Guru honorer Supriyani, yang dituduh memukul paha anak polisi di sebuah SD di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, dituntut lepas dari segala tuntutan hukum. Jaksa beralasan aksi Supriyani terjadi secara spontan tanpa ada niat jahat.
Meski Supriyani telah berulang kali membantah tuduhan itu, jaksa penuntut umum Ujang Sutisna meyakini pemukulan terjadi satu kali, seperti dikutip dari Kompas.
"Namun,pemukulantersebutdilakukansecara spontantanpa adanya niatjahat,"kata Ujangsaat sidang ketujuh kasusini di Pengadilan Negeri Andoolo, KonaweSelatan, Senin (11/11).
"Oleh karena itu, terhadap terdakwa Supriyani tidak dapat dikenakan pidana. Unsur pertanggungjawaban pidana tidak terbukti," katanya
Walhasil,jaksapenuntutumummenuntutSupriyani"lepasdarisegalatuntutanhukum
OPINI:
Kasus hukum yang melibatkan Supriyani, seorang guru honorer di Konawe Selatan, telah menarik perhatian publik dan menimbulkan berbagai reaksi. Pada 11 November 2024, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut agar Supriyani dibebaskan dari segala tuntutan hukum terkait dugaan kekerasan terhadap anak. Tuntutan ini mencerminkan pertimbangan yangkompleks dan menyoroti isu-isu yang lebih luas dalam sistem pendidikan dan perlindungan anak di Indonesia.
1. Latar Belakang Kasus
Supriyani dituduh melakukan kekerasan terhadap muridnya, yang merupakan anak dari seorang polisi. Kasus ini bermula ketika Aipda Wibowo Hasyim melaporkan Supriyani ke pihak kepolisian, menuduhnya melakukan penganiayaan. Namun, selama proses hukum, tidak ada saksi yang dapat membuktikan bahwa tindakan Supriyani merupakan kekerasan, yang disengaja. Kepala SD Negeri 4 Baito, Sanaali, menyatakan bahwa Supriyani hanya menegur murid tersebut karena masalah disiplin.
2. TuntutanJaksa
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Andoolo, JPU, yang dipimpin oleh UjangSutisna, menyatakan bahwa unsur-unsur dalam dakwaan tidak terpenuhi. JPU berargumen bahwa meskipun tindakan Supriyani memukul anak tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran, tidak ada bukti yang menunjukkan adanya niat jahat (mens rea) di balik tindakan itu. Menurut JPU, tindakan tersebut terjadi secara spontan dan tidak dapat dibuktikan sebagai tindak pidana.
Ujang Sutisna juga menambahkan bahwa Supriyani telah mengabdi sebagai guru honorer selama 16 tahun dan memiliki dua anak kecil yang masih membutuhkan perhatian. Pertimbangan ini menjadi salah satu alasanuntuk meringankan tuntutanterhadapnya34.
3. PerspektifHukum
Tuntutan untuk membebaskan Supriyani mencerminkan prinsip-prinsip dasar hukum pidana yang mengharuskan pembuktian niat jahat dalam setiap tindakan kriminal. Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa hukum tidak hanya berfokus pada tindakan fisik semata, tetapi juga pada motivasi di balik tindakan tersebut. Jika tidak ada bukti yang jelas mengenai niat jahat, maka seseorang seharusnya tidak dapat dikenakan hukuman pidana.
Lebih jauh lagi, kasus ini menunjukkan betapa pentingnya perlindungan terhadap guru dalam menjalankan tugas mereka. Guru sering kali berada dalam posisi sulit ketika berhadapan dengan masalah disiplin siswa. Dalam banyak kasus, tindakan yang dianggap sebagai disiplin bisa disalahartikan sebagai kekerasan. Oleh karena itu, perlunya kebijakan yangjelas dan dukungan bagi guru dalam menjalankan tugas mereka sangatlahpenting.
4. DampakSosialdanPendidikan
Kasus Supriyani juga membuka diskusi tentang bagaimana masyarakat memandang kekerasan terhadap anak dan peran guru dalam mendidik generasi muda. Di satu sisi, masyarakat menginginkan perlindungan maksimal bagi anak-anak dari segala bentuk kekerasan. Di sisi lain, ada kebutuhan untuk memberikan ruang bagi guru untuk mendidik tanpa takut akan konsekuensi hukum yang berat.
Pendidikanadalah proses yangkompleks dan sering kali melibatkan interaksi emosional antara guru dan murid. Dalam konteks ini, penting untuk menyadari bahwa ketegangan antara disiplin dan kekerasan harus dikelola dengan bijaksana. Kebijakan pendidikan harus dirancang untuk memberikan dukungan kepada guru dalam menghadapi tantanganini.
Kesimpulan
Tuntutan JPU untuk membebaskan Supriyani dari segala tuduhan menunjukkan pendekatan yanghati-hatidalammenanganikasus-kasussensitifsepertiini.Meskipun ada
tuduhan serius mengenai kekerasan terhadap anak, penting untuk memastikan bahwa setiap individu mendapatkan perlakuan adil berdasarkan bukti dan fakta yang ada.
Kasus ini seharusnya menjadi pengingat bagi semua pihak---dari pemerintah hingga masyarakat---akan pentingnya mendukung guru dalam menjalankan tugas mereka sambil tetap menjaga hak-hak anak. Dialog terbuka antara semua pemangku kepentingan sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan produktif bagi semua pihak terlibat. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut agar Supriyani, seorang guru honorer di SD Negeri 4 Baito, dibebaskan dari segala tuntutan hukum terkait dugaan kekerasan terhadapanak.Tuntutanini disampaikandalampersidanganyangberlangsung di Pengadilan Negeri Andoolo pada 11 November 2024. Berikut adalah alasan utama di balik tuntutan bebas tersebut: