Mohon tunggu...
Eta Rahayu
Eta Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Urban Planner | Pemerhati Kota | Content Writer | www.etarahayu.com

Hidup tidak membiarkan satu orangpun lolos untuk cuma jadi penonton. #dee #petir etha_tata@yahoo.com | IG: @etaaray

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mencangkul Asa di Kancah Dunia

22 Mei 2019   22:26 Diperbarui: 22 Mei 2019   23:01 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Marketplace di bidang pertanian | Sumber: Ilustrasi Pribadi

Adegan petani mencangkul tanah semakin memastikan ada kemauan hidup, memuliakan alam, dan mengimpikan kemakmuran. Pada cangkul, petani menjalankan peradaban berusia ribuan tahun, bermula dari keputusan manusia hidup menetap dan mengolah tanah dalam pengadaan pangan. ~ Bandung Mawardi, dalam artikelnya Cangkul: Pesan dan "Kemakmuran", 2008.

Belum genap sebulan saya menemukan kabar menarik di timeline Facebook. Dari desa tempat saya lahir, Wonogiri. Kabar singkat namun menggugah kuriositas. Membuat bangga setiap mata yang membacanya. Dan berakhir dengan likes, loves atau wow emoji.

Launching Perdana Ekspor Beras Organik ke Amerika. Badan Usaha Milik Petani (BUMP) PT.Pengayom Tani Sejagad, Ds.Kebonagung, Kec.Sidoarjo, Kab.Wonogiri (24/04/2019). Volume ekspor 20 ton/bln beras putih, merah, hitam & mix.

Begitu Fanpage Wonogiri Update Official mengabarkan pada pengguna facebook. Tulisan singkat tersebut diikuti tiga buah foto. Menepis untuk dikatakan sebagai berita hoax.

Launching ekspor beras di Kab. Wonogiri | Sumber: Facebook Fanpage Wonogiri Update Official
Launching ekspor beras di Kab. Wonogiri | Sumber: Facebook Fanpage Wonogiri Update Official

Keingintahuan saya semakin membuncah. Saya membuka browser dan mengetikkan kata 'ekspor beras Wonogiri'. Disinilah saya mendapat rupa-rupa informasi.

Ekspor Beras Dari Wonogiri ke Amerika

Beras Organik Hitam | Sumber Foto: manfaat.co.id
Beras Organik Hitam | Sumber Foto: manfaat.co.id
Dalam Radar Solo dituliskan, di Wonogiri kebutuhan konsumsi beras medium juga premium mengalami suplus. Per 2018, produksi beras di Wonogiri mencapai 415.906 ton, stok juga melimpah, seberat 233.697 ton, sedang kebutuhan hanya di angka 84,5 ton. Data di Dinas Pertanian Pangan Wonogiri menunjukkan konsumsi 88,6 kg per kapita per tahun. Maka surplusnya mencapai 149.100 ton.

Lebih fokus pada keterangan ekspor, timlo.net, situs berita solo raya itu mengungkap Badan Usaha Milik Petani (BUMP) PT Pengayom Petani Sejagad menginisiasi kerjasama ekspor tersebut. Adalah Hanjar Lukito Jati, sang direktur BUMP yang mengawali kerjasama dengan Amerika melalui pameran nasional di Riau juga Jakarta. Ekspor perdana pada April 2019 lalu mengirimkan 20 ton beras organik ke Amerika Serikat. Dimana total kerjasama yang akan dipenuhi mencapai 450 ton hingga akhir 2019 nanti.

Hanjar tidak sendiri. Beliau menggandeng 1.250 petani yang memiliki lahan seluas 650 hektar. Selain Amerika, Singapura dan Jerman juga siap membeli beras dari Wonogiri. BUMPPTS sendiri awalnya adalah Asosiasi (2008), kini telah mengantongi sertifikat organik dari Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) dengan Standar Nasional.

Beras organik dalam kemasan yang dipamerkan PT Pengayom Petani Sejagad | sumber: Galery BUMPPTS
Beras organik dalam kemasan yang dipamerkan PT Pengayom Petani Sejagad | sumber: Galery BUMPPTS
Ekspor ini tidak mudah. Beras yang diekpor harus memiliki sertifikat internasional sebagai beras organik. Dalam website resminya, PT Pengayom Petani Sejagad memberikan catatan menarik terkait ekspor beras ini. Bahwa kebutuhan ekspor ternyata dititikberatkan pada varietas Beras Hitam Organik. Mengapa?

Dari penelitian, Beras Hitam Organik memiliki kandungan serat, Vitamin E, Thiamin, Silenium, Magensium dan Phospor yang sangat tinggi. Padahal diakui pula permintaan Beras Merah Organik juga meningkat. Namun permintaan Beras Hitam Organik ini justru rendah di dalam negeri. Bila kita mengenal Beras Merah Organik, konsumen di luar negeri lebih familiar terhadap Beras Hitam Organik.

Beras jenis ini digunakan sebagai terapi penyakit kronis seperti kanker, diabetes, ginjal bahkan penyakit jantung. Jelas, budidayanya yang secara organis, tidak terpapar bahan kimia, pupuk juga bahan aditif saat produksi, menjadi daya tarik sendiri bagi konsumen luar negeri yang sangat perduli akan kesehatan dan lingkungan.

Bayangkan, ini hanya satu komoditas saja. Padahal, pertanian di Indonesia terdiri dari berbagai macam sub sektor juga ratusan komoditas.

Capaian Nilai Ekspor Sektor Pertanian Indonesia

Nilai ekspor sektor pertanian di Desember 2018 | Sumber: Ilustrasi pribadi
Nilai ekspor sektor pertanian di Desember 2018 | Sumber: Ilustrasi pribadi
Dalam skala nasional, capaian nilai ekspor ternyata cukup fantastis. Tanpa menomorsatukan Perkebunan yang didukung komoditas sawit, sub sektor lain menunjukkan nilai yang tak sedikit. 

Sejauh ini, sub sektor tanaman pangan memang paling kecil diantara sub sektor lain. Namun hal tersebut tidak dapat dilihat secara makro, karena jumlah komoditas dan produk unggulan pun berbeda di setiap daerah. Satu yang pasti geliat ekspor dari sektor pertanian hingga saat ini masih menjadi salah satu sektor yang mampu menunjang nilai ekspor. Dan ini kabar gembira tentu saja.

Saya dan anda pasti mafhum, capaian demi capaian bermuara pada satu tujuan. Kesuksesan. Kemajuan. Kemandirian. Dan kita bisa melihat bahwa capaian sudah semakin baik. Namun, kita tentu tak ingin berpuas diri. Karena gerak capaian ini begitu fluktuatif.

Optimalisasi sektor pertanian masih perlu dilakukan untuk menuju kata “maju” yang sesungguhnya. Maka fokus utama kita adalah mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan ekspor sektor pertanian secara menyeluruh. Terutama dalam hal ini adalah ekspor komoditi beras, sub sektor tanaman pangan.

Tantangan Ekspor Tanaman Pangan

Zaman berubah. Teknologi berkembang. Perkembangannya pesat sekali, per sekian detik. Sektor pertanian tak luput dari perkembangan itu. Tantangan ekspor pertanian, terutama sub sektor tanaman pangan harus digarap dan ‘dibajak’ dengan serius.

Circle Ekspor Produk Pertanian Butuh Banyak Dukungan | Ilustrasi Pribadi
Circle Ekspor Produk Pertanian Butuh Banyak Dukungan | Ilustrasi Pribadi
Ada beberapa catatan yang semoga bisa menjadi bahan perenungan. Terutama sang Pemangku Kebijakan.

Memacu Lari Sumber Daya Petani

Tak ada sektor pertanian bila tak ada petani. Subjek utama ini menjadi kriteria terpenting dalam rantai ekspor tanaman pangan. Sayangnya, kita tentu mendenger, “hari-hari ini siapa yang mau jadi petani?” Tanya ini hampir memuncaki setiap permasalahan yang ada di sektor pertanian. Petani menjadi profesi yang tak menarik bagi generasi masa kini. Anak petani lebih tertarik menjadi banker, menjadi bagian dari industri manufaktur. Apapun, asalkan bukan petani. Kiranya demikian.

Dan ini disaster. Musibah bagi sektor pertanian. Maka, sumber daya petani ini perlu dipacu. Menyediakan sekolah kejuruan bidang pertanian di pedesaan rasanya akan lebih urgent dibanding sekolah perhotelan atau administrasi keuangan. Bahkan bila diperlukan, pemberian intensif (atau beasiswa) tertentu bisa menjadi alternatif dorongan bagi para petani dan calon petani.

Lihatlah pada Hanjar. Untuk bisa melakukan ekspor, Hanjar bertemu dengan pihak Amerika, Singapura, Jerman. Lobbying pada perusahaan eksportir. Mengurus kelengkapan ekspor, sertifikasi dan berbagai hal yang berkaitan dengan ekspor. Untuk bisa melakukannya, kualitas diri yang baik tentu menjadi pijakan. Petani kita kedepannya harus demikian.

Dinas pertanian tingkat daerah perlu memiliki program penjaringan petani unggul, dan memberikan diklat khusus untuk menjadi petani yang prima. Kebijakan dan strategi jitu sungguh diperlukan untuk memacu lari para petani kita. Agar mimpi swasembada pangan berkelanjutan itu punya empu yang berkualitas.

Tata Ruang: Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)

Infrastruktur paling mendasar dari pertanian adalah lahan itu sendiri. Tanpa lahan, mustahil kita bisa produksi. Syukurlah, Indonesia sudah memiliki aturan ini. Bahkan luasan di tiap daerah dikunci di tingkat nasional. Artinya, pengendaliannya diawasi hingga tingkat kementerian (seharusnya).

Kemudian amanat aturan perundangan terkait LP2B seperti:

  1. UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
  2. PP No. 1/2011 tentang Penetapan dan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan
  3. PP No 12/2012 tentang Insentif Perlindngan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
  4. PP No. 25/2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
  5. PP No. 30/2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
  6. Peraturan Menteri Pertanian No 07/Permentan/OT.140/2/2012 tentang Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Kesemua itu semoga mampu menjadi pelindung dan penjamin ketersediaan lahan pertanian yang berkelanjutan. Aturan yang mengikat itu menjadi dasar penting untuk menjamin kelangsungan pertanian yang puncaknya bertujuan pada swasembada pangan.

Satu yang perlu digarisbawahi, bahwa seluruh subjek pertanian, bahkan juga masyarakat umum, perlu secara aktif ikut mengawasi dan menerapkan aturan itu dalam kondisi eksisting.

Mengimbangi Masa: Pertanian Dalam Genggaman

Teknologi mengubah segala. Dari yang konvensional menjadi modern. Begitu juga pertanian. Kini di Indonesia ada puluhan aplikasi berbasis pertanian yang sangat bisa diandalkan. Kegunaannya juga beragam.

Marketplace di bidang pertanian | Sumber: Ilustrasi Pribadi
Marketplace di bidang pertanian | Sumber: Ilustrasi Pribadi
Kementerian Pertanian sendiri sudah menyiapkan aplikasi ekspor komoditi pertanian per Maret 2019 ini. Dinamakan Aplikasi I-MACE, akronim dari Indonesian Map of Agricultural Commodities Exports. Menurut Menteri Amran, aplikasi ini berisi informasi kegiatan ekspor komoditas peertanian di Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian seluruh Indonesia. Aplikasi ini dikembangkan untuk mendukung serta mendorong pertumbuhan komoditas pertanian yang berorientasi ekspor.

"Dengan informasi dari I-MACE selain dapat dijadikan landasan kebijakan pembangunan pertanian di tiap provinsi, khususnya di sentra-sentra komoditas ekspor, diharapkan juga dapat digunakan untuk mengkaji potensi ekspor dan menyediakan pelaku usaha serta regulasi yang berpihak pada pengembangan agribisnis setempat," Menteri Amran dalam acara Gebyar Ekspor Komoditas Pertanian Sulawesi Selatan 2019 (13/3/2019).

Berkaitan erat dengan sumber daya petani, perkembangan teknologi ini menjadi prasyarat mutlak untuk dikuasi para petani. Era revolusi industri 4.0 mengajak siapa saja untuk terus bergerak, berinovasi. Termasuk petani. Bila kegiatan ekspor tanaman pangan dan swasembada pangan berkelanjutan menjadi tujuan, mengimbangi perkembangan masa hukumnya wajib dilakukan. Caranya? Mendekat pada teknologi.

Bergantung Pada Integrasi di Banyak Lini

Last but not least, integrasi. Ini PR hampir seluruh instansi di Indonesia, bahkan juga manca negara. Termasuk dalam hal ini sektor pertanian. Untuk bisa maju, untuk menjadi mandiri dan independen, integrasi di berbagai hal juga pihak perlu dilakukan. Siapa saja yang perlu diintegrasikan? Perhatikan ilustrasi yang saya buat sebelumnya. Ada pemerintah, ada akademisi, ada swasta. Mulai dari kebijakan, penelitian, dampingan, binaan, proses produksi, distribusi hingga penjualan. Seluruhnya perlu integrasi apik.

Cermati para petani di Wonogiri yang akhirnya sukses ekspor ke Amerika. Ada BUMP PT Pengayom Petani Sejagad yang menginisiasi, ada pihak swasta PT Bloom Agro Indonesia  yang juga menjadi mitra. Keberhasilan juga didukung penuh oleh Dinas Pertanian juga Dinas Perdagangan. Di website resmi PT Pengayom Petani Sejagad kita bisa menemukan daftar panjang rekanan seperti akademisi (UNS), IPB, transmart, Bank BRI, PT Eka Farm, dan banyak lainnya.

Berdiri sendiri untuk bisa ekspor adalah mustahil. Seperti pepatah lama John F. Kennedy:

jika ingin berjalan cepat berjalanlah sendirian, jika kamu ingin berjalan jauh, berjalanlah bersama-sama. 

--

Jika tantangan demi tantangan dapat memicu kreativitas dan mendorong untuk terus bergerak maju, saya percaya pada apa yang dituliskan Bandung Mawardi, 'adegan petani mencangkul tanah semakin memastikan ada kemauan hidup, memuliakan alam, dan mengimpikan kemakmuran'. Bahwa menggali harapan besar akan swasembada pangan dan “membaginya” pada dunia bukan perkara sulit. Dan pada akhirnya mampu menjadi kunci kemakmuran para petani kita atas cangkul yang mereka cangkulkan setiap hari.

Salam,
ER

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun