Ketiga, Belanda secara tidak langsung memperkenalkan Indonesia sebagai negeri penghasil alam yang kaya yang dengan itu beberapa negeri lain menggalang kerjasama dengan negeri kita. Itulah blessing in disguise, hikmah terselubung.
Keempat, penjajah bule itu telah hengkang dan meninggalkan saksi-saksi bisu berupa gedung-gedung, jalan-jalan, jembatan-jembatan, bendungan-bendungan, kanal-kanal, jalur kereta api, dan tidak sedikit viaduct, atau jembatan air demi kepentingan irigasi yang dibangun oleh negeri dari Eropa ini. Itulah peninggalan sang Londo. Belum tibakah saatnya kita belajar arsitektur mereka yang selain elegan, kokoh hingga ratusan tahun, juga efisien? Ingat, teknologi waktu itu tidak secanggih sekarang.
Sebagai contoh, Banjir Kanal Barat besutan Prof. Ir. Hendrik Van Breen pada tahun 1913 yang terbilang sukses menanggulangi luapan air Jakarta, yang secara geomorfologis lebih rendah dari permukaan laut, seharusnya menjadi cermin bagi proyek Banjir Kanal Timur garapan anak negeri. Termasuk Bendung Katulampa yang sering mengundang decak kagum karena masih berdiri kokoh hingga kini. Selain memegang fungsi krusial sebagai peringatan banjir Jakarta, Bendung Katulampa menjadi pintu irigasi bagi 5000 hektare sawah pada waktu itu. Tidak hanya itu, hasil karya Van Breen masih terasa nyata digunakan sebagai jalur transportasi warga. Di atasnya melintang sebuah jembatan yang menghubungkan dua kelurahan, yakni Kelurahan Katulampa dan Sindang Rasa (Diadaptasi dari http://hwc2015.nvo.or.id/479-van-breen-pengendali-air-asal-belanda/). Â Ibaratnya, mereka telah meninggalkan pohon besar, maka tugas kita memelihara dan menduplikasinya.
Untuk yang terakhir ini, yaitu yang keempat, betapa setelah lebih dari setengah abad kemerdekaan Indonesia, warga pertiwi masih bisa memanfaatkan tanaman Belanda itu. Nyaris saja ia menjadi tanaman ukhrawi kalau saja dilandasi dua hal: keimanan kepada Allah dan tanpa penindasan. Kata Nabi, "Tidaklah seorang muslim menanam tanaman, atau menanam tumbuhan lalu dimakan burung, manusia, atau hewan lain, kecuali dicatat sebagai sedekah baginya" (HR Al-Bukhari, 2320).
Ini syarat pertama. Syarat kedua, Nabi bersabda, "Barangsiapa mendirikan bangunan tanpa kezaliman maupun pelanggaran, atau menanam tanaman tanpa kezaliman maupun pelanggaran, baginya pahala yang mengalir selama dimanfaatkan oleh makhluk Allah Yang Maha Pengasih Tabaraka wa Ta'ala" (HR Ahmad, 15616, Ath-Thabarani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir, 410, Al-Baihaqi dalam Syu'ab Al-Iman, 10.288. Dihukumi dha'if oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha'ifah, 177).
Kesimpulannya, agar tanaman kita tidak hanya bermanfaat di dunia, tapi juga menjalar ke akhirat, dua syarat di atas harus terpenuhi: dilandasi keimanan dan bebas dari kezaliman. (Serial Petani 2 Negeri, Karya Hayik El Bahja, #30 dari 60)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H