Mohon tunggu...
Tasya Agustina Wahidha
Tasya Agustina Wahidha Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswi

Saya Tasya Agustina Wahidha kelahiran tahun 2004, saya berkuliah di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan dengan jurusan Tadris Bahasa Indonesia. Saya suka mengarang dan menulis maka dari itu saya ambil jurusan Tadris Bahasa Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ujung Persahabatan

16 Januari 2025   13:58 Diperbarui: 16 Januari 2025   13:58 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan deras mengguyur kota, membasahi jalanan dan menyiram daun-daun yang lebat. Di sebuah kafe kecil yang bersebelahan dengan taman kota, tiga sahabat, Asya, Zara, dan Brina, duduk bersebelahan. Wajah mereka masing-masing merefleksikan perasaan yang berbeda-beda. Asya tampak murung, Zara terlihat gugup, sementara Brina berusaha keras untuk tersenyum. Mereka bertiga memikirkan ujung persahabatan diantara mereka yang tidak tahu kemana arahnya.

"Aku benar-benar tidak mengerti, Asya," ucap Zara memecah keheningan. "Kenapa kamu tiba-tiba bersikap seperti ini padaku?"

Asya menatap Zara dengan tatapan kosong. "Aku hanya lelah, Zara. Lelah dengan semua kebohonganmu."

"Kebohongan apa yang kamu maksud?" tanya Zara dengan nada tinggi.

"Jangan pura-pura tidak tahu, Zara. Aku sudah tahu semuanya dari Brina."

Brina terdiam, matanya berkaca-kaca. Ia tidak menyangka percakapan akan menjadi seperti ini.

Konflik di antara mereka semakin memanas. Pertemanan yang telah terjalin sejak kecil kini berada di ujung tanduk. Rahasia yang selama ini ditutupi akhirnya terbongkar, memicu rasa sakit dan kekecewaan yang mendalam. Rahasia yang tertutup rapat, kini sudah terbongkar semua.

Flash back beberapa bulan lalu, saat Asya, Zara, dan Brina masih sering menghabiskan waktu bersama. Mereka bertiga sangat dekat, saling berbagi suka duka. Namun, perlahan-lahan, Asya mulai merasakan ada yang berbeda pada sikap Zara. Zara menjadi lebih tertutup dan sering menghindarinya.

Asya mencoba untuk tidak memikirkannya terlalu dalam. Ia berusaha untuk tetap menjadi teman yang baik bagi Zara. Namun, rasa curiga dalam hatinya semakin membesar ketika ia melihat Zara sering bersama dengan seorang cowok bernama Nio.

Asya sering melihat Zara dan Nio berboncengan sepeda motor berdua, Zara dan Nio sering melewati rumah Asya ketika mereka berboncengan sepeda motor. Pertama kali Asya melihat Zara dan Nio berboncengan, Asya sangat kaget, betapa terkejut dan tidak menyangka Zara dan Nio berboncengan berdua. Kini perasaan Asya berubah menjadi sakit hingga kecewa ketika Zara dan Nio sering berboncengan berdua. Di setiap malam minggguan maupun hari-hari libur Zara dan Nio sering keluar berboncengan sepeda motor hingga pulang larut malam, Asya sering melihat mereka.

Di siang hari yang sejuk dengan cuaca mendung, Asya melihat Zara dan Nio sedang bermain badminton berdua, mereka sangat asik bermain dan tertawa Bersama. Rasa sakit dan kecewa yang dipendam Asya tidak tertahan hingga Asya menangis melihat mereka berdua bercanda, bermain hingga tertawa bersama.

Suatu hari, secara tidak sengaja, Asya mendengar percakapan antara Zara dan Nio. Dari percakapan itu, Asya mengetahui bahwa Zara ternyata telah berpacaran dengan Nio di belakang punggungnya. Rasa kaget, sakit hingga kecewa langsung menyergap hati Asya. Asya tidak menyangka, sahabatnya si Zara terlihat munafik dihadapan Asya. Nio adalah seseorang yang sangat dikagumi oleh Asya, Nio satu kelas dengan Zara, Asya selalu menceritakan bahwasannya Asya sangat kagum dengan Nio, Asya mencari tahu tentang kehidupan Nio melalui Zara, dan Zara selalu mendukung Asya untuk mendekati Nio. Tetapi Zara berkhianat dengan berpacaran dengan Nio tanpa sepengetahuan Asya.

Kembali ke masa kini, setelah berdebat panjang, akhirnya Zara mengakui kesalahannya. Ia meminta maaf kepada Asya dan Brina. Namun, luka yang telah ditimbulkan tidak semudah itu untuk disembuhkan. Asya masih sulit untuk memaafkan Zara.

"Aku tahu aku salah, Asya. Aku minta maaf," ucap Zara dengan suara bergetar. "Aku tidak bermaksud menyakitimu."

Brina mencoba menjadi penengah. "Asya, coba maafkan Zara. Kita sudah berteman sejak kecil."

Asya terdiam sejenak. Ia menatap kedua sahabatnya bergantian. Akhirnya, dengan berat hati, Asya mengangguk. "Aku memaafkan mu, Zara. Tapi, aku butuh waktu untuk bisa mempercayaimu lagi."

Dan akhirnya Asya, Zara, dan Brina berpelukan saling memaafkan satu sama lain.

Beberapa bulan kemudian Asya, Zara, dan Brina sudah lulus SMA. Mereka berpisah untuk melanjutkan hidup mereka masing-masing. Asya lanjut kuliah, Zara ingin kuliah tetapi terhalang ekonomi, dan Brina ingin bekerja. 

Kemudian, Asya yang lulus jalur undangan di kampus UINSU dengan fakultas yang Asya impikan yaitu fakultas ekonomi, Zara berkuliah di kampus swasta Medan UNPAB dengan fakultas keguruan yang Zara inginkan dan Zara selain kuliah ia sambil bekerja, Brina bekerja di tempat pekerjaan favoritnya yaitu Brina sebagai admin di suatu pabrik milik ayahnya.

Kegiatan Asya, Zara dan Brina berbeda-beda. Tetapi mereka selalu ada waktu ketika diajak berkumpul. Di sore hari yang cerah, mereka bertiga kumpul tepatnya di suatu taman. Asya, Zara dan Brina bercerita-cerita tentang kehidupan mereka masing-masing. Canda dan tawa seiringan di sela-sela cerita mereka. Hingga lupa waktu mereka berkumpul hingga larut malam.

Beberapa bulan pun berlalu ketika Asya sedang datang pesta bersama Mama Asya, asya dan Mama Asya sepulang dari pesta berkunjung lah ke rumah Brina. Asya dan Mamanya bertemu dengan Mama Brina setelah itu kami mengobrol, tetapi Asya heran dengan Brina yang tidak kunjung keluar dari kamarnya, padahal ada Asya dan Mamanya di ruang tamu. Hingga Asya dan Mamanya pulang pun Brina tidak kunjung keluar dari kamarnya untuk menemui Asya dan Mamanya.

Asya sangat heran dengan perilaku Brina, Asya pun chat Zara dan bercerita dengan Zara apa yang telah terjadi dengan Brina tersebut. Dan ternyata Brina sedang mengurung dirinya karena putus cinta. Keesokan harinya, Asya dan Zara pun berkunjung ke ruma Brina niat hati untuk menghibur Brina yang sedanga galau. Tetapi Brina pun tidak kunjung keluar kamar. Kamar di kunci sehingga Asya dan Zara pun tidak dapat menemui dan mengetahui keaadaan Brina sekarang.

Tiga hari telah berlalu, kini Brina tiba-tiba tidak ada angina tidak hujan, baru kali ini chat grup ingin kumpul bertiga, Brina ingin cerita masalah Brina kepada kedua sahabatnya itu yaitu Asya dan Zara. Keasikan cerita di taman, mereka bertiga kehujanan, baju mereka bertiga sudah terlanjur basah, dan mereka pun kompak untuk bermain hujan. Brina yang awalnya galau kini ia sudah bahagia dan sangat legah ketika Brina sudah menceritakannya kepada kedua sahabatnya.

Beberapa tahun kemudian, Asya, Zara, dan Brina telah dewasa. Mereka masing-masing telah memiliki kehidupan yang berbeda-beda. Namun, persahabatan mereka tetap terjaga. Mereka sering bertemu untuk makan malam bersama atau sekadar mengobrol melalui telepon.

Suatu hari, saat mereka sedang berkumpul di rumah Asya, mereka bernostalgia tentang masa-masa remaja. Mereka tertawa teringat akan kenangan indah yang pernah mereka alami bersama. Asya menatap kedua sahabatnya dengan penuh kasih sayang. "Aku bersyukur memiliki kalian berdua dalam hidupku," ujarnya. Zara dan Brina pun mengangguk setuju.

Zara berkata "Teman yang ku sebut saudara cuman kalian berdua, bukan berarti aku kurang pergaulan, terkadang seseorang cuma butuh orang yang saling peduli, orang yang saling mengerti dan memahami keadaan satu sama lain, orang yang bisa dipercaya untuk menyimpan ceritanya, dan yang terpenting gak munafik," ujarnya. Asya dan Brina mengangguk setuju dan mereka saling peluk.

Brina pun berkata "Pernah ga kamu udah berusaha nutupin kalau kamu lagi sedih dan kacau, tapi kamu punya seseorang yang bahkan tanpa cerita pun dia udah tau kalau kamu lagi ngga baik-baik aja? Namun, dia ngga maksa kamu buat cerita tapi dia bakalan cari cara untuk mendukung dan menghibur kamu sampai kamu merasa lebih baik dan mau cerita sendiri ke dia, itulah kalian berdua Asya dan Zara, kalian tidak maksaian aku untuk cerita, kalian ngasih aku waktu untuk aku sendiri, terima kasih ya sayang-sayang aku," ujarnya Brina. Asya dan Zara pun memeluk erat Brina.

Persahabatan mereka telah melewati banyak rintangan. Ada kalanya mereka berselisih paham, namun mereka selalu berusaha untuk saling memaafkan dan memperbaiki hubungan. Dan ujung persahabatan mereka bertiga intinya yaitu, "Di balik semua lingkungan teman yang aku miliki, aku akan selalu pulang untuk temen ini, orang yang tau siapa aku sebenarnya, yang tau baik buruknya aku, kalau bukan dia kepada siapa lagi aku berbagi cerita tanpa perasaan cemas atau takut sekalipun, siapa lagi mendengarkanku tanpa menghakimi, dan kepada siapa lagi menangis, sekali aku minta jangan pernah asing" ucap Asya, Zara dan Brina secara bersamaan. Mereka menyadari bahwa persahabatan adalah anugerah yang tak ternilai harganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun