Kania mungkin bisa mengurangi kegiatan kejurubahasaannya menjadi hanya 3 hari dalam satu minggu dan lebih banyak meluangkan waktu di Bandung setiap akhir pekan demi menemani ibunya sekaligus beradaptasi dengan rencana kepindahan permanennya ke Bandung.Â
Penghasilan Kania sebagai juru bahasa digunakannya untuk membeli rumah di kompleks Lugina Green Hill di daerah bawah rumahnya sekarang, tidak jauh ke rumahnya dan tidak jauh pula untuk akses ke kota.
Oleh karena itu pula, Kania mulai mempersiapkan diri untuk mencari pekerjaan sebagai penerjemah lepas di Bandung. Sambil bersantai sore dan berbincang dengan ibu serta adik lelakinya di teras depan rumah, Kania membuka akun Instagramnya yang sudah lama tidak diperiksanya.Â
Melihat ada banyak notifikasi pemintaan pertemanan yang entah berapa lama diabaikannya. Dia kemudian meluncur pada kolom pencarian dan seolah terkabul doanya karena membaca iklan lowongan pekerjaan penerjemah di salah satu penerbit ternama pula; "urgently required: english-indonesia translators vv. freelance and full time are welcome for interview at Gapura Pustaka, 25 July 2023; 9 am to 15 pm".Â
"Hari sabtu ini" gumamnya sambil membuat rencana kasar untuk datang sebelum kembali ke Ibu Kota besok paginya. Namun, ada yang sangat mengganggu pikirannya ketika di beberapa kolom di bawah iklan ini dia melihat sebuah foto yang tampaknya dia kenal.
***
Berdebar dan penasaran, Kania membuka gambar tersebut dan diam seketika. Lama tanpa bersuara hanya debaran yang dirasakannya. Pikirannya melayang pada semua masa ketika hidupnya bertemu dengan orang yang dia lihat di foto ini. Kilasan kejadian berseliweran dengan cepat di kepalanya hingga ia tak sadar sudah sedemikian lama terpaku menatap gambar tersebut hingga sebuah suara menyadarkannya disertai pelukan ke lehernya dari arah belakang.
"Teteeeh,...." Rara, adik perempuannya yang menyengaja pulang dari tempat kos-nya di Cikuda untuk berakhir pekan dengan kakaknya memeluknya tiba-tiba dengan penuh gembira karena setelah sekian lama akhirnya bisa berjumpa dengan kakak kebanggaannya. Kania kaget bercampur sedih.Â
Sedih karena tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, kaget karena tidak siap dengan apa yang datang padanya di saat melamun. Mata Kania tengah berkaca-kaca, tanpa melihat adiknya yang baru datang lantas berlari ke kamarnya.Â
Berpapasan dengan ayahnya di ruang tengah, dia hanya menatapnya penuh amarah lalu memalingkan muka, terus berlari, membanting pintu. Semua terperangah dan bingung dibuatnya. Adik perempuannya merasa amat bersalah karena merasa telah menyakiti kakaknya, namun ibunya menjelaskan bahwa mungkin kakaknya teringat sesuatu yang tidak disukainya. Ayahnya dibuat menerka-nerka, ada apa?
Sore itu berlalu menjadi malam namun Kania belum juga keluar kamarnya. Semua anggota keluarga tidak berani untuk bertanya karena kamarnya pun dikuncinya. Kania memang punya cara sendiri menyelesaikan masalah yang mengguncang emosinya, terakhir kali dia seperti ini adalah ketika beranjak SMA, saat dia tahu bahwa ayahnya ternyata memiliki istri selain ibunya.Â