Tekad untuk berkebun kadang tak terbendung. Sayang, kedalaman niat tak jarang terkendala oleh kedangkalan ilmu. Namun, tak perlu panik dan putus harapan. Merangkul tenaga ahli untuk diajak bekerja sama mengelola lahan sehingga bernilai komersial adalah solusi jitu. Bagi Anda yang memang ingin bertani, atau belajar bercocok tanam dengan hasil yang baik, tentu keberadaan seorang mentor mutlak adanya. Anda bisa saja mempelajarinya dari situs yang bertebaran di internet, atau buku-buku dan majalah panduan pertanian, tapi hasilnya juga tidak akan maksimal. Sebab, pertanian adalah ilmu terapan yang kadang tidak betul-betul sama dengan teori. Maka, carilah mentor yang memang ahli di bidangnya dan asyik dalam penyampaiannya.
Kabar gembiranya, beberapa pembenih bahkan siap mengadakan pendampingan hingga panen. Pucuk di cinta, ulam pun tiba. Ternyata hal seperti ini juga berlaku pada beberapa bidang. Di antaranya adalah kursus tulis-menulis, kursus bahasa, dan sebagainya. Paket belajar kemahiran teori dan praktik sampai bisa.
Dalam bait syairnya, Imam Asy-Syafi'i  memberikan enam kunci keberhasilan menuntut ilmu yang salah satunya adalah pendampingan seorang guru. Ia mengatakan,
"Saudara, kau takkan meraih ilmu, kecuali dengan enam perkara,
Akan kukabarkan padamu perinciannya dengan gamblang,
Kecerdasan, semangat, kesungguhan, modal,
Pendampingan seorang guru, dan waktu yang panjang" (Shaid Al Afkar di Al Adab wa Al Akhlak wa Al Hikam, 1/22).
Tiada beda dengan pertanian duniawi yang membutuhkan panduan seorang ahli, begitu juga pertanian ukhrawi. Bahkan lebih penting lagi. Seorang yang sakit yang memilih pergi ke dokter untuk mengharapkan kesembuhan dan menjadikan mereka rujukan dalam hal kesehatan adalah laku bijaksana. Dokter tak kalah semangatnya menunjukkan profesionalismenya. Di depan rumahnya, di samping memasang jam praktik, ia juga memasang nama lengkap dengan gelar dan Surat Izin Praktik (SIP). Para pengusaha yang memiliki omzet tinggi dan banyak karyawan diundang untuk berbagi ilmu tentang entrepreneurship. Sayang, untuk urusan akhirat terkadang terjadi ketimpangan. Kalau kita mengimani bahwa akhirat lebih utama, lebih kekal, dan lebih baik, tentu perlakuan terhadapnya lebih hati-hati daripada perhatian terhadap dunia yang temporal ini.
Untuk urusan ini, ternyata tidak sedikit orang tua yang asal dalam memilihkan guru ngaji, yang penting anak bisa membunyikan lafaz Arab Kitabullah itu, bagaimana pun bunyinya. Untuk urusan ibadah, ada yang tak mau ambil pusing. Kalau mau, ya dilakukan, kalau tidak mood, ya tinggalin aja. Kalau dirasa agak membingungkan sedikit, ia cukup meninggalkan begitu saja. Atau, ikuti saja tata cara tokoh yang terpandang di situ, padahal ia tahu, bahwa dia yang telah beranjak tua itu tidak memiliki kapasitas agama apapun, kecuali meneruskan kebiasaan generasi sebelumnya yang ia juga tahu bahwa keadaannya tidak jauh berbeda dengan penerusnya ini.
Itulah problematika umat kita. Orang-orang yang mengaku menjunjung profesionalisme dalam dunia kerja, ternyata amatir dalam urusan akhirat. Asal dilakukan, dengan sikap alpa terhadap kualitas dan status amalan ukhrawinya.