Australia dalam konflik Israel-Palestina dipengaruhi oleh hubungan sejarah, politik domestik, dan pertimbangan hubungan internasional. Berdasarkan sejarah, Australia merupakan pendukung kuat Israel sejak dukungannya terhadap United Nations Partition Plan for Palestina pada tahun 1947 (Rubenstein & Fleischer, 2007). Dukungan ini diperkuat oleh hubungan strategis dan keamanan, serta lobi kuat dari komunitas Yahudi di Australia. Namun dalam beberapa tahun terakhir, khususnya saat konflik Israel-Palestina kembali menyeruak pada tahun 2023, kebijakan Australia lebih seimbang. Australia menyatakan posisi resminya untuk mendukung solusi dua negara dalam konflik Israel- Palestina. Dalam hal ini, Australia mengakui hak Israel untuk hidup dalam keamanan dan hak Palestina untuk menjadi negara merdeka.Â
DukunganAustralia secara konsisten mendukung hak Israel untuk membela diri, terutama terkait ancaman dari kelompok seperti Hamas. Dukungan ini mencerminkan hubungan kuat antara kedua negara yang didorong oleh kepentingan bersama dalam bidang keamanan, termasuk kerja sama dalam menghadapi terorisme. Australia juga sering membela Israel di forum internasional seperti PBB dan menentang resolusi yang dianggap berat sebelah. Meskipun demikian, Australia mendukung hak Palestina untuk memiliki negara merdeka dan menekankan penyelesaian damai melalui negosiasi langsung. Selain itu, Australia memberikan bantuan kemanusiaan kepada Palestina melalui organisasi internasional (Purba, 2024).
Posisi Australia dalam konflik Israel-Palestina dapat dikatakan bersifat netral yang mendukung perdamaian dengan tujuan untuk menjaga hubungan yang baik dengan kedua belah pihak dan memfasilitasi dialog yang konstruktif. Kebijakan luar negeri Australia terhadap Israel dan Palestina sering dipengaruhi oleh dinamika politik domestik, dimana partai politik yang berkuasa, seperti Partai Liberal yang lebih condong pro-Israel dan Partai Buruh yang lebih mendukung hak Palestina dapat memengaruhi arah kebijakan. Selain itu, tekanan dari komunitas internasional dan pengaruh komunitas diaspora Yahudi dan Muslim di Australia juga berperan penting dalam pembentukan kebijakan tersebut (The Times of Israel, 2024).Â
Australia untuk pertama kalinya dalam dua dekade mendukung resolusi PBB yang mengakui kedaulatan Palestina atas sumber daya alamnya, bergabung dengan 158 negara lain. Langkah ini mencerminkan ketidakpuasan global terhadap perluasan pemukiman Israel dan kekerasan terhadap warga Palestina. Menteri Luar Negeri Penny Wong menyebut kebijakan Israel merusak stabilitas kawasan. Pernyataan tersebut tetap diiringi dengan posisi Australia yang menyerukan negosiasi untuk isu final seperti batas wilayah dan Yerusalem. Meskipun signifikan, perubahan ini tidak diperkirakan merusak hubungan Australia dengan Israel atau Amerika Serikat (Miller & Ryan, 2024)
Hubungan Dagang dengan Negara Timur Tengah
Hubungan dagang antara Australia dan negara-negara Timur Tengah telah berkembang secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini mencakup berbagai sektor seperti perdagangan barang, investasi, pendidikan, dan pertahanan. Australia memperkuat hubungan perdagangan dan investasi dengan negara-negara Gulf Cooperation Council (GCC), seperti Arab Saudi, Kuwait, Qatar, dan Uni Emirat Arab (UEA). Komisi Dagang Australia (Austrade) mempromosikan perdagangan dan investasi di kawasan ini dengan fokus pada pembangunan berkelanjutan, diversifikasi ekonomi, dan peningkatan sumber daya manusia (Jaramaya, 2015). Sektor-sektor utama yang menjadi perhatian mencakup pendidikan, pelatihan kejuruan, dan kesehatan. Di sektor pendidikan, terdapat sekitar 10.000 mahasiswa dari Timur Tengah yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi Australia. Di sektor pangan, Australia melakukan ekspor ke Arab Saudi mencapai 2,24 miliar dolar AS dengan komoditas utama seperti gandum dan daging sapi. Hubungan dagang dengan UEA juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Di sektor perdagangan non-migas antara UEA dan Australia meningkat menjadi sekitar 4,5 miliar dolar AS dengan tingkat pertumbuhan sekitar 28,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya (Emirates News Agency, 2023).
Selain perdagangan barang, Australia juga terlibat dalam ekspor peralatan militer ke negara-negara Timur Tengah. Pemerintah Australia telah menyetujui ekspor sejumlah barang militer ke kawasan tersebut, meskipun rincian kesepakatan ini sering kali dirahasiakan. Namun, hubungan dagang dan kerja sama ini tidak terlepas dari dinamika politik. Keputusan politik tertentu, seperti rencana Australia untuk memindahkan kedutaan besarnya di Israel ke Yerusalem pada tahun 2018 dapat mempengaruhi hubungan dagangnya dengan negara-negara Timur Tengah. Langkah tersebut memunculkan kekhawatiran akan dampak negatif terhadap hubungan perdagangan dan bisnis Australia dengan dunia Arab dan Muslim, karena isu ini sangat sensitif secara geopolitik (CNN Indonesia, 2018). Hubungan dagang antara Australia dan negara-negara Timur Tengah terus berkembang, mencakup berbagai sektor strategis seperti perdagangan, investasi, pendidikan, dan pertahanan. Meski demikian, stabilitas hubungan ini tetap bergantung pada dinamika politik dan diplomasi. Oleh karena itu, penting bagi Australia untuk mempertimbangkan setiap implikasi diplomatik dari kebijakan luar negerinya agar hubungan ini tetap kuat dan menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Pengaruh terhadap Reputasi Internasional
Dukungan Australia terhadap Palestina memiliki dampak yang kompleks terhadap reputasi internasional, politik domestik, dan hubungan bisnisnya. Secara global, dukungan semacam ini dapat memperkuat citra Australia sebagai negara yang mendukung keadilan dan hak asasi manusia, terutama di kalangan negara-negara berkembang atau mayoritas Muslim. Pengakuan terhadap Palestina dianggap sebagai langkah untuk mendorong solusi damai dalam konflik yang telah berlangsung lama antara Palestina dan Israel. Hal ini juga dapat memberikan Australia posisi yang lebih dihormati di forum internasional, termasuk organisasi seperti PBB dan negara-negara dalam Organization of Islamic Cooperation (Schaer, 2024).
Namun, langkah tersebut dapat menimbulkan konsekuensi negatif terutama dalam hubungan dengan sekutu tradisional seperti Israel dan Amerika Serikat. Dukungan terhadap Palestina dapat memicu ketegangan diplomatik yang berpotensi mempengaruhi aliansi strategis di bidang pertahanan dan keamanan. Dalam dunia bisnis, dukungan ini dapat membuka peluang baru di Timur Tengah terutama dengan negara-negara yang mendukung Palestina, tetapi juga berisiko menciptakan hambatan. Misalnya, tekanan atau boikot dari pihak yang mendukung Israel dapat mempengaruhi sektor tertentu, seperti teknologi dan perdagangan senjata, yang memiliki hubungan erat dengan Israel. Selain itu, keputusan politik ini dapat berdampak pada stabilitas dalam negeri, memicu perdebatan publik antara berbagai kelompok yang memiliki pandangan berbeda mengenai konflik Palestina-Israel (Schaer, 2024). Meskipun, dukungan Australia terhadap Palestina dapat meningkatkan citranya sebagai negara yang peduli terhadap perdamaian global, keputusan ini harus dikelola dengan hati-hati agar tidak merusak hubungan strategis jangka panjang dan kepentingan ekonominya. Pendekatan yang seimbang diperlukan untuk memastikan bahwa Australia tetap dapat memainkan peran positif dalam isu internasional ini tanpa mengorbankan kepentingan nasionalnya
Kesimpulan