Mohon tunggu...
Tata Tambi
Tata Tambi Mohon Tunggu... Guru - mengajar, menulis, mengharap rida Ilahi

Belajar menulis. Semoga bermanfaat dunia dan akhirat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pohon Wingit (Petani 2 Negeri #14 dari 60)

11 September 2024   05:31 Diperbarui: 11 September 2024   09:35 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://berita.99.co/pohon-angker-di-rumah

Saya lebih suka mengatakannya pohon wingit, alias angker bin serem, daripada menyebutnya sebagai pohon bertuah, apalagi keramat. Pasalnya, bertuah artinya mengandung berkah. Sedangkan keramat berasal dari karamah yang berarti kemuliaan. Di sisi lain, menentukan objek tertentu mengandung berkah atau karamah, memerlukan dalil. Padahal, mengagungkan pohon-pohon dengan cara disuguhi sesajen atau diperlakukan terhormat itu sama sekali tidak ada tuntunannya, bahkan bertolak belakang dengan nilai-nilai pengesaan Allah, Sang Tunggal Yang Maha Pencipta.

Di antaranya adalah mitos dan kepercayaan tentang pohon beringin raksasa atau batu besar. Pohon kesyirikan, seperti juga batu dan benda alam lainnya, adalah pohon beracun. Siapa yang berhasil menebangnya, berarti telah menyehatkan alam sekitar. Siapa yang menggantinya dengan pohon tauhid, berarti telah menyemaikan pohon besar yang akan merindangi siapa saja yang berteduh di bawahnya.

"Tidak lama setelah meninggalkan kekufuran," tutur Abu Waqid Al-Laitsi, "kami keluar bersama Rasulullah ke Hunain. Saat itu orang-orang musyrik memiliki pohon bidara yang biasa mereka kerumuni. Mereka juga menggantungkan senjata-senjata mereka (untuk mendapatkan keberkahan). Pohon itu dinamakan Dzatu Anwath." Ia pun melanjutkan. "Kami pun melewati pohon bidara tersebut. Kami katakan, 'Wahai Rasulullah, buatkanlah kami Dzatu Anwath Sebagaimana mereka juga memiliki Dzatu Anwath'." Rasulullah lantas mengatakan, "Allahu Akbar! Ini adalah perbuatan orang terdahulu. Demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, kalian mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh Banu Isra'il,'Buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala)'." Musa menjawab,"Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)" (QS Al Araf: 138). "Sungguh kalian akan mengikuti sunnah orang sebelum kalian," (HR Ahmad:21.900).

Ibnu Taimiyah mengatakan, "Umar memerintahkan agar menebang pohon yang dianggap sebagai pohon yang di bawahnya pernah diadakan Baiat Ar-Ridhwan ketika orang-orang sering mendatanginya dan salat di dekatnya, seolah-olah itu Masjidil Haram atau Masjid Nabawi," (Iqtidha' Ash-Shirat Al Mustaqim, 2/144).

Ibnu Hajar menyebutkan sebuah riwayat bahwa sebelum menebangnya, Umar sempat mengancam orang-orang yang salat di bawah pohon tersebut, (Fath Al Bari, 7/448).

Ibnu Wadhah pernah mendengar Isa bin Yunus menuturkan bahwa Umar memerintahkan memotong pohon yang dibuat tempat salat tersebut karena khawatir terjadi fitnah (Taisir Al Aziz Al Hamid), sekaligus sebagai peringatan atas apa yang pernah diwanti-wanti Nabi akan perbuatan menyerupai orang-orang musyrik (Fathullah Al  Hamid Al Majid).

Dalam Kitab Talbis Iblis, Ibnu Al Jauzi meriwayatkan kisah yang dituturkan oleh Al Hasan Al Basri. Katanya, terdapat sebuah pohon yang disembah, selain Allah. Lalu, seorang pria hendak mendatanginya. "Akan kutebang pohon ini," gumamnya. Dilandasi kemarahan karena Allah telah dipersekutukan, dia datang untuk menebangnya. Lalu, datanglah setan yang berwujud manusia menemuinya.

"Mau apakah kau?"

"Aku ingin menebang pohon ini. Pohon yang disembah selain Allah."

"Kalau kau enggan menyembahnya, lalu apa rugimu jika orang-orang menyembahnya?"

"Aku akan menebangnya sebagai pembelaanku terhadap Allah."

Merekapun berkelahi, bergumul, dan bergulat. Si pria berhasil mengalahkan setan dan menjatuhkannya.

"Maukah kau sesuatu yang lebih baik untukmu?" tawar setan.

"Adakah yang lebih baik bagiku daripada menebang pohon ini?"

"Jangan kau tebang, nanti kau akan menerima 2 dinar setiap kali kau bangun pagi. Kau akan menemukannya di sisi bantalmu."

"Siapa yang menjamin hal itu akan terjadi?"

"Akulah yang menjamin."

Si pria pun pulang ke rumahnya. Di pagi hari, ia dapatkan 2 dinar di sisi bantalnya. Ia pun bergembira. Pada hari kedua, ia tidak menemukan apa-apa di sisi bantalnya.

Dengan penuh amarah, si pria bangkit hendak menebang pohon tersebut. Setan yang menyamar sebagai manusia lantas menemuinya.

"Apa maumu?" tanya setan.

"Aku ingin menebang pohon ini. Pohon yang disembah selain Allah."

"Kau salah, wahai pria. Kau takkan bisa melakukannya".

Si pria terus berjalan hendak menebang pohon tersebut. Ia lantas berkelahi dan bergumul dengan setan itu. Setan berhasil menaklukkan si pria dan menundukkannya di atas tanah. Ia mencekiknya hingga nyaris membunuhnya.

"Tahukah kau siapa aku?" tanya setan.

"Tidak."

"Aku adalah setan," jawabnya. "Pertama kali kau datang, kau marah karena Allah sehingga aku tidak punya kekuatan menghentikanmu. Kau lantas kuperdayai dengan 2 dinar dan kau pun mengurungkan niat menebang pohon itu. Hari ini, ketika kau datang dengan kemarahan oleh sebab 2 dinar itu, aku berhasil mengalahkanmu" (Talbis Iblis, 1/30--31).

Ada mekanisme yang harus diperhatikan di sini agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat. Yakni, pelaku pengingkaran ini haruslah pihak yang berwenang, yaitu pemerintah. Lain lagi bila objek tersebut berada di wilayah pribadi kita. Inilah yang harusnya dilakukan pemerintah, menjaga keselamatan akidah warga.

Namun, akan lebih baik bila kemungkaran itu diatasi sendiri oleh mantan pelakunya, bekas pemujanya, setelah disadarkan dan diberi pencerahan atau perbuatannya yang menodai tauhid. Sebagaimana terjadi pada peristiwa Fathu Makkah, saat berhala-berhala di sekitar Ka'bah yang berjumlah 360 dihancurkan oleh bekas penyembahnya, kaum muslimin yang hanif. Beberapa berhala yang dulu diagung-agungkan penduduknya juga menemui nasib yang sama, luluh lantak oleh tangan mantan pengkultusnya.

Tentu saja melalui pemahaman akidah yang benar dan cara beribadah yang lurus. Melalui pendekatan religi, logika, dan sosial.

Mendakwahi masyarakat dengan prioritas tauhid, sebagaimana dipelopori para nabi, merupakan tugas besar kita. Membebaskan masyarakat dari keyakinan animisme, dinamisme, panteisme, paganisme, klenik, dan takhayul adalah gerakan pencerdasan yang membutuhkan waktu panjang. Perlu perjuangan yang gigih.

Itulah upaya menyelamatkan kepercayaan manusia. Memotong pohon yang katanya keramat, yang membahayakan masyarakat. Menebang pohon wingit dan menggantinya dengan pohon tauhid. (Serial Petani 2 Negeri, Karya Hayik El Bahja, #15 dari 60)    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun