Nama Lengkapnya, Abdullah al-Ma'mun bin Harun ar-Rasyid bin Muhammad al-Mahdi. Ia diberi nama al-Ma'mun yang artinya, "bisa diandalkan." Ia lahir pada 14 September 786 M atau yang lebih dikenal dalam sejarah Islam dengan nama "Malam Takdir."Â
Pada malam ini, terjadi tiga peristiwa yang luar biasa. Pertama, wafatnya khalifah al-Hadi, kedua, diangkatnya Harun ar-Rasyid sebagai khalifah kelima, dan lahirnya calon khalifah ketujuh, al-Ma'mun. Imam Suyuthi menggambarkan sosok al-Ma'mun sebagai orang yang belajar hadits, fikih, sejarah, filsafat dan seorang orator yang ulung. Tidak ada satu pun khalifah Abbasiyah yang dapat menandingi kecerdasan, kewibawaan, dan kecerdikan yang dimiliki al-Ma'mun.
Ketika Harun ar-Rasyid masih menjabat sebagai khalifah, dia sudah melihat bagaimana kebijksanaan, watak, kesalehan dan sifat negarawan yang dimiliki oleh al-Ma'mun. Suatu hari, ketika sedang duduk bersama Yahya al-Barmaki (wazir agung) di masa pemerintahannya. Harun terlihat sangat gusar dan tertekan.Â
Hal ini kemudian diketahui oleh sang wazir yang bertanya kepadanya, apa yang sedang ia khawatirkan. Harun kemudian menjawab, "Nabi Muhammad wafat tanpa meninggalkan wasiat. Di saat Islam masih sangat muda, agama ini harus mengalami percekcokan berebut suksesi kepemimpinan. Adapun untukku, aku bermaksud untuk mengatur pengganti diriku seorang yang watak dan perilakunya kusukai. Aku lebih menyukai al-Ma'mun sebagai penggantiku, daripada al-Amin. Namun, hal ini akan mendapat penolakan hebat dari keluarga besarku."
Sedari kecil, Harun ar-Rasyid sudah melihat nilai luhur yang dimiliki oleh putra tertuanya, Abdullah al-Ma'mun. Dalam kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Imam Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa pada saat bulan Ramadhan, Al-Ma'mun sanggup mengkhatamkan al-Qur'an sebanyak 33 kali.Â
Benson Bobrick, dalam bukunya "Kejayaan Sang Khalifah Harun ar-Rasyid" menuliskan, ketika saudaranya, Al-Amin sibuk dengan angkat berat dan membentuk fisiknya. Al-Ma'mun lebih suka mencurahkan perhatiannya untuk belajar dan menimba ilmu. Bekal kepintaran dan kecintaan kepada ilmu itulah, yang kemudian membuat periode kekuasaannya tercatat sebagai masa keemasan Daulah Abbasiyah.
Khalifah al-Ma'mun: Pemimpin Yang Dicintai Para Ilmuwan
Ada dua faktor utama, yang menyebabkan kemajuan ilmu pengetahuan berkembang pesat di masa al-Ma'mun. Pertama, al-Ma'mun sendiri adalah orang yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk ilmu pengetahuan dan mendalaminya. Karena itu, selama memimpin ia sangat mencintai dan bersemangat untuk mengembangkannya.Â
Kedua, umat Islam saat itu sudah sangat merindukan ilmu pengetahuan. Banyak ilmuwan dan ulama yang bersemangat berpetualang untuk mencari ilmu. Korelasi antara pemimpin dengan kesiapan rakyatnya, membuat eksistensi Baghdad sebagai pusat kemajuan ilmu pengetahuan semakin menyebar.
Khalifah al-Ma'mun mengundang para ilmuwan dari seluruh dunia, dengan berbagai bidang keilmuan untuk datang dan menyemarakkan panggung ilmu pengetahuan di Baghdad. Ia mengundang para fisikawan, matematikawan, astronom, penyair, ahli hukum, ahli hadits, mufassir, dan ahli-ahli lainnya.Â
Mereka semua diberi fasilitas dan perlindungan negara, agar dapat mencurahkan seluruh perhatiannya pada pengembangan ilmu pengetahuan. Para ilmuwan yang datang, tak hanya yang beragama Islam saja. Namun, ilmuwan-ilmuwan Kristen, Yahudi, dan Buddha juga diundang untuk datang ke Baghdad.