Mohon tunggu...
Taschiyatul Hikmiyah
Taschiyatul Hikmiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jadilah kamu dengan versi terbaik dari dirimu sendiri dan bermanfaat bagi orang lain. Instagram: @taschiyaa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Amar Ma'ruf Nahi Munkar? Oleh Kyai Ma'ruf Islamuddin

25 September 2021   11:32 Diperbarui: 25 September 2021   11:41 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kyai Ma'ruf Islamuddin, pengasuh pondok pesantren Walisongo Sragen, Jawa Tengah.

Beliau merupakan seorang da'i yang kerapkali memadukan ceramah dengan musik-musik serta menggunakan bahasa jawa yang kental.

Dalam kesempatan pada hari Sabtu, 25 September 2021. Beliau menghadiri acara webinar nasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya, sebagai pemantik.

Penyampaian beliau yang interaktif membuat jumlah peserta webnas kali ini tetap berada pada jumlah 100 sekian dalam waktu 2 jam lebih.

"Seorang da'i harus memiliki ilmu, karakteristik, memahami materi, dan menggunakan metode-metode yang telah disesuaikan dengan kondisi mad'u dapat berpacu pada QS. An Nahl:125," Ujar beliau.

Mengapa amar ma'ruf baru kemudian nahi munkar?

Beliau menyampaikan bahwasannya dalam kehidupan manusia semuanya bersumber dari kebaikan, mari kita tilik jika seseorang memiliki schedule dalam 24 jam dan menggunakan dengan sebaik mungkin, maka apa ada kesempatan bagi mereka untuk melakukan keburukan atau bermaksiat?

Itulah alasan mengapa konteksnya amar ma'ruf nahi munkar. Kemudian beliau juga menekanakan bahwasannya seorang manusia hendaknya memiliki rasa kasih sayang kepada sesama makhluk hidup.

Hal demikian didasari karena hukum alam yang ada bahwasannya jika kita dapat "me' maka kita akan "di", rasional saja jika kita menghormati orang lain maka kita akan dihormati atau bahkan jika kita menyakiti orang lain maka suatu saat kita akan disakiti.

"Menyayangi sesama dengan cara menyenangkan, sebelum menyenangkan orang lain kita harus senang dulu," Ujar beliau diakhir pembicaraannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun