Kejahatan terkait obat terlarang dan narkotika termasuk kedalam kejahatan lintas negara dan termasuk ancaman serius terhadap keamanan negara serta global, karena mengingat sifatnya yang melibatkan banyak pihak. Dari si penanam, hingga tangan pembeli, narkoba melewati berbagai proses panjang dan membutuhkan banyak tenaga manusia.
Narkoba dianggap ancaman serius karena dapat menyebabkan pertumpahan darah, seperti yang terjadi di Meksiko, dimana para cartel saling berperang memperbutkan wilayah kekuasaan agar dapat menjual narkoba dengan mudah. Dalam beberapa kasus, korupsi juga ikut andil dalam proses pendistribusian narkoba ke suatu negara. Para pelaku menyuap aparat terkait agar barangnya dapat melwati pemeriksaan.
Pada kejahatan ini, Indonesia telah menjadi salah satu negara tujuan dari peredaran narkotika tersebut. Tindakan penyelundupan narkotika tersebut terus-menerus terjadi bahkan penyelundupan dilakukan dengan berbagai cara atau modus-modus agar tidak mudah diketahui.
Adapun modus-modus tersebut contohnya 'swallow' (telan), modus penyelundupan false concealment (menyembunyikan narkotika di dalam barang), seperti kasus penyelundupan narkotika dari luar negeri ke Bali belum lama ini, yaitu tepatnya pada 30 dan 31 Januari 2019 lalu. Penindakan masing-masing dilakukan di Terminal Kedatangan Internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai dan Terminal Kargo Internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai.
Dilansir dari gatra.com, "Penindakan pada 30 Januari 2019, dilakukan terhadap seorang WNA, pria asal Tanzania berinisial ARA (42) yang mengaku berprofesi sebagai pengusaha, tiba di Bali sekitar pukul 18.00 WITA, dengan menumpang pesawat Qatar Airways QR 962 rute Doha-Denpasar." Kata Basuki Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Bali, NTB dan NTT yang didampingi Himawan Indarjono Kepala Kantor Bea Cukai Ngurah Rai.
Untung menjelaskan bahwa setelah melewati pemeriksaan mesin X-Ray, petugas melakukan pemeriksaan mendalam terhadap barang bawaan milik yang bersangkutan dengan melakukan body searching (pemeriksaan badan). Setelah rangkaian pemeriksaan tersebut, petugas lalu memutuskan untuk melakukan pemeriksaan rontgen/ CT Scan di rumah sakit.
"Berdasarkan hasil rontgen, tampak adanya benda asing mencurigakan di dalam saluran pencernaan milik yang bersangkutan. Kemudian dilakukan upaya pengeluaran, dan kedapatan 82 bungkusan plastik berisi bubuk putih seberat 1.036,70 gram brutto, yang merupakan narkotika jenis methamphetamine," ujar Himawan,
Himawan melanjutkan, penindakan juga dilakukan terhadap sebuah paket barang kiriman asal Taiwan dengan inisial pengirim AH dan penerima RMA, bernomor AWB 6198949923, di Terminal Kargo Internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai, pada 31 Januari 2019.
Dan lagi, berdasarkan X-Ray, paket barang kiriman tersebut ditemukan sebuah keyboard komputer yang setelah dibuka, pada bagian dalamnya terdapat 2 bungkusan tissue berwarna putih, dengan di dalam masing-masing bungkusan tersebut terdapat sebuah plastik bening berisi potongan tanaman berwarna hijau kecokelatan yang merupakan sediaan narkotika jenis ganja.
Selain itu modus lainnya yang paling terbaru dilakukan yaitu menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) agar menjadi alasan untuk menyelundupkan narkoba. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB meminta otoritas bandara dan aparat keamanan mencermati modus ini.
Seperti kasus yang terjadi pada 19 Februari 2019, warga Lombok LRA (33) asal Praya Lombok Tengah, ditangkap dengan barang bukti 314 gram sabu sabu, LS (30) asal Pujut Lombok Tengah barang bukti 306 gram sabu, dan Sum (42) asal sama dengan barang bukti 526 gram sabu. Mereka ditangkap saat hendak berangkat dari  Batam, transit Surabaya, tujuan Lombok.
Modus-modus seperti ini tergolong ekstrem karena selain dapat membahayakan si penyelundup, juga sulit untuk dideteksi oleh petugas. Oleh karena itu, usaha pengawasan perlu di lakukan lebih ketat dan di tingkatkan semaksimal mungkin agar tidak terjadi kecolongan.
Saat ini, Indonesia telah menempatkan kejahatan narkoba sebagai high-risk crime dan dalam penanganannya Indonesia telah meratifikasi 3 (tiga) Konvensi anti narkoba, yaitu:
- Single Convention on Narcotic Drugs 1961 melalui UU No.8 Tahun 1976;
- Convention on Psychotropic Substances 1971 melalui UU No.8 Tahun 1996;
- Convention against the Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances 1988 melalui UU No. 7 Tahun 1997.
Selain itu, Indonesia juga melakukan kerja sama internasional untuk meningkatkan upaya penanggulangan isu narkoba tersebut.
Untuk kerjasama multilateral, Indonesia berperan aktif dalam memberantas peredaran dan perdagangan gelap narkotika dalam berbagai forum seperti forum Commission on Narcotic Drugs, Special Session of the United Nations General Assembly on the World Drug Problem, Head of National Drug Law Enforcement for Asia Pacific, dan ASEAN Senior Officials on Drug Matters dan berbagai pertemuan lainnya di bawah kerangka UNODC.
Sumber :
- https://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/Pages/Penanggulangan-Kejahatan-Lintas-Negara-Teroganisir.asp
- https://www.gatra.com/rubrik/info-bea-cukai/390143-Bea-Cukai-Ngurah-Rai-Gagalkan-Penyelundupan-Narkoba-Bernilai-Rp16-Miliar-Selama-2-Hari
- https://www.suarantb.com/headline/2019/02/267609/Waspadai.Penyelundupan.Narkoba.Bermodus.Jadi.TKI/
Nama : Tata Tamara
Nim. Â : 07041281621097
Konsentrasi : Kajian Strategi dan Keamanan Internasional
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Kampus  : Universitas Sriwijaya, Indralaya
Dosen Pembimbing : Nur Alamiah Supli, BIAM., M.Sc
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H