alquran, asal-usulnya, perkembangan awal Islam, dan Nabi agama Islam, dengan penekanan pada analisis teks-teks awal. Dalam pendekatan sosio-historis, Wansbrough menggunakan istilah asbab al-nuzul.
Namun konsep ini tidak berkaitan dengan konsep Ulumul Qur'an yang muncul dari Islam, malah bertentangan. Pandangan historisitas ini pada hakikatnya adalah metode khusus kajian Alkitab, dan ketika diterapkan pada Al-Qur'an, maka hermeneutika otomatis mengingkari status Al-Qur'an sebagai kalamullah.
Fazlur Rahman berkata: "Ketidaksetujuan saya terhadap Wansbrough sedemikian banyaknya, sehingga hanya mungkin dipahami secara tepat dengan membaca buku saya ini dan bukunya (Wansbrough)." Kegelisahan Rahman terungkap dalam kritiknya yang tajam, serius, dan terkadang emosional.
Rahman menganggap bahwa kajian John Wansbrough mengancam masa depan orientalisme dan bertentangan dengan prasangka dogmatik kaum muslimin. Gagasan John Wansbrough layak disebut sebagai bom atom Islam Yahudi-Kristen. (Alfatih Suryadilaga, 2011: 102-105)
Method of literary analysis: tawaran Wansbrough setelah menggunakan Method of historic analysis
Penelitian Wansbrough berbeda jauh dengan penelitian para sarjana Barat (Noldeke, Richard Bell, Schwally). Wansbrough menempatkan diskusinya dalam konteks Islam awal. Oleh karena itu, ia menganggap duplikasi dan pengulangan ayat-ayat Al-Qur'an sebagai karya umat Islam di semua tahap perkembangannya. Namun setelah menelusuri geneologi agama Islam (khususnya Al-Quran) yang ternyata tidak dapat dibuktikan melalui pendekatan historis, lalu ia mengusulkan metode analisis sastra (method of literary analysis).
Dalam bukunya Qur'anic Studies ia menampilkan karya-karya kontroversial seperti Pertama, al-Qur'an yang sekarang merupakan konspirasi serta perpaduan beragam tradisi umat Islam di dua abad pertama Islam. Kedua, al-Qur'an ada seluruhnya pada tradisi Yahudi (serta sampai taraf tertentu di tradisi Kristen). Ketiga, redaksi akhir al-Qur'an sebelum abad ketiga tidak ditetapkan secara definitif, dengan demikian cerita mengenai muaf 'Umn hanyalah fiktif belaka. (Ulfiana, 2019: 213)
Salvation history: Berangkat dari frame work dengan proposisi sumber sastra