Belakangan ini, jagad tiktok sedang ramai dengan aksi mandi di kubangan air atau lumpur yang disiarkan secara langsung atau live. Ironisnya, aksi ini juga dilakukan oleh orang yang sudah berusia lanjut. Dari aksi yang dilakukan itu, mereka akan mendapatkan gift dari penonton, yang mana gift atau hadiah ini bisa ditukarkan dengan uang. Jika ada yang memberikan gift, pelaku akan mengguyurkan air atau lumpur ke badannya.
Aksi "pengemis online" ini mulai meresahkan para warganet. Banyak dari mereka menghimbau agar tidak ada yang memberi gift kepada pelaku aksi ini. Namun, masih ada saja penonton yang memberikan gift. Alhasil, semakin hari, semakin banyak yang melakukan aksi eksploitasi kemiskinan demi cuan ini, mereka menggunakannya sebagai mata pencaharian.
Pakar komunikasi dari Universitas Airlangga (Unair) Angga Prawadika menyoroti tren ini. Menurutnya, saat ini media sosial menjadi tempat untuk memperoleh dua hal, yaitu kepopuleran dan uang. Lebih lanjut ia menjelaskan, praktik eksploitasi kemiskinan semacam ini seringkali muncul, bahkan penontonnya banyak. Hal ini dimulai dari televisi dan kini merambah ke platform media sosial seperti Tiktok (republika.co id, 11-01-2023)
Faktor Penyebab
Konten pengemis online ini sejatinya tidak terjadi tanpa alasan. Banyak faktor yang menyebabkan fenomena ini bisa terjadi. Faktor tersebut diantaranya:
Eksploitasi kemiskinan dengan memperhatikan kesedihan, wajah memelas, terlebih ditunjukan oleh orang yang sudah lanjut usia dianggap akan menghasilkan cuan. Mereka tidak peduli lagi apakah itu akan merendahkan harga dirinya atau tidak, mereka melakukannya demi memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan, karena melihat bahwa ternyata konten semacam ini ternyata menghasilkan, banyak anak muda yang meminta ibunya untuk melakukan hal senada, atau dia sendiri melakukan untuk coba-coba.
Selain itu, ada pula yang melakukan bukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, melainkan demi tuntutan hidup. Dengan melakukan konten guyur-guyur ini, hasilnya bisa mereka gunakan untuk memenuhi gaya hidupnya, meski harus dengan konten "meminta". Menghasilkan cuan dengan modal belas kasihan orang lain, tanpa mengeluarkan banyak tenaga untuk bekerja.
Dua faktor diatas tidak terlepas dari penerapan sistem Kapitalisme. Kapitalisme memiliki asas Sekularisme, yakni pemisahan agama dengan kehidupan. Agama tidak dijadikan asas untuk mengatur hidup, alhasil muncullah paham berupa kebebasan. Paham kebebasan ini menjadikan orang bebas berbuat, berpendapat, beragama , dan bebas dalam kepemilikan tanpa ada rambu agama yang mengaturnya.
 Dengan kebebasan kepemilikan saja, mengakibatkan munculnya ketimpangan ekonomi, aset negara berupa sumber daya alam yang melimpah dikuasai oleh segelintir orang, akibatnya rakyat kesusahan memenuhi kebutuhan hidupnya, hingga akhirnya mengemis online pun mereka jalani.
Tuntutan gaya hidup demi cuan, cuan dan cuan tanpa memperdulikan lagi harga diri juga buah dari penerapan sistem Kapitalisme ini. Kapitalisme membuat orang bergaya elit, meskipun kenominya sulit. Bagi mereka, bahagia adalah mendapatkan sebanyak-banyaknya keuntungan materi. Meraka tidak peduli, apakah perbuatannya melanggar norma agama atau tidak.
Selain itu, fenomena eksploitasi kemiskinan ini juga memberikan keuntungan bagi penyedia layanan ini. Platform media yang menjual gift ini juga mendapatkan keuntungan karena semakin banyak yang memberi gift pada konten ini, artinya gift yang dibutuhkan semakin banyak, mereka mendapat keuntungan dari penjualan gift ini.