Tahun 2022 Kementerian Pariwisata melalui website resminya mengulas sejumlah makanan hasil akulturasi budaya. Seperti bakso, bakpia Jogja, hingga martabak telur. Kuliner yang dijajakan oleh pelaku usaha street food hingga dibuat oleh chef di hotel bintang 5 itupun semakin menambah khasanah sektor ekonomi kreatif Indonesia.
Kalian pasti setuju kalau ekonomi kreatif kita semakin berseri akhir-akhir ini. Usaha kecil menengah semakin bertumbuh bahkan juga melalui akulturasi budaya luar.
Akulturasi terjadi karena beragam kejadian seperti masa penjajahan maupun singgah pelayaran. Bahkan, berkat meluasnya perdagangan bebas di seluruh dunia, kuliner khas luar negeri banyak bermunculan di nusantara dengan dimodifikasi sesuai budaya lokal.
Perdagangan bebas membuat setiap negara saling mengenalkan dan menyebarkan makanan khasnya. Kini banyak makanan hasil akulturasi budaya yang berhasil eksis seperti olahan Korean food, Thai street food bahkan juga France food seperti crepes.
Crepe origin: Prancis
Pada abad pertengahan, crepe menjadi penganan viral di kalangan orang Breton. Website icafedeparis.com menyebut bahwa orang Breton mengadoni tepung soba, tanaman pokok di wilayah barat laut Prancis tersebut, menjadi crepe.
Dikenal sebagai "galettes de sarrasin," saat itu crepe diisi dengan bahan gurih seperti keju dan telur. Baru pada abad ke-19, crepe manis yang dibuat dari tepung terigu dan diisi dengan bahan-bahan seperti gula, mentega, dan buah menjadi populer di Prancis.
Teknik memutar crepe dengan batang kayu yang disebut "rateau" sendiri telah muncul pada abad ke-13. Skill itu membuat adonan merata dan menghasilkan crepe yang lebih tipis dan lembut.Â
Merujuk pada website tasteofpariscreperie.com, kala itu crepe menjadi simbol kemakmuran dan kelimpahan, sehingga sering disajikan selama perayaan keagamaan juga acara tertentu. Crepe menjadi favorit kaum borjuis Paris dan dihidangkan sebagai dessert restoran mewah.
Bahkan, pada website crepemaker.com disampaikan bahwa setiap tanggal 2 Februari dirayakan sebagai hari crepe (le jour des crêpes). Alasannya, crepe terlihat seperti matahari yang mengingatkan bahwa musim dingin akan segera berakhir.
Dengan fakta ini, tak mengherankan ya kalau salah satu scene di series Emily in Paris menampilkan crepe sebagai salah satu makanan asli Paris!
Crepes: pelan tapi pasti tumbuh dari para pelaku UMKM Indonesia
Akulturasi budaya pada jajanan crepes mungkin tak banyak mengubah bentuk maupun cita rasanya. Namun lebih kepada varian isi yang ditawarkan dan memastikan bahannya halal.
Misal di Paris kita menemukan toping salted butter caramel ataupun buah stroberi asli. Di negara kita diganti dengan meses coklat juga selai, yang lebih murah dan secara budaya lebih terasa lokal. Beberapa isian asli masih dipertahankan seperti pisang juga nutella, yang cukup dikenal masyarakat Indonesia.
Awalnya saya menduga leker (origin: lekker = enak; ~Bahasa belanda) "dibawa" ke Kota Solo oleh para Hollander saat Belanda disebut masih menguasai Indonesia. Itu dugaan pertama saya. Dugaan kedua, leker sama saja dengan crepes dan menjadi cikal bakal akulturasi eropa-nusantara pada jajanan renyah ini.
Namun beberapa artikel yang saya baca menyatakan keduanya berbeda. Dan sejauh ulikan saya, belum ada referensi yang mengungkap secara pasti kapan crepes masuk ke Indonesia.
Salah satu usaha crepes terkenal menyebut tahun 1996 sebagai awal mula crepes hadir di Indonesia. Hingga belakangan banyak bermunculan usaha yang menjual makanan kekinian ini. Mulai dari yang berkeliling dengan sepeda motor, berlapak di depan toko hingga jadi menu kafe-kafe hits andalan Gen-Z.
Di lingkungan tempat tinggal saya ~Surabaya, ada salah satu usaha kecil yang menjajakan crepes dari tahun 2005, M-Crepes namanya. UMKM ini mengkreasikan banyak menu crepes, dari rasa manis, gurih, hingga pedas. Berawal dari gerobak di depan komplek sekolah, saat ini M Crepes sudah membuka cabang kelimanya di foodcourt Royal Plaza Surabaya.
Kini sambil menikmati renyahnya M Crepes, saya masih menantikan gebrakan usaha kecil lain yang dapat tumbuh untuk mendukung pertumbuhan ekonomi kita.
Dan yang tak kalah penting, kita juga perlu turut mendukung perkembangan ekonomi kreatif kita. Jadi jangan lupa dijajanin ya, biar UMKM kita makin berkembang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H