Urban Planner nyaris tak pernah bekerja sendiri. Pernah, namun jarang. Seringnya, kami bekerja dalam tim. Termasuk tahun ini, saya dan beberapa teman saya membantu daerah di Sulawesi Tengah untuk "membenahi" kawasannya. Project yang dimulai dari awal tahun ini sering membuat kami berlama-lama di Lab Kota. Entah untuk rapat atau sekedar saling memberi masukan. Kadang, saat mendekati deadline, kami yang mayoritas anak rantau harus dengan sengaja melupakan sarapan. Tak perlu ditanya mengapa, karena jawabannya sudah pasti. Pulang larut malam dan esok pagi harus sampai Lab lagi.
Ya, kami tak punya waktu untuk memasak.
Seperti hari itu.
***
Saya ingat, hari itu hari kamis. Akhir minggu, semua laporan harus dikirim ke Palu. Praktis hari itu hari tempur. Selang satu jam kami membahas progres tim, salah satu dari kami bertanya, "rek, udah sarapan?" Dan tak sampai lima menit kami sudah memutuskan untuk pesan makanan. Tentu saja lewat aplikasi GoFood. Mudah dan praktis. Kami tak harus kehilangan waktu untuk menyelesaikan laporan. Kala itu, giliran saya yang memesan.
GoFood bagi kami adalah penyelamat. Bayangkan, tempat kami biasa berkumpul ada di lantai tiga. Naik turun dengan tangga. Untuk menuju parkiran saja kami butuh waktu, apalagi harus ke warung makan. Dan kondisi seperti ini sering kami alami. Setiap saat, setiap bulannya. Termasuk saat HARKULNAS bulan lalu. Kami saling begantian memesan makanan melalui aplikasi GoFood.
Apa yang kami pesan?
Bermacam menu bisa dengan mudah kami pesan tiap harinya. Dan hampir tak pernah sama. Tak pernah merasa cemas, rekanan GoFood sudah ratusan jumlahnya di Surabaya. Kami bisa memilih makanan apapun. Dari yang mahal hingga yang murah. Dari pizza hingga pecel. Semua ada. Dan biasanya, kami akan mencoba menu baru. Pilihan "New This Week" cukup memudahkan kami mengidentifikasi menu-menu baru.
Pun sama dengan apa yang kami pesan dua hari sebelumnya. I am Geprek Bensu.
Sebelum memesan kuliner ini lewat GoFood, saya tak pernah tahu kalau usaha ini adalah milik salah satu artis ibukota, Ruben Onsu. Sesambil mengunyah, teman saya mengatakannya. Dan entah mengapa saya tertarik untuk browsing tentang kuliner ini.
Dari kompas travel saya mendapat informasi menarik. Ayam geprek adalah ayam goreng tepung garing yang diulek bersamaan dengan sambal. Pertama kali dibuat oleh Bu Ruminah, pemilik warung makan di Jalan Wulung Lor Yogyakarta pada tahun 2003. Inspirasi dari seorang mahasiswa asal Kudus yang meminta Bu Ruminah memberi sambal di atas ayam goreng tepung miliknya. Dalam perkembangannya, ayam geprek diulek sampai lepas dari tulangnya dan bercampur rata dengan sambal.
Tahun 2017 menjadi titik awal bagaimana usaha kecil Ruben menjadi setenar seperti sekarang. Dalam wawancana dengan Tempo, Ruben bertutur bahwa bisnisnya bermula dari kebiasaannya membeli telur dari agen telur di Bali. Dalam suatu kesempatan, ada peternak ayam yang memintanya membeli ayam. Seorang peternak yang usahanya masih kecil. Ia dan adiknya kemudian mengatur segalanya hingga bisa seperti sekarang. Termasuk bagaimana adiknya, Jordi, merekrut orang yang berprinsip "yang penting punya penghasilan" sebagai karyawan awal.
Ya, kini banyak Ruben Ruben lain yang mulai melirik pasar kuliner via aplikasi Go-Food. Berbagai menu baru muncul dari ide masakan rumahan hingga kreasi kreatif. Banyak rekanan Go-Food yang tidak membuka warung. Hanya rumah tempat tinggal menjadi jujukan alamat. Dan menurut saya ini menarik. Ada peluang besar dalam usaha kecil mikro dan menengah kita. Bahkan, jika dianalisis lebih dalam, rantai kesuksesan Go-Food menjalar ke berbagai sektor. Tidak hanya sekedar usaha makanan ala kadarnya.
Dari cerita Ruben Onsu dan pengamatan saya, Go-Food ini bukan hanya tentang kepraktisan dalam memesan makanan. Saya tidak melakukan deep analysis. Tapi setidaknya gambaran berantai dibawah ini menjadi isyarat bahwa Go-Food menjadi aplikasi penghubung "rezeki" bagi bayak orang. Ada kesuksesan yang menjalar dari satu orang ke orang lain. Ada perputaran ekonomi di sini. Tidak selalu bicara bisnis besar. Namun benar-benar bisnis yang dimulai dari bawah.
Dalam usaha mikro kecil dan menengah, bisa dipastikan penyedia bahan-bahan mentah mendapat 'jatah' rezeki. Perhatikan baik-baik cerita Ruben, ada peternak ayam kecil yang akhirnya mendapat limpahan rezeki. Karyawan-pun sama, pengangguran yang begitu besar di Indonesia akan sangat terbantu dengan munculnya UMKM-UMKM baru di lingkungan sekitar mereka. Dan bila dianalisis dalam sistem makro, UMKM-UMKM ini menjadi input ekonomi yang besar bagi perekonomian Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H