Teman saya seorang pemuda berayah Betawi dan beribu Jawa, pernah menuturkan kekaguman mbahnya terhadap dirinya. Ceritanya, ketika sowan ke Jawa, ia membantu neneknya yang seorang petani, menyebar benih. Setelah pulang ke Jakarta, beberapa waktu kemudian, neneknya menuturkan bahwa tanaman sang cucu tumbuh subur, tidak seperti tanaman yang ditanamnya sendiri, kering dan mati. Katanya "Wong Jakarta sakti-sakti, yo?" Teman saya hanya nyengir sambil menjawab, "Gimane kagak idup, wong nanemnya sambil baca solawat".
Setahu penulis, tidak ada doa khusus ketika hendak bertanam. Cerita di atas menunjukkan bahwa teman saya bertanam sambil berzikir untuk mengisi kekosongan. Pilihan zikir dia adalah selawat. (Serial Buku Petani 2 Negeri, Karya Hayik El Bahja, #13 dari 60).