Mohon tunggu...
Tasya Monica Pasaribu
Tasya Monica Pasaribu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Political Science Student University of Indonesia

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengungkap Tabir Kelam Tradisi Chhaupadi di Nepal: Pengasingan Terhadap Perempuan Saat Menstruasi

16 Desember 2023   22:30 Diperbarui: 16 Desember 2023   22:34 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kekerasan terhadap perempuan digunakan untuk menggambarkan berbagai tindakan, termasuk pembunuhan, pemerkosaan dan penyerangan seksual, penyerangan fisik, kekerasan emosional, pemukulan, penguntitan, prostitusi, mutilasi alat kelamin, pelecehan seksual, dan pornografi yang dilakukan terhadap perempuan (National Research Council, 1996). Kekerasan terhadap perempuan masih marak terjadi hingga saat ini. Kekerasan terhadap perempuan juga seringkali terjadi akibat tradisi yang dianut oleh masyarakat. 

Banyak tradisi di berbagai belahan dunia yang berujung pada terjadinya diskriminasi terhadap perempuan. Hal ini terjadi karena adanya pembedaan peran, dominasi laki-laki dalam pengambilan keputusan, anggapan perempuan tidak memiliki kapasitas, dan stigma terhadap perempuan. Meskipun dunia sudah diiringi dengan perkembangan zaman dan kecanggihan teknologi, kekerasan perempuan karena adat istiadat atau tradisi masih terjadi di banyak masyarakat. Salah satunya tradisi Chhaupadi di Nepal.

Tradisi Chhaupadi adalah tradisi yang dianut oleh masyarakat Hindu Kuno di Nepal yang melarang perempuan yang tengah menstruasi atau haid tidak boleh menginjakkan kakinya ke dalam rumah. Chhaupadi sendiri artinya memiliki kenajisan (Alfadillah, 2020). Tradisi ini sudah terjadi sejak berabad-abad secara turun-temurun dan masih dilakukan hingga masa kini. Chhaupadi adalah tradisi yang pantang untuk dilanggar oleh masyarakat setempat karena akan mendatangkan malapetaka. 

Tradisi Chhaupadi tidak hanya berlaku pada perempuan yang sedang haid tetapi juga untuk perempuan yang baru melahirkan. Berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat, perempuan tidak hanya dilarang untuk masuk ke rumah, tetapi juga tidak boleh menyentuh suami dan saudara laki-lakinya. Laki-laki yang secara tak sengaja menyentuh perempuan menstruasi harus segera disucikan dengan air kencing sapi yang dianggap suci oleh penduduk setempat. 

Selain itu, perempuan yang tengah menstruasi memiliki pantangan untuk tidak memasuki kuil dan dilarang mengikuti upacara pernikahan. Mereka juga dilarang untuk mengonsumsi makanan bergizi seperti daging, buah segar, sayuran hijau, hingga susu. Para perempuan tersebut hanya diperbolehkan untuk makan dengan nasi, garam, dan beberapa makanan kering (Debora, 2017).

Tradisi pengasingan terhadap perempuan yang sedang haid ini sudah dilarang sejak tahun 2005 dan dianggap ilegal oleh Mahkamah Agung Nepal. Pemerintah Nepal juga sudah menetapkan hukuman bagi pelaku Chhaupadi yakni memberlakukan hukuman tiga bulan dan denda 3000 rupee (CNN Indonesia, 2019). Namun, kenyataannya masih banyak masyarakat yang konservatif yang melakukan tradisi Chhaupadi. Dampak yang terjadi dari tradisi Chhaupadi ini menyebabkan banyak korban jiwa. 

Tidak adanya penegakkan hukum dan penertiban dari aparat setempat juga kurang mendukung untuk memberhentikan tradisi Chhaupadi. Oleh karena itu, penulis akan lebih lanjut mendalami aspek-aspek yang mendukung terjadinya kekerasan terhadap perempuan melalui tradisi Chhaupadi. Lebih lanjut, tulisan ini akan membahas bagaimana respons dari masyarakat setempat dan pemerintah dalam menangani masalah yang muncul yaitu kekerasan terhadap perempuan akibat tradisi Chhaupadi.

 

Teori Feminisme Radikal

Teori feminisme adalah kerangka pemikiran yang fokusnya pada pemahaman dan perubahan terhadap ketidaksetaraan gender. Teori feminisme mencakup berbagai perspektif yang menggabungkan pemahaman tentang sejarah, budaya, ekonomi, politik, dan sosial untuk menganalisis dan mengubah struktur dan norma-norma yang memengaruhi perempuan. Dalam teori feminisme, terdapat aliran feminisme radikal yang menyoroti dan menentang akar penyebab ketidaksetaraan gender dan opresi terhadap perempuan. Pemikiran ini didasarkan pada pandangan bahwa ketidaksetaraan gender bukanlah hasil dari ketidakmampuan individu, melainkan akibat dari struktur sosial dan norma patriarki yang mengakar dalam seluruh lapisan masyarakat. 

Menurut pemikir utama feminisme radikal, Shulamith Firestone (1970), pembebasan terhadap perempuan dan kesetaraan gender dapat dicapai dengan perbaikan sistem yang sudah ada serta perubahan struktural fundamental termasuk transformasi dalam struktur keluarga. Feminisme radikal berfokus pada perubahan dalam pola pikir budaya yang menghasilkan hierarki gender. 

Dalam pandangan feminisme radikal, melakukan perombakan terhadap sistem sosial dan ekonomi yang mendasari ketidaksetaraan gender merupakan hal yang ditekankan. Feminisme radikal juga mengkritik lembaga-lembaga tradisional seperti keluarga, perkawinan, dan agama sebagai instrumen yang didominasi oleh laki-laki. Aliran ini berkontribusi pada preferensi dan wawasan yang melihat ketidaksetaraan gender berdasarkan sudut pandang struktural dan sistemik.

Kekerasan Terhadap Perempuan Akibat Tradisi

Tradisi Chhaupadi merupakan tradisi di Nepal yang sudah mengakar dan sulit untuk dihapuskan. Sekiranya lebih dari 50% jumlah perempuan di Nepal masih melakukan tradisi Chhaupadi atau pengasingan pada saat menstruasi. Tradisi kuno ini juga sudah menyebabkan banyak korban jiwa. Banyak perempuan yang menjadi korban tradisi Chhaupadi karena mati kedinginan disebabkan berada di gubuk yang tertutup pada saat musim dingin, mati karena kesulitan bernapas, hingga mati akibat tergigit hewan liar karena berada di gubuk dekat hutan (CNN Indonesia, 2019). Dampak yang sangat membahayakan perempuan ini seharusnya menjadi perhatian bagi masyarakat setempat dan ditangani oleh pemerintah.

Masyarakat di Nepal cukup beragam dalam menyikapi dampak dari tradisi Chhaupadi ini. Beberapa orang masih mempertahankannya karena dianggap sebagai bagian dari kepercayaan dan budaya mereka. Namun, ada juga yang menyadari bahwa Chhaupadi dapat menyebabkan kekerasan terhadap perempuan dan berdampak buruk pada kehidupan mereka. Pemerintah Nepal juga telah berusaha menyikapi masalah ini dengan membuat undang-undang dan kebijakan untuk melarang Chhaupadi pada tahun 2005. Meskipun begitu, pelaksanaannya sulit untuk direalisasikan terutama di daerah pedesaan yang masyarakatnya masih konservatif.

Selain itu, belum ada Undang-Undang yang disahkan terkait pelarangan tradisi Chhaupadi ini. Aktivis hak perempuan dan organisasi non-pemerintah juga turut aktif berusaha mengubah sikap terhadap Chhaupadi. Mereka melakukan kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak negatifnya dan berupaya menciptakan perubahan budaya. Secara umum, terdapat perbedaan pandangan yang terjadi masyarakat yang menyebabkan masih terjadinya tradisi Chhaupadi di Nepal (Hasugian, 2019). Pemerintah juga telah melakukan langkah-langkah untuk melarang praktik ini tetapi tantangan pelaksanaan masih ada.

Analisis Kekerasan Terhadap Perempuan Berdasarkan Perspektif Feminisme Radikal

Dengan menggunakan teori feminisme radikal, masalah kekerasan terhadap perempuan dapat dilihat melalui tradisi Chhaupadi Nepal. Tradisi Chhaupadi sangat mencerminkan elemen-elemen patriarki dan struktur gender yang mendalam dalam masyarakat. Sebagai pendekatan teoretis, feminisme radikal menekankan bahwa perubahan struktural fundamental diperlukan untuk mencapai kesetaraan gender yang sebenarnya. Terdapat tiga hal yang dapat menjelaskan bagaimana tradisi Chhaupadi merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Pertama, tradisi Chhaupadi mencerminkan dominasi patriarki terhadap tubuh dan kehidupan perempuan. Larangan perempuan untuk masuk ke dalam rumah, menyentuh suami, dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial tertentu menunjukkan penindasan yang dilakukan oleh norma-norma budaya yang terjebak dalam tradisi tersebut. Seorang pemikir feminis radikal, Shulamith Firestone, menekankan bahwa kontrol tubuh perempuan adalah instrumen utama dari sistem patriarki yang harus dihapus. Kedua, dalam tradisi Chhaupadi, wanita yang sedang menstruasi dianggap sebagai bentuk kenajisan atau tidak suci. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat yang menghubungkan kebersihan dan kemurnian dengan status reproduksi perempuan. Persepsi patriarki yang melekat dalam masyarakat termasuk pemisahan dan diskriminasi terhadap wanita hamil atau baru melahirkan. Ketiga, tradisi Chhaupadi telah dilarang oleh pemerintah Nepal dan orang yang melakukannya dihukum. Namun kenyataannya berbeda, penegakan hukum yang kurang efektif dapat dikaitkan dengan norma patriarki yang masih ada dalam sistem hukum dan pemerintahan. Ini sejalan dengan perspektif feminisme radikal yang menekankan bahwa lembaga sosial dan politik harus diubah secara struktural.

Penting untuk diingat bahwa perubahan struktural yang diperlukan untuk memecahkan masalah ini tidak hanya berkaitan dengan aspek hukum. Selain itu, perlu ada upaya edukasi dan kesadaran yang dilakukan untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap perempuan dan memecah siklus ketidaksetaraan gender yang terinternalisasi melalui tradisi seperti Chhaupadi. Pendekatan feminisme radikal dapat menawarkan perspektif yang relevan untuk merumuskan solusi komprehensif dan berkelanjutan terhadap masalah kekerasan terhadap perempuan yang terinternalisasi melalui tradisi Chhaupadi di Nepal.

Kesimpulan

Fenomena tradisi Chhaupadi di Nepal merupakan salah satu isu kompleks yang melibatkan dinamika budaya, agama, dan aspek kesejahteraan perempuan. Tradisi pengasingan terhadap perempuan selama menstruasi menciptakan dampak serius terhadap hak-hak dasar perempuan. Meskipun ada upaya untuk mengatasi tradisi ini, perubahan yang signifikan memerlukan kerja sama yang berkelanjutan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat, pemerintah, dan kelompok advokasi hak perempuan. Selain menjadi perhatian bagi pemerintah dan masyarakat Nepal, kekerasan terhadap perempuan melalui tradisi juga dapat menjadi perhatian bagi negara lain salah satunya Indonesia. Hal ini dapat disikapi dengan melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan mengatasi berbagai macam bentuk kekerasan terhadap perempuan akibat tradisi. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman, adil, dan setara bagi perempuan. Upaya bisa dilakukan dengan cara seperti; penegakan hukum dan implementasi kebijakan yang tegas untuk mendukung kesetaraan gender, melakukan edukasi dan meningkatkan kesadaran bagi masyarakat tentang kesetaraan gender; meningkatkan peran perempuan dalam berbagai sektor kehidupan; memberikan dukungan yang komprehensif bagi korban; dan berkolaborasi dengan LSM atau organisasi internasional yang fokusnya pada hak asasi manusia dan kesetaraan gender.

Daftar Pustaka

Alfadillah. (2020). Tradisi Chhaupadi, Mengasingkan Wanita Saat Haid karena Dianggap Bawa Bencana. Retrieved from https://kumparan.com/kumparantravel/tradisi-chhaupadi-mengasingkan-wanita-saat-haid-karena-dianggap-bawa-bencana-1tDKO13Sbm3/full.

CNN Indonesia. (2019). Chhaupadi, Saat Menstruasi Dianggap Bawa Sial di Nepal. Retrieved from https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190110162626-284-359943/chhaupadi-saat-menstruasi-dianggap-bawa-sial-di-nepal.

Debora, Y. (2017). Tradisi Chhaupadi: Saat Perempuan Haid Dianggap Membawa Sial. Retrieved from https://tirto.id/cuzS.

Firestone, S. (1970). The Dialectic of Sex: The Case for Feminist Revolution. Bantam Books.

Hasugian, M. R. (2019). Kisah Nepal Hapus Tradisi Perempuan Haid Diisolasi di Gubuk. Retrieved from https://dunia.tempo.co/read/1280052/kisah-nepal-hapus-tradisi-perempuan-haid-diisolasi-di-gubuk.

National Research Council. (1996). Understanding violence against women. National Academies Press.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun