Mohon tunggu...
Eta Rahayu
Eta Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Urban Planner | Pemerhati Kota | Content Writer | www.etarahayu.com

Hidup tidak membiarkan satu orangpun lolos untuk cuma jadi penonton. #dee #petir etha_tata@yahoo.com | IG: @etaaray

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Wacana Pemberian Kewarganegaraan Ganda di Tengah Maraknya WNI Produktif Pindah Negara

7 Mei 2024   14:15 Diperbarui: 7 Mei 2024   18:51 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kanan atau kiri? | Sumber: Unsplash Jon-Tyson -cropped

Belakangan wacana kewarganegaraan ganda kembali banyak diulas. Akhir April lalu Menteri Marves, Pak Luhut, mempertimbangkan kebijakan pemberian kewarganegaraan ganda bagi diaspora yang menginginkannya.

Tahun 2022, Kemenhumham pernah berwacana memperpanjang masa berlaku kewarganegaraan ganda terbatas menjadi 30 tahun. Dwi kewarganegaraan terbatas selama ini hanya diperuntukkan bagi anak kawin campur hingga berusia 18 tahun dan paling lambat 21 tahun.

Jauh sebelum itu, kewarganegaraan ganda sempat mencuat menjadi kontroversi pada 2016, tepatnya pada kasus Arcandra Tahar yang memegang kewarganegaraan ganda Amerika-Indonesia dan sempat dinobatkan sebagai seorang menteri.

Kini, ketika kabar tersebut kembali dilontarkan, apakah kebijakan kewarganegaraan ganda memang seperlu itu?

Kewarganegaraan Ganda? Apa Tidak Lebih Baik Meningkatkan Skill Anak Negeri?

Kanan atau kiri? | Sumber: Unsplash Jon-Tyson -cropped
Kanan atau kiri? | Sumber: Unsplash Jon-Tyson -cropped
Sebentar, sedikit mengesampingkan jiwa patriotisme. Kita sebagai individu selalu dihadapkan pada pilihan. Jika kita punya dua negara yang menaungi kita, mana yang akan kita prioritaskan?

Menurut saya, kewarganegaraan ganda ini rawan kepentingan. Misal, pada kasus seorang scientist handal bernama Ali -no offense untuk yang bernama Ali, memiliki dual nationality: Indonesia dan Jerman. Katakanlah, karena kehebatannya ia mampu meramu obat pada kasus covid-19. Artinya ini adalah obat yang luar biasa, yang dibutuhkan seluruh dunia.

Setiap negara pasti akan bangga apabila warganya dapat menciptakan obat tersebut. Namun, obat itu tentu perlu dilegalisasi, perlu disertifikasi ISO, perlu ditentukan origin-nya. Lalu, dimana Ali akan menentukan "rumah" bagi obat tersebut? Indonesia kah? Atau Jerman kah?

Kedua negara ini pasti akan berebut paten obat itu, karena ini akan menjadi produk hebat yang diperlukan negara-negara lain. Produk yang akan menentukan potitioning suatu negara. Ini kemungkinan kepentingan pertama.

Kemungkinan kepentingan kedua tentu akan berkaitan dengan keamanan negara.

Saya baru saja menamatkan drama korea berjudul Mr. Sunshine yang tayang pada 2018 lalu. Walaupun tidak bercerita tentang kewarganegaraan ganda, namun tetap saja memberikan gambaran.

Lead actor, Eugene Choi, yang lahir di Korea Selatan karena keterpaksaan bermigrasi ke Amerika, hingga memiliki kewarganegaraan Amerika. Ia memiliki konflik batin ketika dihadapkan pada kasus membela negara asalnya.

Put aside the love story, Eugene akhirnya banyak mencari celah bagaimana ia menyelamatkan Korea Selatan dengan tidak mau memutus kewarganegaraannya sebagai seorang American. Eugene secara sadar banyak mengandalkan fasilitas kewarganegaraan Amerikanya untuk membantu Korea Selatan. Eugene bahkan memalsukan dokumen berkop resmi Amerika.

Banyak kasus demikian terjadi di film-film lain, yang bukan tak mungkin juga terjadi di dunia nyata. Apa yang terjadi kalau keamanan negara Indonesia justru dipertaruhkan saat si pemegang dual nationality lebih mementingkan negara yang lain? There's no guarantee, right?

Maaf, tanpa merendahkan individu manapun, kita seharusnya belajar bahwa seorang WNI-pun tega menghianati seluruh masyarakat Indonesia dengan menggunakan kekuasannya untuk mencuri data si wajib pajak, untuk kemudian mengkayakan diri sendiri dan keluarganya.

Bagaimana jika si pemegang dual nationality mencuri data dalam negeri untuk kemudian dijual pada negara lain? Tidak ada jaminan si pemegang dua paspor itu tidak melakukan kecurangan. Lagi-lagi, no one knows, right?

Jika kebijakan kewarganegaraan ganda ini benar diterapkan, pemerintah harus serius untuk menggodok tindakan preventif apa yang dilakukan untuk mencegah kerawanan kepentingan yang justru akan timbul ketika seorang individu memiliki dua negara yang harus dibelanya.

Kembali ke pertanyaan awal, apakah kebijakan kewarganegaraan ganda memang perlu? Bukankah lebih baik terus meningkatkan skill anak negeri. Banyak bukti jika WNI kita memiliki banyak prestasi. Jika toh diaspora yang dimaksud memang memiliki kemampuan langka, mengapa tidak memanfaatkan golden visa saja?

Kewarganegaraan Ganda, Apa Global Talent Visa Tak Cukup?

Indonesia memiliki mekanisme pemberian golden visa | Sumber: tangkapan layar dokumen pada kemenlu.go.id
Indonesia memiliki mekanisme pemberian golden visa | Sumber: tangkapan layar dokumen pada kemenlu.go.id
Tahun lalu, Indonesia melalui kemlu.go.id menerbitkan penjelasan mengenai Indonesian Golden Visa. Salah satu klasifikasi dari Golden Visa adalah Global Talent Visa yang diberikan kepada warga negara asing (WNA) dengan keterampilan mumpuni di bidangnya, untuk berkontribusi terhadap perekonomian dan pengembangan sumber daya manusia di Indonesia. Kebijakan penerbitan visa jenis ini diharapkan dapat mendorong kemajuan negara dalam aspek ekonomi dan teknologi melalui SDM berkualitas dari mancanegara.

Press rilis yang dikeluarkan Kemenhumham menuliskan sejumlah kriteria dan persyaratan yang harus dipenuhi  agar bisa mendapat Global Talent Visa, antara lain:

Satu, lulusan dari 100 universitas terbaik dunia dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,5 yang dibuktikan dengan ijazah; atau

Kedua, sertifikat keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan kebutuhan negara yang diatur dalam Keputusan Menteri/Direktur Jenderal;

Ketiga, surat keterangan dari kementerian/lembaga yang membutuhkan.

Warga negara asing yang memenuhi kriteria dan persyaratan tersebut selanjutnya akan diberikan Global Talent Visa berdasarkan rekomendasi dari Pemerintah Indonesia.

Program pemberian visa dan izin tinggal untuk talenta global ini sudah awam di berbagai negara. Di tengah kemudahan bermigrasi antar negara dengan berbagai keuntungan yang ditawarkan setiap pemerintah negara, Indonesia turut menggencarkan kebijakan untuk menarik WNA berkualitas.

Jika rencana kewarganegaraan ganda ditujukan untuk memajukan ekonomi dan mengembangkan SDM dalam negeri, bukankah itu setara dengan tujuan pemberian Global Talent Visa?

Perlu Dongkrak Insentif Untuk Menarik Minat Diaspora

Kekuatan paspor Indonesia Tahu  2022 | Sumber: Goodstats.id
Kekuatan paspor Indonesia Tahu  2022 | Sumber: Goodstats.id
Baik, katakanlah kewarganegaraan ganda ini benar-benar diperlukan. Apakah si diaspora terampil mau memiliki dua passport?

Pertama, pasport kita berada pada urutan ke-62 dunia pada 2022. Visa ke negara-negara maju umumnya masih perlu pengurusan yang merepotkan. Belum lagi kasus terbaru, kondisi bea cukai kita yang kurang ramah mendukung pergerakan barang ke dalam negeri. Ketidakpastian yang membuat kepala pening para pemegang pasport Indonesia.

Kedua, keuntungan menjadi negara lain mungkin saja lebih menggiurkan dibandingkan menjadi WNI. Pertengahan tahun lalu ramai dibahas ribuan orang Indonesia usia produktif berpindah kewarganegaraan ke Singapura.

Tak tanggung-tanggung, dalam siaran pers kemenhumham disebutkan bahwa sebanyak 3.912 WNI pindah kewarganegaraan menjadi WN Singapura selama 2019-2022 saja. Artinya, sekitar 1.000 orang per tahunnya. Menariknya, WNI yang berpindah kewarganegaraan menjadi WN Singapura itu termasuk kelompok usia produktif alias usia 25-35 tahun.

Para pemuda ini pindah negara tentu karena iming-iming kehidupan yang lebih baik. Salah satu tv nasional pernah melakukan riset bahwa pemerintah Singapura memiliki skema yang sangat menguntungkan warganya.

Pemerintah Singapura memiliki beragam social benefit bagi warganya| Sumber: cdn.medcom.id
Pemerintah Singapura memiliki beragam social benefit bagi warganya| Sumber: cdn.medcom.id
Selebtwit, Ruswandi Y. Karlsen yang terkenal telah pindah ke Norway, per 5 Mei lalu mencuitkan sejumlah keuntungan memiliki paspor Norwegia, jika dibandingkan hanya dengan memiliki visa kerja disana.

Satu, kesempatan kerja lebih besar, bahkan bisa menjadi seorang Perdana Menteri Norway.

Kedua, boleh ikut berpartisipasi dalam PEMILU Pemerintahan. Norwegia adalah negara paling demokratis di dunia, PEMILU dianggap sangat menyenangkan baginya. Tidak ada rusuh apalagi hingga diperkarakan ke pengadilan.

Tiga, mudah untuk pindah kerja di Nordic & EU.

Dalam interaksi dengan follower-nya, ia juga menyatakan suka dengan social benefit pendidikan dan kesehatan disana.

Pengikutnya pun menambahkan keuntungan lain seperti family allowance juga proteksi dari labour union ataupun pemerintah jika kehilangan pekerjaan seperti tunjangan gaji sementara, hingga dicarikan pekerjaan lagi.

Tak perlu saya bandingkan kondisi dalam negeri pada hal-hal itu, karena kita semua tahu kita masih berbenah. Dan rasanya, justru beberapa diaspora tidak mau pulang karena banyak ketidakpastian kondisi di dalam negeri.

Lalu sebenarnya siapa diaspora yang "ditembak" untuk memiliki kewarganegaraan ganda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun