Pemerintah berencana untuk mulai menerapkan pajak karbon pada 1 Juli 2022 setelah penundaan dari yang semula direncanakan 1 April 2022. Peraturan ini merupakan implementasi dari ketentuan mengenai pajak karbon yang telah diatur dalam UU No.7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Pasal 13 Ayat (1).
Lalu apa itu Pajak Karbon?
Pajak Karbon adalah pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang memberi dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Secara konsep, pajak karbon adalah pajak yang dikenakan pada bahan bakar fosil seperti bensin, gas, avtur, dan lain sebagainya. Tujuan dari pengenaan pajak ini adalah untuk mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca (GRK) lainnya.
Pajak karbon telah diterapkan di 27 negara (World Bank, 2020) dengan Finlandia sebagai negara pertama yang melakukan penerapan pajak karbon yang dimulai sejak tahun 1990. Negara lain yang juga menerapkan pajak karbon antara lain adalah Swedia, Swiss, Polandia, Kanada, meksiko, Chili, Afrika Selatan, Singapura dan Jepang.
Subjek dari Pajak Karbon adalah orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau yang melakukan aktivitas yang dapat menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu dan pada periode tertentu. Saat terutang pajak karbon adalah sebagai berikut:
- Pada saat pembelian barang yang mengandung karbon;
- Pada akhir periode tahun kalender dari aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu; atau
- Saat lain yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Tahap awal penerapan pajak karbon akan diberlakukan untuk sektor pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara mulai 1 Juli 2022 dengan tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Pengenaan pajak karbon menggunakan mekanisme cap and trade.
Adanya pajak karbon bukan hanya untuk menambah penerimaan APBN baru pasca pandemi, melainkan sebagai instrument pengendalian permasalahan iklim serta menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan pengenaan pajak karbon juga diharapkan dapat mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk mulai beralih ke aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.
Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Presiden No. 98 tahun 2021 tentang penyelenggaraan nilai ekonomi karbon untuk mencapai target kontribusi yang ditetapkan secara nasional dan pengendalian emisi gas rumah kaca dalam pembangunan nasional.Â
Selain itu, pemerintah juga sedang menyiapkan aturan turunan dari Perpres No. 98 tahun 2021 terkait dengan tata laksana penyelenggaraan NEK dan Nationally Determined Contributions (NDC) oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) dan Komite Pengarahan Nilai Ekonomi Karbon di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Meski termasuk peraturan baru, diberlakukannya penerapan pajak karbon selain untuk menambah pendapatan negara juga membantu mengurangi permasalahan perubahan iklim, mengendalikan emisi gas rumah kaca dan menciptakan kehidupan yang ramah lingkungan.Â
Dengan adanya penerapan pajak karbon ini diharapkan dapat mencapai target penurunan emisi karbon sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada 2030 serta net zero emission (NZE) pada 2060.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H