Mohon tunggu...
Anastasia Diah Yudhaningrum
Anastasia Diah Yudhaningrum Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

nothing enough for describing my self... i am a student of secretary and management of indonesia (ASMI), Jakarta. I was born in 1991. and I am a Roman-Catholic... My hobby are playing piano,,browsing internet, reading novel and listening to the music..

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Semua Manusia Pembohong

19 September 2011   03:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:50 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tosi mencatat bahwa ungkapan bahwa "Semua Manusia Pembohong", terdapat dalam Kitab Mazmur 115:11 "Aku berkata dalam kebingunganku, omnis homo mendax-" semua manusia pembohong."

Lewat ungkapan ini, pemazmur memiliki keyakinan bahwa kebenaran sejati hanya pada Tuhan. Ia mencermati bahwa manusia sering kali melakukan kebohongan. Dengan berbohong, ia menjauhi kebenaran.

Ungkapan yang sama juga terdapat dalam Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma : "Tuhan adalah benar dan semua manusia pembohong" (Rm 3:4). Renzo Tosi menjelaskan bahwa ungkapan di atas juga dikaitkan denganu capan Epimedines. Ia adalah warga Kreta yang jujur, dan tulus. Di tengan ketulusannya itu, ia mengamati bahwa orang Kreta itu tidak jujur. Karenai tu, dengan tegas ia berkata : "Semua orang Kreta pembohong". Manusia yang melakukan kebohongan dalam kajian filsafat moral adal dia yang tidak menyatakan sesuatu apa adanya.

Hal ini ditegaskan oleh Thomas Aquinas dalam kalimat berikut : Ratio mendacii sumitur a formali falsitate, ex hoc scilicet quod aliquis habet voluntatem falsum enuntiandi; unde et mendacium nominatur ex eo, quod contra mentem dicitur- "inti dari kebohongan berasal dari ketidakbenaran formal, yakni sejauh seseorang mempunyai kehendak untuk mengatakan apa yang tidak benar; maka bohong juga disebut demikian karena bertentangan dengan pikiran " (S. Th.II-II, q.110 art, 1).

Berdasarkan apa yang digagas Thomas Aquinas, dapat disimpulkan bahwa kebohongan adalah ketidakbenaran pernyataan dan adanya kehendak untuk menyatakan apa yang tidak benar. Jadi, tidak berdasarkan bukti-bukti yang akurat dan masuk akal. Apabila menyangkut kepentingan bersama dan pernyataannya merugikan orang banyak, kita mengenal untkapan, "ia melakukan kebohongan publik". Kebohongan, tegas Aquinas, tidak bisa dibenarkan karenab ertentangan dengank keutamaan kejujuran dan kebenaran. Ia berkata:

Mendacium omne est ex genere suo malum et peccatum, cum contra naturam sit mentiri- "setiap kebohongan itu menurut jenisnya adalah keburukan dan dosa, karena bohong itu melawan kodrat". (S.Th.II-II, q.110, art.3).

Untuk mempertajam argumentasinya, lebih lanjut Thomas berkata :

Cum enim voces naturaliter sint signa intellectuum, innaturale est et indebitum quod aliquis voce significet id quod non habet in mente - "karena bahasa itu menurut kodratnya tanda dari apa yang dipikirkan, maka tidaklah sesuai dengan kodratnya dan tidaklah pantas, kalau seseorang menandakan dengan bahasa apa yang tidak ada dalam pikirannya." Dalam konteks ini, kebohongan merpakan locutio contra mentem - "ucapan yang bertentangan denga pikiran." Artinya, adanya ketidaksesuaian antara verbum oris (yang terucap) dan verbum mentis (yang dipikirkan).

Lewat ungakap di atas, kita memiliki kewajiban moral untuk hidup dalam kebenaran. Hidup dalam kebenaran berarti hidup yang dijiwai oleh kejujuran dan integritas. Anda tentu ingat  Mahatma Gandhi. Berkaitan dengan kebenaran, ia berkata :

"Bagi saya, Tuhan dan kebenaran merupakan istilah yang dapat ditukarkan. Pengabdian kepada kebenaran merupakan satu-satunya alasan bagi keberadaan saya saat ini.'

Mengabdi pada kebenaran di tengah masyarakat yang dipenuhi kebohongan, merupakan sebuah panggilan nurani.

Mengatakan apa yang benar merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh manusia dalam setiap situasi hidupnya; di rumah, di sekolah, di kantor, dan sebagainya. Kewajiban ini perlu disertai kewajiban moral untuk tidak melakukan kebohongan. Kebohongan itu dari kodratnya bertentangan dengan keutamaan kebenaran. Selain itu, akibat tindakan berbohong dapa merugikan orang lain dan diri sendiri. Hal ini ditegaskan dalam diktum Latin berikut : Quo mendacium publicum continuatum eo hominis ingentium submersum excitatum - "di mana kebohongan publik makin diterus-teruskan, maka di situ pula citra kepribadian seseorang akan makin terperosok."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun