Pendidikan agama sejak usia dini merupakan landasan penting dalam pembentukan akhlak dan karakter seseorang. Dalam ajaran Islam, keluarga menjadi lembaga pertama yang berperan sebagai tempat awal bagi anak untuk mengenal dan memahami nilai-nilai agama. Sebagai pendidik utama, orang tua memikul tanggung jawab besar dalam mengenalkan anak pada ajaran Islam, baik melalui pembiasaan ibadah, penanaman nilai-nilai moral, hingga memberikan teladan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dari sudut pandang sosiologi pendidikan Islam, keluarga berfungsi sebagai agen sosialisasi utama, tempat anak-anak pertama kali mempelajari nilai-nilai Islami melalui interaksi sehari-hari di rumah.Â
Dalam sebuah foto, terlihat seorang ibu dengan sabar mendampingi anaknya belajar mengenal huruf hijaiyah. Aktivitas ini merupakan salah satu wujud nyata peran orang tua dalam pendidikan agama. Dengan penuh perhatian, ibu tersebut membimbing anaknya untuk mengenal dasar-dasar membaca Al-Qur'an. Dalam konteks sosiologi pendidikan Islam, kegiatan ini mencerminkan proses internalisasi nilai-nilai agama, di mana anak tidak hanya diajarkan ritual ibadah, tetapi juga ditanamkan sikap disiplin, rasa kasih sayang, dan pentingnya belajar agama sejak dini. Interaksi hangat seperti ini menunjukkan bagaimana keluarga menjadi tempat awal anak menyerap nilai-nilai Islami yang akan membentuk karakter mereka di masa depan.Â
Namun, tidak semua orang tua mampu menjalankan peran ini dengan maksimal. Tantangan utama dalam pendidikan agama anak di era modern adalah kesibukan orang tua. Banyak orang tua yang memiliki waktu terbatas untuk berinteraksi dengan anak-anak mereka karena tuntutan pekerjaan. Kondisi ini sering kali membuat pendidikan agama diserahkan sepenuhnya kepada sekolah atau lembaga keagamaan, tanpa keterlibatan langsung dari orang tua. Padahal, kehadiran orang tua sebagai teladan utama sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai Islami pada anak.Â
Selain itu, kemajuan teknologi juga menjadi tantangan tersendiri. Anak-anak saat ini sangat akrab dengan gadget dan media sosial, yang sering kali menyuguhkan konten yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama. Tanpa pengawasan, penggunaan teknologi dapat mengalihkan perhatian anak dari pembelajaran agama dan bahkan memengaruhi perilaku serta pola pikir mereka. Misalnya, anak-anak mungkin lebih memilih bermain game atau menonton video dibandingkan belajar membaca Al-Qur'an.Â
Masalah lain yang sering muncul adalah kurangnya pemahaman orang tua tentang cara mendidik agama secara efektif. Beberapa orang tua hanya mengajarkan ritual ibadah tanpa menjelaskan makna yang terkandung di dalamnya, sehingga pembelajaran agama terasa kaku dan kurang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Padahal, pendidikan agama tidak hanya mencakup ibadah, tetapi juga penguatan akhlak mulia seperti kejujuran, tanggung jawab, dan empati.Â
Untuk mengatasi tantangan ini, pendekatan yang lebih terencana perlu diterapkan. Orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anak mereka. Perilaku sehari-hari orang tua, seperti melaksanakan salat berjamaah, membaca Al-Qur'an, dan berbicara dengan santun, menjadi contoh yang kuat bagi anak-anak. Selain itu, menciptakan suasana rumah yang Islami juga penting. Misalnya, memperdengarkan lantunan ayat suci Al-Qur'an, mengadakan pengajian keluarga, atau menghias rumah dengan kaligrafi Islami. Lingkungan yang Islami akan membantu anak merasa lebih dekat dengan nilai-nilai agama.Â
Teknologi juga bisa dimanfaatkan dengan bijak untuk mendukung pendidikan agama anak. Ada banyak aplikasi dan video edukasi Islami yang dapat membantu anak belajar dengan cara yang menarik. Namun, penting bagi orang tua untuk tetap memantau dan membatasi penggunaan teknologi agar tidak mengurangi waktu untuk aktivitas lain yang bermanfaat, seperti bermain bersama keluarga atau mengikuti kegiatan sosial.Â
Pendidikan agama dalam keluarga bukan hanya membentuk karakter individu, tetapi juga memiliki dampak besar pada kehidupan sosial. Anak-anak yang dibesarkan dengan nilai-nilai Islami cenderung memiliki akhlak yang baik dan mampu memberikan kontribusi positif kepada masyarakat. Selain itu, pendidikan agama juga memperkuat hubungan keluarga, menciptakan ikatan emosional yang kuat antara orang tua dan anak, serta membangun kepercayaan dan rasa saling menghormati.Â
Rasulullah SAW pernah bersabda, "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menegaskan pentingnya peran orang tua dalam membentuk kepribadian anak sesuai nilai-nilai Islam. Dalam sosiologi pendidikan, hadis ini menggambarkan bahwa keluarga adalah agen sosialisasi utama yang menentukan arah perkembangan anak.Â
Kesimpulannya, pendidikan agama adalah investasi jangka panjang yang akan menentukan masa depan anak, baik di dunia maupun di akhirat. Orang tua perlu terus belajar, beradaptasi, dan memberikan keteladanan untuk membimbing anak mereka. Dengan pendidikan agama yang kuat, anak-anak akan tumbuh menjadi individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berakhlak mulia dan siap berkontribusi positif bagi masyarakat.Â
Foto seorang ibu yang mendampingi anaknya belajar huruf hijaiyah adalah contoh kecil, tetapi memiliki dampak besar jika dilakukan secara konsisten. Pendidikan agama memang bisa dimulai dari hal-hal sederhana yang dilakukan dengan kasih sayang dan perhatian penuh.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H