Apakah kalian pernah merasa bersalah terhadap seseorang karena kata-kata yang mereka ucapkan? Atau justru kalian yang membuat orang lain merasa bersalah atas perkataan kalian? Hal demikian disebut dengan guilt trip.
Melansir psychology today, guilt trip adalah sebuah bentuk komunikasi verbal atau nonverbal yang digunakan seseorang terhadap orang lain dengan tujuan menimbulkan rasa bersalah. Sehingga pelaku guilt trip ini dapat mengontrol perilaku si korban agar semua keinginannya terpenuhi.
Perkataan-perkataan seperti, 'Jadi setelah aku berkorban sebanyak ini, terus kamu mau ninggalin aku?' atau 'Aku udah capek-capek masak, tapi kamu malah makan sedikit.' mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kalian. Perkataan sejenis itu akan menimbulkan rasa tidak enak dan bersalah sehingga akhirnya mau tidak mau, seseorang yang menerima perkataan tersebut menuruti perkataan dan permintaan mereka.
Penggunaan guilt trip ini sudah tidak asing lagi alias sering kita temui di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Selain menimbulkan rasa bersalah perilaku ini juga dapat menjadi penyebab kebencian korban pada pelaku.
Melansir learning mind, ada beberapa tanda seseorang menjadi korban guilt trip.
1. Merasa mengecawakan pelaku
 Tindakan guilt trip ini bertujuan agar korban merasa bersalah atas apa yang ia lakukan terhadap pelaku. Oleh karena itu kalian dituntut dengan kata-kata seolah kalian telah mengecawakan dan harus melakukan sesuatu untuk menebusnya.
2. Dibanding-bandingkan dengan orang lain
 Kalian pasti sudah tidak asing lagi dengan banding-bandingan dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya hal ini dilakukan oleh ibu-ibu, faktor utamanya kerap kali dilandasi oleh tujuan agar anak yang dibandingkan termotivasi, namun justru perilaku ini dapat menyebabkan mental down.
 Sementara itu, perilaku dibandingkan dengan orang lain dapat menimbulkan rasa bersalah dengan kata-kata: "Aku kok nggak bisa kayak dia ya?", "Kenapa dia bisa sampe dapat gitu ya?", sampai kita sendiri merasa bahwa kita tidak memiliki potensi sama sekali karena terlalu memikirkan lontaran perbadingannya dan merasa tertekan. Bukan malah termotivasi tapi malah merasa frustasi.
3. Sulit berkata tidak
 Hal ini disebabkan oleh perasaan kalian telah dipengaruhi oleh perkataan pelaku. Karena kalian merasa bahwa kehadiran serta apa-apa yang dilakukan oleh pelaku sangat membantu posisi kalian saat ini, oleh karena itu kalian merasa sungkan untuk mengatakan tidak. Kalau kalian pernah diposisi ini atau bahkan sering merasa hal demikian hati-hati ya sobat!
Ada beberapa cara untuk membuat batasan agar tidak terjadi guilt trip, diantaranya: kalian dapat menjelaskan kepada pelaku bahwasannya tindakan yang dilakukan merupakan masuk kedalam kategori guilt trip dan hal demikian dapat menimbulkan kebencian jika dilakukan secara terus menerus. Cara yang kalian lakukan harus mudah dipahami oleh pelaku agar kalian dapat terhindar dan pelaku tidak melakukan guilt trip terhadap orang lain dikemudian hari.
 "Bantu orang lain keluar dari kebiasaan buruknya seakan-akan kalian sendiri yang akan merasakan dampaknya. Tidak hanya menjadi pengingat sesaat, namun juga menjadi kerabat. Agar tidak lagi ada yang dirugikan,"
"Saya percaya bahwa di dunia baru yang kita tinggali ini, kita sering memiliki tanggung jawab, Anda tahu, untuk benar-benar melampaui apa yang tidak boleh Anda lakukan yaitu, tidak merugikan orang lain, dan mengatakan kita dapat membantu orang lain dan kita harus membantu orang lain." (Peter Singer)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H