Mohon tunggu...
Tata Tambi
Tata Tambi Mohon Tunggu... Guru - mengajar, menulis, mengharap rida Ilahi

Belajar menulis. Semoga bermanfaat dunia dan akhirat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Petani Cilik (Petani 2 Negeri #28 dari 60)

24 Desember 2024   05:15 Diperbarui: 22 Desember 2024   13:07 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sarno Ahmad Darsono memiliki kemampuan langka. Ia bisa menilai kualitas durian dari fisiknya. Ia bisa menyebutkan jenis durian apa dengan melihat bijinya. Dengan memegang dan menimbangnya, ia tahu durian yang ada di tangannya telah matang atau belum, berkulit tebal atau tipis. Ketajaman penciumannya bisa membantunya memilah durian yang puket (manis, berlemak, dan beralkohol) atau bukan (https://nasional.kompas.com/read/2008/11/19/01164010/policy.html?page=all). 

Melalui beberapa buku, ia mulai bereksperimen. Satu cara yang tidak populer dicobanya, ia gabungkan 35 varietas unggul melalui okulasi sehingga tampak seperti tanaman bakau yang eksotis.

Pekebun yang juga Guru SD ini berhasil menemukan varietas unggul yang ia namakan dengan Bhineka Bawor. Ukuran buahnya yang besar seolah mewakili durian Kumbokarno, warna buahnya yang oranye seolah titisan durian Kuningmas, sedangkan rasa manis beriring pahitnya menyerupai rasa durian Petruk. Kulitnya tipis, dagingnya tebal, dan bijinya kecil gepeng. Temuan anak negeri yang siap menggeser durian Monthong Thailand dan Musang King Malaysia.

Sebagai prestasi pribadi, tahun 2004, ia mendapat penghargaan Satya Lencana Wira Karya dari presiden sebagai Petani Penangkar Durian Unggul, sekaligus kemajuan ekonomi yang besar karena selain menjual buahnya yang diburu para maniak durian dari luar kota, ia pun menjual sekian banyak bibit pohonnya yang berkaki tiga atau lebih itu.

Lebih hebat lagi, ia berhasil menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga Kemrajen, Banyumas, dengan membudidayakan varietas yang cepat berbuah dan bisa berbuah sepanjang tahun tersebut. Obsesi dan segala capaiannya ini berawal dari pengalaman masa kecil yang ia jalani ketika menemani ayahnya yang berprofesi sebagai penjual durian mencari durian ke pelosok-pelosok (Diadaptasi dari https://www.liputan6.com/regional/read/2425139/sejarah-durian-bawor-penantang-durian-montong, https://durianbawor.com/home/, dan https://www.bibitduriansuper.com/kelebihan-keunggulan-durian-bawor-banyumas-dibanding-durian-lainnya/).

Kawan saya yang berprofesi sebagai guru Madrasah Aliyah menceritakan masa kecilnya yang hidup dengan ayahnya yang petani. Sang ayah tidak pernah menyuruh si  anak membantunya di sawah. Sang ayah hanya mengajaknya melihat dirinya mengerjakan lahan.

Satu hal yang tak pernah alpa dari pengamatan si anak, bahwa di samping cangkul besar selalu ada cangkul kecil. Si bapak pun tidak pernah memaksa si anak untuk membantunya menyirami tanaman. Tapi, hal lain yang tak pernah luput dari ingatan si bocah, bahwa di samping alat penyiraman besar selalu ada alat penyiraman kecil.

Si anak yang diproyeksikan sebagai akademisi ini akhirnya mau tidak mau turun tangan juga membantu orangtuanya. Entah digerakkan oleh empati, mungkin juga oleh keinginan untuk coba-coba. Yang pasti, si ayah telah berhasil menanamkan sebuah nilai melalui teaching by doing, mengajar dengan memberi contoh sekaligus menyediakan penunjangnya, tanpa pernah menyuruh. Ketika si anak telah menjadi seorang guru, ajaran sang ayah tampak padanya.

Lain lagi cerita teman sejawat saya yang lain. Ia yang hobi berkebun menuturkan kisah diri dan keluarganya yang merantau ke pulau seberang. Ia menceritakan bahwa dalam kultur perantau Jawa yang menetap di Sumatra, anak-anak seusia SMP sudah diajari bertani dengan serius. Maka tak heran, tuturnya, ketika menginjak usia SMA, mereka sudah bisa mandiri.

Masih terngiang dalam ingatan bagaimana bulek "menggiring" kami, para keponakan yang masih kecil untuk dadak, istilah kami untuk menyiangi gulma atau tanaman pengganggu. Sangat sederhana. Tinggal turun ke sawah untuk menyiangi vegetasi tak diundang  tersebut. Cukup cabut dan lempar "penduduk gelap" tadi dari jajaran tanaman budidaya. Sehat, menyenangkan, bisa lempar-lemparan lumpur terus mandi di sungai, anggap saja out bound alami gratis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun