Perempuan, terutama dalam budaya dan norma Indonesia selama ini, disebut-sebut sebagai wonder-women. Terbaru, dijuluki manusia multi-tasking. Perempuan dianggap mengetahui A sampai Z aspek kehidupan, termasuk dalam urusan energi domestik.
Studi tahun 2014, berjudul ‘Is mom energy efficient? A study of gender, household energy consumption and family decision making in Indonesia’, menunjukkan jika pengeluaran dan kontrol konsumsi energi dalam rumah tangga dilakukan oleh perempuan, konsumsi energi cenderung rendah. As a note, penelitian itu didasarkan pada konsumsi energi listrik dan LPG dengan sampel Kota Bandung. Simpulan lain menyatakan bahwa perempuan adalah manajer energi rumah tangga yang baik pun lebih berhati-hati dalam hal pengeluaran rumah tangga.
Biogas dari limbah tahu: sebuah pelajaran berharga dari Bumi Banger
Kawasan permukiman di tengah Bumi Banger menjadi ‘hulu’ bagi energi baru terbarukan, biogas. Ekstrasi limbah tahu itu mampu membuat dapur-dapur disekitarnya ngebul selama 10 tahun ini. Biogas merupakan gas, utamanya metana dan karbondioksida, yang dihasilkan dari proses anaerobik bahan organik menggunakan teknologi khusus. Biogas disebut sebagai salah satu EBT bersih dan aman.
‘Sumur’ energi itu terletak di tengah-tengah permukiman dan dekat dengan sungai, berupa sebuah industri pabrik tahu yang berada di Kelurahan Kedungasem, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo. Pabrik itu telah beroperasi sejak 1980-an dan dinamai pabrik tahu Proma Tun Saroyyan.
Transisi ke biogas warga Kedungasem diawali ketika Pak Ahmad Sidik, sang pemilik, menyadari bahwa limbah sisa produksinya mencemari lingkungan. Beliau kemudian berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup setempat. Long story short, bergandengan dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN; -kala itu BPPT), pembangunan instalasi biogas limbah tahu pertama kali di Bumi Banger diwujudkan di Proma.
Saat awal program dicanangkan, setidaknya ada penghematan ekonomi 24,5 juta/tahun dari dampak alih konsumsi LPG ke biogas. Warga penerima manfaat mulanya diberikan kompor dan instalasi pipa. Untuk mengelola pemanfaatan biogas dari limbah tahu dibentuklah sebuah kelompok penerima manfaat, dinamai Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) “PROMA BIO”.
Minusnya, karena produksi biogas sangat tergantung dari produksi tahu, jumlah pengguna biogas-pun pasang surut. Saat awal proses transisi, dari hasil olah limbah sebanyak 300-400 kg/hari, ada 40 KK yang tergabung. Tahun 2019 sebelum akhirnya pandemi covid-19 melanda dan menurunkan jumlah produksi tahu, ada 46 rumah tangga yang menggunakan biogas PROMA BIO. Setelah pandemi jumlahnya semakin turun, per Juni 2024 ini bertahan 25 KK yang masih mendulang biogas dari Proma.
Bu Ernawati, warga setempat, adalah salah satu perempuan yang layak diacungi jempol. Sebagai ibu rumah tangga, sejak 2015 beliau sudah beralih ke biogas untuk memasak. Tak hanya Bu Erna, perempuan lain: Bu Satun, Bu Telas, juga Bu Nanuk memanfaatkan biogas proma untuk memasak makanan yang dijual (Laras, 2018). Artinya ada nilai tambah ekonomi disini.
Keputusan untuk ikut serta dalam kelompok swadaya PROMA-BIO itu sungguh luar biasa inspiratif. Para perempuan ini menjadi bukti bahwa walaupun berstatus ibu rumah tangga, mereka mampu menimbang untuk beralih ke energi yang lebih bersih. Alasan 25 dari 36 ibu-ibu pengguna biogas PROMA BIO adalah karena aman, hemat, dan ramah lingkungan (Laras, 2018).