[caption caption="Gambar diedit dari Facebook"][/caption]
Sebuah kecantikan. Terpahat kokoh di wajah. Ada pesona. Tertebar di setiap lekuk-lekuk pahatan.
Disetiap permukaannya terpetakan undangan bagi hasrat para pengembara. Sebenarnya di situlah kekuatanmu tapi sayangya kau membau.
Tak habis kupikir. Dari wujudmu. Hadir separuh iblis. Berdendang di celah bibir seksi. Dan kilau lebut kaca-kaca di matamu.
Melentik jari-jarimu. Mencipta aksara kebencian. Meruntuhkan aura pesonamu. Berserakan di bawah panggung kehidupan. Dan, menggelinding di selokan paling kotor.
Kau tak lagi menjadi bagian mimpi-mipi para pengembara yang selalu menatap langit masa depan. Karena kau telah mengambil kunci menuju pintu rumahmu yang suram. Kotor. Berdebu. Berbau. Penuh kuman penyakit bersarang di empedu. Menetap di hati. Dan menjadi motor derap jantungmu.
Di rumah surammu. Kau menista diri dengan kegirangan. Menipu nurani dengan kebahagiaan semu yang kau jejak.
Pada saat itu. Berjuta mata tersadarkan bahwa kau tak lebih seonggok mayat hidup. Bukan lagi dewi, seperti yang terpahat di wajahmu.
Masih ada waktu dan tempat untuk kau kembali ke masa depan. Itu pun. Kalau kamu mau.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H