Mohon tunggu...
Tasya Monica Pasaribu
Tasya Monica Pasaribu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Political Science Student University of Indonesia

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengaruh Referendum Brexit terhadap Dinamika Politik Inggris

18 Februari 2024   22:32 Diperbarui: 18 Februari 2024   22:35 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ABSTRAK

Pada 23 Juni 2016, merupakan hari dimana Inggris menyatakan untuk keluar dari Uni Eropa. Fenomena tersebut tertulis dalam Referendum Brexit yang merupakan kombinasi dari “Britain” dan “exit”. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh Britania Exit (Brexit) terhadap sistem politik Inggris. Hasil referendum yang merupakan suara mayoritas yang berbeda tipis sebanyak 51% mendorong Inggris keluar dari Uni Eropa. Inggris yang merupakan salah satu kekuatan dan berkontribusi besar bagi Uni Eropa kini telah memisahkan dirinya. Fenomena ini tentunya memberikan banyak dampak bagi Inggris terutama pada bidang politiknya. Pemicu diwujudkannya Brexit sebagian besar karena pengaruhnya pada politik Inggris saat itu. Mulai dari masalah birokrasi, tingginya tingkat imigran di Inggris, masalah keamanan dan ketentraman, menjadi pendorong diberlakukannya Brexit. Pemikiran skeptis Inggris yang menilai Uni Eropa hanya membatasinya dengan berbagai aturan dan akan merugikan Inggris, nyatanya hanya menghasilkan penyesalan. Masyarakat menilai harapan yang diberikan setelah Brexit hanyalah janj-janji yang belum dapat diwujudkan hingga sekarang. Masyarakat mengungkapkan keluh kesahnya dan menyalahkan pemerintah yang kurang sigap dan tanggap dalam mengatasi dampak Brexit. Tulisan ini dianalisis dengan menggunakan teori neorealisme dan konsep kepentingan nasional. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian kualitatif. Data yang digunakan berasal dari sumber data sekunder yang didapatkan dari jurnal, artikel, berita online, buku, dan sumber-sumber tertulis lainnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research) dengan teknik analisis data yang dimulai dari reduksi data, penyajian data, hingga penarikan kesimpulan. Hasil referendum Brexit merupakan keinginan Inggris untuk menjadi negara independen terlepas dari dampak yang diterima. 

Kata kunci: brexit; Inggris; politik

PENDAHULUAN

Berita keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa merupakan suatu tonggak sejarah bagi masyarakat Inggris bahkan sejarah Eropa. Pernyataan keluarnya Inggris yang terjadi pada tanggal 23 Juni 2016 melalui referendum mengenai status keanggotaannya di Uni Eropa sontak menjadi perhatian seluruh media. Bagaimana tidak, Inggris telah menjadi anggota Uni Eropa selama 43 tahun lamanya sejak 1 Januari 1973 sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar. Fenomena Brexit ini tentunya mengundang perbedaan pendapat dari masyarakat Inggris. Pilihan terkait posisi keanggotaan Inggris dalam Uni Eropa terbelah menjadi dua yakni pro dan kontra atas referendum tersebut (Hayes, 2021). 

Keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa yang menjadi persitiwa bersejarah ini tentunya terjadi bukan tanpa alasan. Alasan utama tercapainya Brexit disebabkan oleh berbagai regulasi yang terbentuk dalam Uni Eropa. Mulai dari aspek ekonomi yang menanyakan tentang kesejahteraan ekonomi masyarakat, lalu ide penghematan anggaran iuran Uni Eropa yang akan diahlikan untuk biaya kesehatan nasional Inggris (Stefanie, 2022). Kebijakan seperti pasar tunggal Eropa terkait dengan penggunaan mata uang tunggal yakni Euro yang nantinya akan dipakai semua negara anggota. Serta kebijakan terkait imigran yaitu Freedom of Movement (Stefanie, 2022). Kebijakan tersebut mewajibkan Inggris untuk membuka perbatasan keamanan negara dan imigran dapat dengan bebas masuk serta menetap di negaranya. Hal tersebut tidak dapat diterima Inggrip karena dianggap dapat mengancam keberadaan masyarakat asli Inggris. Selain itu, keinginan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa didukung oleh kelompok masyarakat yang merasa bahwa Uni Eropa telah melanggar kedaulatan Inggris dalam berbagai aspek kehidupan mereka (Stefanie, 2022). Perbedaan pendapat yang sering terjadi antara Inggris dengan Uni Eropa mengenai regulasi yang dibuat untuk mencapai adanya kesetaraan bagi negara-negara anggota Uni Eropa juga makin mendorong tercapainya Brexit. Inggris dengan tegas ingin menekankan batas-batas dalam wilayahnya. Hal tersebut menyebabkan terjadinya banyak pergesekan pendapat antara Inggris dan Uni Eropa. 

Hasil pemilihan masyarakat Inggris yang melakukan referendum untuk memutuskan posisi keanggotaan nya dalam Uni Eropa terbelah menjadi dua. Masyarakat Inggris yang memilih untuk meninggalkan Uni Eropa berjumlah sebanyak 51,9% suara, sedangkan masyarakat Inggris yang memilih untuk tetap tinggal dalam Uni Eropa menghasilkan sebanyak 48,1% suara. Jumlah suara tersebut merupakan hasil referendum yang diikuti oleh 30 juta pemilih yang merupakan 71,8% penduduk yang memiliki hak pilih. Dengan jumlah suara tersebut dan disertai evaluasi serta peninjauan kembali, akhirnya Inggris resmi keluar dari Uni Eropa pada tanggal 31 Januari 2020. Keluarnya Inggris dari Uni Eropa menandakan beralihnya regulasi pengganti untuk perjalanan, perdagangan, imigrasi, dan kerja sama keamanan di Inggris.

LANDASAN TEORI

Penulis melalui pembahasan landasan teori berusaha untuk menjelaskan paradigma teori yang terkait dengan topik makalah ini. Penulis menggunakan teori neorealisme sebagai dasar penyusunan hipotesis penelitian yang dapat membantu dalam proses penelitian makalah ini. Penggunaan teori neorealisme diharapkan dapat menjelaskan perspektif, konsep, analisa, dan teori yang relevan dengan topik pengaruh referendum Brexit terhadap dinamika politik Inggris. 

Teori neorealisme adalah teori yang berfokus pada struktur sistem internasional dan pengaruhnya terhadap perilaku suatu negara. Menurut neorealisme, sistem internasional yang anarkis dapat menjelaskan perilaku akumulasi power oleh suatu negara. Teori neorealisme ditemukan oleh Kenneth Waltz seorang ilmuwan politik yang berasal dari Amerika. Teori neorealisme menurut Waltz memberikan gambaran mengenai pandangan power sebagai sarana untuk mencapai tujuan negara atau kepentingan negara yaitu, keamanan, dan kelangsungan hidup negara. Kelompok neorealisme menggangap kerja sama dapat terwujud dengan melihat tingkat kepentingan akan power suatu negara (Pradana, 2022).

Teori neorealisme memandang setiap negara sama dalam konteks budaya, ideologi, dan konstitusinya, tetapi berbeda kapabilitas power yang dimiliki setiap negaranya (Suryanti, 2021). Makna power dalam teori neorealisme adalah sebagai aspek material. Menurut kaum neorealisme, terwujudnya keamanan nasional merupakan tujuan akhir dari semua negara. Power digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan dan cita-cita negara yaitu keamanan nasional serta keberlangsungan hidup negara (Pradana, 2022).

Teori neorealisme dibagi menjadi dua yaitu neorealisme defensif dan neorealisme ofensif. Menurut neorealisme defensif, tidak perlu untuk meningkatkan power yang berlebih untuk mencapai tujuan utama negara karena power yang berlebihan malah dapat berpotensi menghalangi tujuan utama tersebut. Dibutuhkan balancing yang baik dalam suatu negara untuk mengakumulasikan power. Berbeda dengan neorealisme ofensif, teori ini menganggap bahwa meningkatkan power secara maksimal merupakan strategi yang bagus dalam mencapai tujuan utama negara. Semakin besar power yang dimiliki akan semakin kecil kemungkinan tujuan utama negara terhalangi atau terancam (Suryanti, 2021).

Konsep yang digunakan penulis dalam penyusunan penelitian ini adalah konsep kepentingan nasional. Kepentingan nasional hadir sebagai tujuan awal dari kebijakan luar negeri. Menurut Luke Glanville, pencapaian kepentingan nasional merupakan hal yang normatif dan kaitannya dengan keputusan kebijakan luar negeri sering dianggap bisa membebaskan dari pemeriksaan moral (Kurniawati, 2022). Kepentingan nasional tidak memiliki definisi pasti karena setiap ahli memiliki pemahamannya sendiri akan hal tersebut. Namun, kepentingan nasional dapat disimpulkan sebagai tujuan untuk mencapai kesejahteraan pemerintah nasional pada tingkat internasional, seperti penjagaan kemerdekaan politik dan integritas teritorial.

Kepentingan nasional didasari oleh dua nilai yaitu rasionalitas dan moralitas. Nilai rasional dapat diartikan sebagai perilaku yang sesuai dengan target yang ditetapkan dalam konteks situasi tertentu. Tindakan yang berdasarkan rasionalitas terkadang dianggap tidak bermoral. Maka dari itu, rasionalitas membutuhkan moralitas, dalam konteks ini kepentingan nasional juga dijalankan berdasarkan dengan moral-moral yang berlaku di dalam masyarakat (Bainus. dkk, 2018).

METODE PENELITIAN

Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dalam makalah ini. Metode penelitian deskriptif kualitatif dapat membantu penulis dalam memandu penelitian untuk mengeksplorasi penelitian secara menyeluruh, luas, dan mendalam. Penggunaan metode ini dipilih penulis karena sesuai dengan fenomena sosial yang terkait dengan topik makalah ini. Adapun tahap pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data yang berasal dari sumber data sekunder. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari jurnal, artikel, berita online, buku, dan sumber-sumber tertulis lainnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research). Proses teknik analisis data dimulai dari reduksi data, penyajian data, hingga penarikan kesimpulan.

PEMBAHASAN 

Dampak Brexit Terhadap Aspek Ekonomi dan Politik Inggris  

Keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa merupakan langkah besar yang sangat berpengaruh pada kelangsungan kehidupan masyarakat di Inggris. Konsekuensi yang berat harus bisa diterima oleh Inggris dan Uni Eropa sendiri. Hasil suara mayoritas dengan mendukung keputusan keluarnya Inggris dari Uni Eropa diharapkan dapat mencapai cita-cita Inggris untuk mengatur sendiri kebijakan nasionalnya mengenai ekonomi, politik, dan memiliki kontrol atas imigrasi. 

Dampak Terhadap Perekonomian

Uni Eropa merupakan organisasi regional yang mencakup beberapa anggota negara di Eropa yang bergerak di bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya. Namun, fokus awal dari berdirinya organisasi ini adalah pemerataan ekonomi antar negara anggota. Dengan keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa, hal tersebut menandakan akan sangat berdampak pada perekonomian Inggris. Dampak yang mempengaruhi ekonomi Inggris terdiri dari bidang perdagangan, investasi asing, jumlah pekerja, produktivitas dan nilai mata uang, dampak-dampak tersebut diperkirakan akan terjadi dalam jangka panjang. Menurut beberapa analis penelitian, Brexit akan mengurangi pertumbuhan ekonomi Inggris karena Inggris harus menjaga jarak dengan integrasi dan kerja sama dengan negara tetangganya (Anshari, 2020).

 Di bidang perdagangan, terdapat beberapa hambatan yang dapat mempengaruhi tingkat perdagangan Inggris. Tarif pajak atas barang impor Inggris yang ditentukan oleh pemerintah negara lain tentunya akan berdampak pada meningkatnya biaya barang Inggris yang dibeli dari luar negeri. Adanya hambatan non-tarif yang mencakup kebijakan pemerintah terkait dengan persyaratan dalam proses pengelolaan produk, baik dari standar produksi hingga kualifikasi profesional para pekerja. Serta diberlakukannya biaya transportasi yang dapat meningkatkan biaya perdagangan dengan negara lain (Anshari, 2020).

Sebagai anggota Uni Eropa, Inggris memiliki tiga keuntungan mengenai investasi asing. Pertama, adanya gerakan modal bebas yang dapat memudahkan investor dari negara anggota Uni Eropa lainnya untuk berinvestasi di Inggris. Kedua, Inggris dapat memperoleh keuntungan dan menikmati perdagangan persaingan sehat di Uni Eropa dengan berada di pasar tunggal Uni Eropa. Ketiga, Inggris mendapat perhatian besar dari perusahaan multinasional yang memiliki rantai pasokan kompleks atau jaringan anak perusahaan di seluruh berbagai negara dalam blok. Keluarnya Inggris dari Uni Eropa menyebabkan kehilangan tiga keuntungan besar tersebut (Anshari, 2020). 

Brexit menyebabkan nilai mata uang Inggris mengapung bebas terhadap negara lain. Hal ini dapat mengukur kekuatan dan stabilitas ekonomi Inggris setelah Brexit. Penyusutan Poundsterling dapat menyebabkan naiknya harga impor terutama untuk produk-produk jenis makanan yang bersumber dari luar negeri. Brexit juga menyebabkan inflasi mata uang Poundsterling. Dalam keadaan terburuk dengan melihat berbagai hal tersebut, Inggris dapat dijauhkan dan terputus hubungannya dengan negara-negara di dunia (Anshari, 2020).   

Dampak Terhadap Politik

Referendum Brexit berefek pada pengubahan regulasi dan kebijakan luar negeri Inggris. Pengubahan kebijakan luar negeri dalam konteks politik domestik harus dilakukan sebagai usaha dalam mempertahankan kekuatan politik di Inggris (Febrian. dkk, 2018). Kebijakan yang mengatur tentang imigran banyak mengalami perubahan. Kebijakan tersebut antara lain, persyaratan khusus dibutuhkannya visa bagi setiap warga dari Inggris yang ingin tinggal di sebagian besar wilayah Uni Eropa selama lebih dari 90 hari dalam jangka waktu 180 hari. Lalu, warga negara Uni Eropa yang ingin pindah ke Inggris (kecuali yang berasal dari Irlandia) akan dihadapkan sistem berbasis poin yang sama dengan orang-orang di tempat lain di dunia (Redaksi, 2020). 

Terkait dengan hukum, terdapat perubahan dalam bidang yudikatif di Inggris. Setelah Brexit, Pengadilan Eropa (European Court of Justice) tidak memiliki wewenang lagi untuk memutuskan sengketa antara Inggris dan Uni Eropa. Selain itu, Kepolisian Inggris juga sudah tidak memiliki wewenang atas hak untuk mengakses sistem data di seluruh negara Uni Eropa yang berisi catatan kriminal, sidik jari, dan buronan (Sebayang, 2018). Mengenai bea cukai, perusahaan-perusahaan Inggris yang mengekspor barang-barang ke Eropa diwajibkan untuk mengisi atau membuat pernyataan tentang bea cukai. Terutama pebisnis dari Inggris, Skotlandia, dan Wales, mereka membutuhkan dokumen yang lebih banyak saat berurusan dengan negara Uni Eropa. Hal ini dilakukan untuk mengikuti prosedur bea cukai yang baru dimana prosesnya dilakukan secara bertahap dan lebih ketat (Sebayang, 2018). Penetapan perbatasan garis-garis wilayah juga dilakukan sebagai bentuk putusnya kerja sama dengan Uni Eropa. 

Kondisi Politik Inggris Setelah Brexit

Tanggal 31 Januari 2020 menandakan momen resmi keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Setelah resmi keluar, Inggris mengalami masa transisi ke dalam hal yang baru. Sebelum resmi keluar dari Uni Eropa, Inggris menandatangi sebuah kesepakatan dengan Uni Eropa. Kesepakatan tersebut berisi tentang Perjanjian Kerja Sama dan Perdagangan khusus antara Inggris dan Uni Eropa atau UK-EU Trade and Cooperation Agreement (TCA). Perjanjian kesepakatan tersebut ditandatangani oleh Perdana Menteri saat itu yakni Boris Johnson. Isi detail perjanjian kesepakatan tersebut meliputi penampang perdagangan, penegakan hukum, dan penyelesaian konflik di antara kesepakatan yang akan memisahkan pasar Inggris Raya dan Eropa mulai 31 Desember 2020. Penandatangan surat perjanjian kesepakatan antara Inggris dan Uni Eropa diharapkan menjadi titik awal terciptanya hubungan yang indah sebagai mitra dan negara sahabat (BBC, 2021). 

Terjadinya Brexit merupakan lambang yang dapat menentukan kelangsungan hidup masyarakat Inggris karena dalam prosesnya suara rakyat digunakan sebagai determinan utama mengenai posisi Inggris dalam Uni Eropa, remain or leave. Mayoritas suara rakyat yang setuju dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa menjadi tanda terwujudnya Brexit. Pertanyaan yang menjadi fokus saat ini, apakah Brexit menguntungkan Inggris? Pertanyaan tersebut cukup sulit dijawab saat ini karena mengingat waktu yang belum terlalu lama resminya Inggris keluar dari Uni Eropa. Namun, sudah cukup terlihat dari angka-angka perekonomian Inggris yang kian hari makin menurun terutama di bidang ekspor dan impor. Berjalannya TCA justru menyebabkan kondisi Inggris dan Uni Eropa sama-sama dirugikan tetapi Inggris dapat dikatakan sebagai pihak yang paling berdampak (Fahira, 2022). 

Menurut analisis dari London School of Economics and Political Science (LSE) yang juga didukung oleh sebuah penelitian dari Universitas Sussex, Inggris, TCA berdampak pada penurunan ekspor Inggris ke UE sebanyak 14% dan impor dari UE sebesar 24% sehingga kegiatan ekspor secara perlahan menurun hingga Juli 2021. Sebagai akibatnya, perdagangan di Inggris diestimasikan mengalami kerugian sebesar 44 triliun Poundsterling. Beragam produk mulai dari produk sayuran, tekstil, pakaian, keramik, dan logam menjadi komoditas yang kuota penjualannya paling menurun dalam perdagangan. Sementara itu, di sektor jasa, ekspor dan impor jasa ke UE mengalami penurunan drastis pada paruh pertama tahun 2021 yang masing-masingnya berkisar -11.5% dan -37%. Analisis tersebut membuktikan relasi Inggris dan Uni Eropa setelah brexit terkendala karena banyak hambatan-hambatn yang terjadi (Fahira, 2022). 

Masyarakat Inggris banyak mengeluhkan krisis-kris yang terjadi pasca Brexit. Suplai makanan tersendat, banyak industri dan bisnis kekurangan pekerja di bidang-bidang yang biasanya diisi oleh warga asing. Terlebih lagi dengan dampak yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19, hal ini menghantam Inggris jauh lebih parah daripada negara-negara Uni Eropa. Banyak supermarket yang kehabisan bahan makanan. Bahkan pompa-pompa bensin sempat kosong, karena tidak ada pengemudi truk yang menyuplai bensin. Sebelumnya, pengemudi truk kebanyakan adalah para pekerja asing dari Eropa timur. Sejak Brexit, para pekerja asing tidak bisa sebebasnya atau tidak mau datang lagi ke Inggris (Martin, 2021). 

PENUTUP

Brexit atau Britain Exit merupakan peristiwa besar dan sangat berpengaruh bagi kelangsungan kehidupan masyarakat di Inggris. Keputusan besar yang diambil dengan menyertakan suara rakyat tentu terjadi bukan tanpa alasan. Kerja sama yang dibangun dengan Inggris menjadi anggota Uni Eropa yang tujuannya untuk mendapatkan keuntungan justru menghasilkan kerugian. Kerugian-kerugian yang diperoleh Inggris yang menyangkut permasalahan imigran, perdagangan, perpajakan, serta kebijakan negara, semuanya terkait dengan Uni Eropa. Bisa dikatakan keputusan yang baik saat Inggris melakukan Brexit. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk kepentingan nasional oleh Inggris. Namun, dampak Brexit justru menyebabkan keterpurukan untuk Inggris. Inggris harus berupaya lebih keras untuk mencari solusi yang tepat dalam menanggulangi dampak-dampak Brexit.  

DAFTAR PUSTAKA 

Anshari, M. F., & Rusdiyanta, R. (2020). Potensi Dampak Brexit Terhadap Perekonomian Inggris. Balcony, 4(2), 195-204.

Bainus, A., & Rachman, J. B. (2018). Kepentingan Nasional dalam Hubungan Internasional. Intermestic: Journal of International Studies, 2(2), 109-115.

BBC News Indonesia. (2021). Brexit: Era baru Inggris setelah resmi meninggalkan Uni Eropa. BBC.com. https://www.bbc.com/indonesia/dunia-55505028

Redaksi. (2020). Sayonara Inggris! Resmi, Tak Lagi jadi Anggota Uni Eropa. CNBCIndonesia.com. https://www.cnbcindonesia.com/market/20200201065110-17-134419/sayonara-inggris-resmi-tak-lagi-jadi-anggota-uni-eropa#

Fahira, R. (2022). Sudah Dua Tahun, Bagaimana Hubungan Dagang Inggris dan Uni Eropa?. Kumparan.com. https://kumparan.com/raihanyfahira28/sudah-dua-tahun-bagaimana-hubungan-dagang-inggris-dan-uni-eropa-1yE7nOgrlWA

Febrian, K. C., Oktariani, F. W., Agus, R. R., & Pertiwi, R. N. W. (2018). PENGARUH INTEREST GROUP TERHADAP KEBIJAKAN BRITANIA RAYA TERKAIT BREXIT. Global and Policy Journal of International Relations, 6(01).

Hayes, A. (2021). Brexit Meaning and Impact: The Truth About the UK Leaving the EU. Investopedia.com. https://www.investopedia.com/terms/b/brexit.asp

Kultsum, F. F., & Wiyanarti, E. (2018). DINAMIKA INGGRIS DAN UNI EROPA: INTEGRASI HINGGA BREXIT. Factum: Jurnal Sejarah dan Pendidikan Sejarah, 7(2), 163-174.

Kurniawati, S.L. (2022). Kepentingan Nasional dalam Hubungan Internasional. Academia.com. https://www.academia.edu/35874807/Kepentingan_Nasional_dalam_Hubungan_Internasional

Komahi. (2021). Mengenal Brexit Oleh Inggris. Komahi.uai.ac.id. https://komahi.uai.ac.id/mengenal-brexit-oleh-inggris/

Martin, N. (2021). Banyak Warga Inggris Sekarang Menyesal dengan Brexit. Dw.com. https://www.dw.com/id/banyak-warga-inggris-sekarang-menyesal-dengan-brexit/a-60296242

Pradana, M.E. (2022). Neorealisme: Sebuah Pengantar Singkat. Icorner.com. https://www.ircorner.com/neorealisme-sebuah-pengantar-singkat/

Rezkyniine, M. S., Tulung, T., & Sampe, S. (2018). ANALISIS KEBIJAKAN LUAR NEGERI: STUDI TENTANG KELUARNYA BRITANIA RAYA DARI UNI EROPA PADA TAHUN 2016. JURNAL EKSEKUTIF, 1(1).

Sebayang, R. (2018). Ini Poin-poin Kesepakatan Pasca-Brexit Uni Eropa & Inggris. CNBC Indonesia.com. https://www.cnbcindonesia.com/news/20181123153342-4-43428/ini-poin-poin-kesepakatan-pasca-brexit-uni-eropa-inggris

Stefanie, K. (2022). KELUARNYA INGGRIS DARI UNI EROPA DITINJAU DARI HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL (STUDI KASUS: REFENDUM BREXIT). Gloria Justitia, 2(1), 62-85.

Suryanti, B. T. (2021). Pendekatan Neorealis terhadap Studi Keamanan Nasional. Jurnal Diplomasi Pertahanan, 7(1).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun