Mohon tunggu...
Eta Rahayu
Eta Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Urban Planner | Pemerhati Kota | Content Writer | www.etarahayu.com

Hidup tidak membiarkan satu orangpun lolos untuk cuma jadi penonton. #dee #petir etha_tata@yahoo.com | IG: @etaaray

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Gelaran Kirab "Malem Selikuran" Kraton Solo

18 Mei 2020   12:25 Diperbarui: 18 Mei 2020   12:31 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budaya Indonesia begitu kental dan sarat akan tradisi warisan nenek moyang. Ada begitu banyak tradisi yang dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Begitu pula saat menjelang idul fitri.

Di rumah ibu saya, Wonogiri, 'kondangan' malem selikuran atau songolikuran umumnya digelar saat 10 hari terakhir. Hari ke-20 ramadan dan hari ke-28 ramadan. Kondangan ini dalam artian prosesi bersyukur dengan menyajikan makanan yang dimakan bersama-sama dengan para tetangga.

Prosesinya cukup sederhana. Para warga akan bersama-sama menuju rumah Pak Kadus dengan membawa satu tumpeng kecil nasi putih ditambah lauk pauk, bisa telur dadar, bisa ayam panggang. Makanan ini nantinya akan saling ditukar dan saat buka puasa telah tiba, para warga berbuka bersama dengan makanan tersebut.

Kondangan di desa-desa umumnya digelar di rumah kepala dusun. | Foto: rri.co.id
Kondangan di desa-desa umumnya digelar di rumah kepala dusun. | Foto: rri.co.id
Sederhana bukan?

Ya, pada level masyarakat desa, tradisi ini berlangsung cukup singkat dan tanpa prosesi yang panjang. Tapi pada level keluarga kerajaan, tentu berbeda.

Kirab “Malem Selikuran” Kraton Solo

Bagi masyarakat Surakarta, gelaran Kirab "Malem Selikuran" bukan hal asing lagi. Selain sudah membudaya, kirab ini merupakan gelaran turun-temurun. Kabarnya kirab ini merupakan warisan dari Sunan Kalijaga. 

Kegiatan yang diadakan pada hari ke-20 bulan ramadan ini sejatinya adalah peringatan untuk menyambut malam seribu bulan. Betul, malam Lailatul Qadar yang dipercaya hadir pada malam-malam ganjil di 10 hari terakhir.

Abdi dalem Keraton dan warga berebut nasi tumpeng dalam tradisi malam selikuran. Foto: Liputan6.com/Fajar Abrori)
Abdi dalem Keraton dan warga berebut nasi tumpeng dalam tradisi malam selikuran. Foto: Liputan6.com/Fajar Abrori)
Saat malam tiba, Kirab "Malam Selikuran" dilakukan dengan mengarak tumpeng disertai lampu ting. Jumlahnya tak tanggung-tanggung, ada 1000 tumpeng. Selain tumpeng ada pula nasi gurih dan lauk pauk yang diusung para abdi dalem. Nasi ini nantinya dibagi-bagikan secara gratis pada masyarakat juga abdi dalem Kraton Surakarta. Lampu yang diarak juga dibuat dalam berbagai model atau replika.

Rute kirab sendiri dimulai dari Kori Kamendungan menuju Masjid Agung Surakarta. Pada iring-iringan kirab budaya ini, pasukan Kraton memimpin barisan paling depan dengan membawa tumpeng. Kemudian disambung oleh para abdi dalem yang memanggul replika lampu ting.

Saat berjalan beriringan, ada tabuhan musik gamelan dan suara tamborin kental yang dipertontonkan.

Setelah prosesi kirab tiba di Masjid Agung, ribuan tumpeng ditata di pelataran masjid. Kemudian ada prosesi doa sebelum akhirnya dibagikan ke masyarakat. Prosesi ini terbilang meriah dan unik di Kota Solo.

Tahun ini Ditiadakan Karena Pandemi Corona

Di seluruh dunia, 90% gelaran yang mengundang kerumunan massa ditiadakan. Entah itu diganti hari atau memang tidak diadakan sama sekali. Hal ini lagi-lagi sebagai implikasi dari mewabahnya virus Covid-19. Begitu pula gelaran Kirab "Malem Selikuran" Kraton Solo.

Pada tanggal 14 Mei lalu, Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta GKR Koes Moertiyah Wandansari sudah mengumumkan melalui berbagai media terkait ditiadakannya acara besar tahunan ini. Saya sendiri membaca kabar tersebut di sindonews.com.

Sedih sih, tapi demi kebaikan bersama, memang lebih baik ditiadakan terlebih dahulu. Harapannya, semoga tahun depan Kirab "Malem Selikuran" Kraton Solo ini bisa dilakukan, agar budaya kita tetap dilestarikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun