1. Ikon (icon), ikon pada patung karakter Rahwana  mem-visualisasikan bahwa ia merupakan raja raksasa Alengka berkepala sepuluh (dasamuka)  terlahir dengan muka yang sangat jelek, setiap 5000 tahun sekali ia penggal kepalanya, menjelang kepala yang terakhir dewa pun datang dan membuat dua perjanjian, satu kesaktian tiada tara, dan dua titisan dewi widowati (sinta) untuknya, gagah perkasa, sangat kuat, sehingga dewa pun tidak bisa membunuhnya, tergambar pada ilustrasi mengangkat satu tangan dengan senjata gada dan dengan ekspresi bengis dengan mata melotot.
2. Indeks (indeks), merupakan hal yang tidak bisa dilihat dalam visualisasi berupa watak yang tempatnya berada pada jiwa Rahwana, seperti amarah, angkara, murka, emosi, ambisi dan egois sehingga menimbulkan dampak seperti seorang raja yang arogan.Â
3. Simbol (symbol), divisualkan dari segala keburukan, kejahatan, antipati, dosa-dosa, suka berperang, melawan norma, melawan tatanan sosial, kehancuran, kenistaan, kegelapan , ketakutan dan hal lainnya yang keberadaannya ada di bumi dan pada diri manusia.
Makna Denotasi :
1. Ikon (icon), pada patung karakter Rahwana bisa terlihat bahwa ia merupakan raja Alengka yang bagi rakyatnya berwibawa, gagah perkasa, sangat kuat, sehingga prajurit dan rakyatnya pun rela berkorban untuk dirinya, di-ilustrasikan  pada patung karakter Rahwana tersebut  meski tinggal sendiri, ia pantang menyerah menghadapi peperangannya dan mengangkat satu tangan dengan senjata gada, yang merupakan lambang perlawanan atas sudut pandangya.
2. Indeks (index), karena tidak terlihat dan berbentuk watak, di-ilustrasikan pada patung karakter Rahwana tersebut, ia menunjukkan bahwa sudut pandang dan ideologi, melalui cara melakukan perlawanan dengan berperang adalah benar.
3. Simbol (symbol), digambarkan dengan sosok ksatria dan  perlengkapannya perangnya, namun telah melanggar tatanan sosial, norma,  yang ada dibumi, yaitu dengan  menculik titisan dewi widowati (Sinta), yang merupakan bagian dari hasil perjanjiannya dengan dewata, namun harus dibayar dengan meminta maaf kepada Rama, dengan cara berperang,  lalu prajurit dan rakyatnya semua gugur, sehingga  tinggal Rahwana sendirian, dan demi menjaga martabat, harga diri, dan kebenaran menurut sudut pandangnya, Rahwana pun gugur oleh pusaka Brahmastra.
Simpulan
Sebagai simpulan atas kajian yang dilakukan. Rahwana dalam sudut pandangnya tidaklah selalu mempunyai makna konotasi yang melambangkan dosa-dosa yang ada pada diri manusia, karena diceritakan sang dewata memberikan janji yang harus dipenuhinya. Sebaliknya jika dilihat dari makna denotasi nilai moral yang terkandung bahwa adanya konsep dualisme yang menyatakan bahwa segala sesuatu memiliki dua hal yang berlawanan atau prinsip. Hidup dan mati, laki dan perempuan, siang dan malam, jiwa dan raga, sehat dan sakit, kaya dan miskin, baik dan buruk, halal dan haram, pro dan kontra, aktif dan pasif, statis dan dinamis, tampan dan buruk rupa, besar dan kecil, panjang dan pendek, manis dan pahit, mahal dan murah, kuat dan lemah, dan seterusnya. Dalam konteks karya ini merupakan representasi dari manusia yang pada dasarnya memiliki dua kepribadian, yaitu baik dan buruk.
Terakhir, kajian ini merupakan suatu pembahasan awal terhadap patung karakter Rahwana melalui pendekatan semiotika C.S Pierce, ada baiknya untuk dilakukan penelitian serupa atau bahasan lain mengenai patung karakter Rahwana, agar bisa berpendapat dengan pendekatan teori lainnya untuk mendapatkan hasil yang lebih luas, mendalam serta lebih baik.