"Para malaikat berkata: 'Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?'" (QS An-Nisa': 97).Â
Tujuh tahun lalu, tepatnya 2013, ia memutuskan hijrah dari Jakarta ke Kota Hujan. Ia tinggalkan pabrik yang selama ini menggajinya dengan bilangan jutaan dan beralih ke tempat kerja yang membayarnya ratusan ribu. Pesangon perusahaan ludes hanya untuk membeli rumah kecil nan memprihatinkan. Motivasi hijrahnya adalah mencari lingkungan yang islami sekaligus mengikuti anaknya yang belajar di pesantren.
Aktivitas hariannya dari pagi hingga asar adalah bekerja di tempat barunya. Sore hari ia gunakan untuk berjualan jajanan atau merawat lahan. Di samping itu, ia melakukan apa saja demi mendapatkan tambahan. Semua mengalir apa adanya. Tapi, menurutnya, lika-liku hidupnya keluar dari kalkulasi matematis.
"Lha iya, kalau dipikir-pikir, kok ya ndak nyambung," tuturnya, "uang segitu kok ternyata bisa beli ini beli itu. Ini memang matematikanya Allah, kalau pakai rumus matematika kita nggak bakal nyampe," ungkapnya keheranan.
Yang ia maksud "bisa beli ini beli itu" adalah dua rumah dengan pekarangan yang luas, dua motor, kelinci dan kambing ternak, mengirimi rutin kedua orang tuanya, memodali kawannya yang hendak usaha, memberikan pinjaman, membantu melunasi rumah salah seorang kerabatnya, dan terakhir, daftar haji untuk dirinya dan istrinya. Matematika Allah yang tak bisa dicernanya ini ia namakan dengan barokah.
Selepas shalat isya, saya menyempatkan diri menariknya ke sudut masjid untuk wawancara. Sengaja saya pilih pojok masjid bukan untuk menghindari kejaran paparazi, tapi agar pembicaraan lebih tenang dan jelas perihal rahasia kesuksesannya.
"Jangan lupa sedekah," ia mengawali. "Pokoknya tiap hari harus sedekah, baik dengan uang maupun barang." Ini ia buktikan dengan kebiasaan membawa kopi sachet di saku yang ia bagi-bagikan ke rekan-rekan kerjanya. Apalagi hasil kebunnya, mungkin semua orang yang dikenalnya pernah merasakannya. Kalau pun ada yang minta, langsung diambilkan.
"Selalu memudahkan urusan orang lain," lanjutnya. Di antaranya adalah ia dengan ringan tangan memberikan pinjaman dengan pembayaran tanpa tempo, tanpa ditagih. "Kan ada tu hadisnya, tapi saya gak hapal bahasa Arabnya, 'Barangsiapa memudahkan urusan orang lain, maka Allah akan memudahkan urusannya,'[11]." Janji ini betul-betul ia rasakan. Banyak kemudahan yang ia dapatkan. Kemudahan dalam meminjam dana, Â cicilan lunas lebih cepat, mendapat tanah atau rumah murah, dan banyak lagi.
"Harus ubet," rahasia ketiga yang berarti berusaha, berikhtiar, ulet. "Yang namanya rezeki memang sudah ditentukan, tapi kan harus dicari. Kudu mau nyeker sana nyeker sini."
"Berdoa. Jangan tinggalkan zikir pagi dan petang," tambahnya lagi. "Kadang sambil dagangan juga baca zikir," tutupnya.
Kecenderungannya yang membuat saya dekat dengannya adalah hobi berkebunnya yang luar biasa. Karyawan yang sangat aktif menghidupkan lahan mati. Menanami lahan nganggur dengan segala tanaman produktif, yang besar maupun yang kecil, yang populer maupun yang asing, yang lokal maupun yang  impor. Tak rela ada petak tersisa tanpa menghijaukannya dengan tanduran bermanfaat. Bahkan, kalau ada tandon air yang bocor, gedung yang meneteskan air, pasti akan ditanaminya. "Pengairan gratis," celetuknya.