Mohon tunggu...
Tashya Amaraesty
Tashya Amaraesty Mohon Tunggu... Akuntan - 55519110031

Mahasiswi Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tugas Mata Kuliah Prof Dr Apollo (Daito) - Kasus Sengketa Pajak Tahun 2019 Naik 32%, Apa solusinya?

10 April 2020   22:15 Diperbarui: 10 April 2020   22:18 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada negara Indonesia, dalam pelaporan pajak diterapkan prinsip self assessment system yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP) yang di definisikan prinsip dimana wajib pajak menghitung sendiri, melaporkan, dan membayar pajak terutang sesuai acuan perundang-undangan pajak. Hal ini diterapkan agar mempermudah wajib pajak untuk melaporkan pajaknya, namun permasalahannya adalah masyarakat di Indonesia banyak sekali yang tidak mentaati atau masih belum patuh dalam melaporkan pajak. Masih banyak wajib pajak yang tidak melaporkan pajaknya sedangkan system ini sangat bergantung pada kepatuhan masyarakat dalam melaporkan pajak dan pengawasan dari otoritas perpajakan direktorat jenderal pajak (DJP) yang memiliki fungsi sebagai pelayan, penyuluh dan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan.

Cara pengawasan dari otoritas perpajakan yaitu melakukan penelitian dan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan dari wajib pajak terhadap peraturan perpajakan tersebut. Pemeriksaan yang di lakukan oleh otoritas perpajakan yang menjadi pemicu dari adanya kasus sengketa pajak. Sengketa pajak dapat diartikan  permasalahan yang ada antara wajib pajak dengan pejabat yang berwenang dan akibatnya adalah adanya keputusan untuk melakukan banding atau gugatan yang ditujukan untuk pengadilan pajak sesuai dengan perundang -- undangan pajak yang berlaku. Perpajakan juga memberikan ketentuan rasa keadilan dan ruang sangat luas dalam kebebasan memilih forum.

Dapat dilihat dari data statistik APPKI per tanggal 03 Maret 2020 bahwa pada tahun 2019 adanya kenaikan jumlah berkas sengketa pajak sebesar 32% ditahun 2019 dibandingkan tahun 2018, dengan angka pada tahun 2019 yaitu 15.048 dan pada tahun 2018 lebih rendah yaitu dengan angka 11.436.  Dari analisis data tersebut dapat dilihat adanya kenaikan jumlah berkas sengketa pajak khususnya pada dirjen pajak yang mencapai 12.882 berkas sengketa. Hal ini dapat terjadi dikarenakan adanya salah hitung, keterbatasan ilmu dalam bidang perpajakan. Tentu saja hal ini sangat berdampak pada penerimaan negara, ketika kasus tersebut berhasil dikabulkan oleh dirjen pajak, maka akan menyebabkan pemerintah harus mengembalikan dana tersebut kepada wajib pajak dan berdampak pada kerugian negara.

Data  statistik APPKI pada tanggal 03 Maret 2020 menunjukan, dari 10.166 kasus penyelesaian sengketa pajak, 4.937 kasus sengketa pajak dikabulkan oleh Dirjen Pajak, 1.903 kasus dikabulkan sebagian dan hanya 1 kasus yang dinyatakan harus menambah pajak yang harus dibayar. Hal ini dapat diartikan bahwa dari 10.166 Kasus, 6.840 kasus yang harus dikembalikan dananya oleh pemerintah kepada wajib pajak. Dari jumlah kasus tersebut juga dapat dilihat bahwa lebih banyak hakim mengabulkan permintaan dari wajib pajak atas gugatan nya dibandingkan angka yang di tolak dan tidak dapat diterima.

Hal ini dapat terjadi karena, dirjen pajak kalah dengan wajib pajak pada saat melakukan banding atau gugatan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kemungkinan tidak memiliki bukti yang cukup untuk melawan dari wajib pajak dan berujung mengabulkan gugatan wajib pajak. kurangnya transparansi bisa juga menjadi faktor dari penyebab kekalahan direktorat jenderal pajak, mengingat Indonesia adalah negara demokrasi sudah sewajarnya informasi yang didapatkan lebih mudah, namun hal ini tidak menjadi fakta pada kejadian yang sering kali terjadi di Indonesia, masih sulit untuk mendapatkan informasi yang seharusnya dapat di akses oleh publik. Kurangnya jiwa atau rasa independensi dari pengawas dapat dijadikan sebagai alasan mengapa hal ini bisa terjadi, seharusnya setelah dilakukan pemeriksaan oleh DJP yang akan didapatkan adalah kebenaran yang konkrit mengingat badan pengawas sudah menghitung kembali dan memeriksa hasil dari self assessment yang dilakukan sebelumnya oleh wajib pajak, terkadang pemeriksa akan melebih - lebihkan beban pajak pada perusahaan yang menyebabkan adanya selisih dari penghitungan pajak atau perbedaan pemahaman dari peraturan perpajakan yang berlaku. Pengetahuan hakim yang minim akan hukum perpajakan Indonesia yang berlaku juga bisa menjadi sebab mengapa hal ini bisa terjadi, mengingat putusan hakim sangat berpengaruh dalam persidangan kasus sengketa pajak, jika terjadi argumentasi dari wajib pajak dan hakim tidak mengetahui atau kurang pemahaman atas kasus pajak tersebut akan mengakibatkan kesalahan putusan yang sangat fatal akibatnya karena negara harus membayar sesuai dari gugatan wajib pajak sebagai bentuk pengembalian. Seharusnya hakim yang menangani kasus sengketa pajak ini tidak hanya sekedar tau tetapi harus memiliki kemampuan yang handal terkait dengan perhitungan dari akuntansi, prinsip akuntansi, perhitungan perpajakan serta hukum perpajakan yang berlaku di Indonesia. Kompetensi atau keahlian dari sumber daya manusia yang ada di pengadilan pajak dalam bidang perpajakan, akuntansi serta hukum terkait yang berlaku di Indonesia dengan memperkuat sumber daya manusia yang bisa diandalkan agar masalah sengketa pajak dapat lebih kondusif dan berkurangnya kasus salah hitung sampai menjadi sengketa pajak.

Masalah dari sengketa pajak ini harus segera ditangani, agar kasus yang terjadi tidak terus meningkat tiap tahunnya. Membuat nihil dari kasus sengketa pajak jelas sesuatu yang tidak mungkin terjadi, namun merencanakan atau membuat upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalisir atau mengurangi dari kasus -- kasus sengketa pajak sangat bisa dilakukan.

Upaya -- upaya tersebut adalah adanya perbaikan dari sistem pajak yang berlaku karena sering kali wajib pajak berbeda dalam menafsirkan perundang -- undangan pajak yang berlaku sehingga mengakibatkan adanya perbedaan atau selisih dari perhitungan atas wajib pajak dan pemeriksa pajak yang menimbulkan adanya sengketa pajak terjadi karena wajib pajak merasa keberatan atas hasil pemeriksaan dari pajak tersebut. Melakukan penyesuaian perundang -- undangan pajak juga bisa dilakukan dalam upaya meminimalisir dari jumlah kasus ini, mengingat dari tahun ke tahun seringkali jumlah kasus terus meningkat maka harus ada penyesuaian undang undang pajak yang bisa di terapkan di Indonesia dan mudah dimengerti oleh semua kalangan. Meningkatkan kuantitas produk dari hukum yang tepat dan dapat di pertanggung jawabkan didukung dengan adanya bukti konkrit akan membuat wajib pajak merasa adil dan otomatis akan mengurangi jumlah kasus dari sengketa pajak. Meningkatkan independensi pemeriksa pajak (DJP) juga dapat di terapkan dalam upaya mengurangi kasus. Memberikan seminar yang menunjang untuk memaksimalkan ilmu pengetahuan dari aparat hukum atas petugas atas hal yang berkaitan dengan kasus ini agar tidak kalah bukti pada saat banding atau meminimalisir kesalahan pada saat melakukan pemeriksaan pajak pada wajib pajak. Menegakan aturan dari perpajakan yang dilandasi hukum yang jelas dan bersikap transparan hukum serta hasil temuan terhadap publik atau dengan orang bersangkutan agar tidak terjadi hal yang mengakibatkan dugaan negatif atau memiliki kecurigaan atas putusan yang di peroleh, karena jika hal ini tidak dilakukan otomatis wajib pajak tidak terima pada saat diberikan sanksi dan akan terjadi keberatan yang berimbas pada tingginya atau kenaikan dari kasus ini, hal ini sangat berimbas pada negara. Melakukan tukar ilmu atau sharing knowledge dengan wajib pajak dalam bentuk seminar juga bisa dijadikan upaya dalam mengurangi kasus dari sengketa pajak, karena masih banyak wajib pajak yang kurang akan wawasan tentang peraturan pajak yang diterapkan atau kesalahan dalam mengkaji atau mengartikan dari peraturan pajak yang berlaku.

Banyak hal yang harus di benahi untuk mengurangi kasus dari sengketa pajak ini, mengingat kasus yang cenderung meningkat, maka sangat diperlukan upaya untuk menanggulangi dari kasus -- kasus ini agar berkurang, pelaksaan dari sengketa pajak lebih optimal, serta penerimaan negara juga dapat dimaksimalkan secara optimal dengan bantuan atau kerja sama dari wajib pajak sendiri dan direktorat jenderal pajak dalam upaya meminimalisir Kasus dari sengketa pajak.

Daftar Pustaka

http://www.setpp.kemenkeu.go.id/statistik

https://pajak.go.id/id/undang-undang-nomor-16-tahun-2009

https://bppk.kemenkeu.go.id/content/berita/pusdiklat-keuangan-umum-pelatihan-penyelesaian-sengketaperkara-melalui-litigasi-dan-nonlitigasi-2019-11-05-67315ed2/

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/sengketa-pajak-dan-penyelesaiannya/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun