Jefri Nichol, Bukan Hanya Sekedar Tampan. Pemikirannya Patut Diapresiasi.
Publik figure, berasal dari bahasa inggris, yang artinya sosok atau tokoh yang dikenal secara luas oleh masyarakat. Indonesia merupakan negara yang pesat akan publik figurenya, hal ini telah sesuai dengan fakta dilapangan bahwa dari sekian banyak dunia perfilman yang diproduksi oleh Indonesia bahkan oleh negara asing kerap kali melibatkan publik figure lokal.
Jefri Nichol merupakan salah satu publik figure yang tersohor di Indonesia. Pemuda kelahiran Jakarta, 15 Januari 1998 itu telah menggeluti bidangnya sejak tahun 2013 silam. Meski memiliki usia yang masih muda, aktor tampan berdarah Minangkabau dan Sumatera Barat itu telah menorehkan sejumlah prestasi diantaranya, meraih piala maya dalam kategori aktor pendatang terpilih di film Dear Nathan pada tahun 2017, masuk dalam nominasi Festival Film Bandung dengan kategori pembantu pria terpuji di film Habibi & Ainun 3 pada tahun 2020, dan masih banyak lagi.
Sabtu 31 Juli 2021, Siberkreasi, gerakan literasi digital Indonesia mengadakan acara Nge-zoom bareng Jefri Nichol bertemakan "Etika Dalam Media Sosial." Dengan jumlah hampir 4000 peserta yang sangat antusias untuk mengikuti acara dipandu oleh moderator sekaligus CEO Provetic, dan juga seorang penulis buku "9 Summers 10 Autumns", Iwan Setyawan.
Acara yang berdurasi hampir 2 jam melalui room zoom meeting ini memiliki kesan inspiratif dari seorang Jefri Nichol. Seluruh participant seolah diajak oleh moderator untuk mengenal sisi internal seorang publik figure tampan itu."What a good life, menurut seorang Nichol?" tanya penulis buku 9 Summers 10 Autumns kepada pemuda kelahiran 1999.
"A good life, kehidupan yang baik adalah stabilitas fisik, mental. Sehingga menimbulkan kenyaman dan nggak banyak drama. Kehidupan kerap kali erat dengan suatu hal yang menjadikan seseorang merasa senang, happy, atau bahkan merasa sedih, marah, dan kecewa. Hal yang menimbulkan kesenangan adalah sesuatu yang membuat kita merasa bersyukur. Dan hal yang membuat kecewa adalah saat kita melakukan sesuatu namun hasilnya belum maksimal, not be enough." ujar pemuda sekaligus publik figure berdarah Minangkabau dan Sumatera.
Setelah sesi pertama usai, moderator kembali melontarkan pertanyaan kepada Aktor tampan dengan julukan Papi Chulo tersebut."Setelah mengetahui sekilas sisi internal dari seorang Nichol. Apa pendapat tentang etika dalam penggunaan media sosial (medsos) selaku seorang publick figure sekaligus pengguna medsos. Hal ini sesuai dengan tema bahasan kita pada sore hari ini."
Sambil tersenyum pemuda berbaju garis-garis berusia 22 tahun itu pun menjawab:"Media sosial, berbicara tentang media sosial saya selaku publik figure mengakses media sosial selama hampir 6 jam dalam sehari. (seraya menunjukkan data penggunaan medsos dari layar smartphone miliknya ke monitor).
"Lewat media sosial bagi seorang publik figure memiliki sisi tersendiri. Hingga sempat merasa stress karena ulah netizen, namun disisi lain mencoba untuk mengambil sisi positifnya. Menjadi pemuda yang menghabiskan waktunya untuk berkarya, berbangga dengan kreatifitasmu, dan memperjuangkan apa yang kamu percaya. Karena believe itu mayoritas mengacu pada kebaikan. Media sosial baginya merupakan tempat untuk berekspresi dan saat kamu belum berani berekspresi maka bisa jadi kamu masih berada pada posisi yang stuck. Lain daripada tempat untuk berekspresi sebagai pengguna medsos harus memahami etika didalamnya. Media sosial kan dunia maya, dalam dunia nyata saja kita harus memiliki etika. Maka sama halnya dengan posisi saat kita berada di dunia maya harus memiliki etika yang baik. Menjadi pemuda saat ini adalah saatnya untuk berkespresi, dan memiliki inspirasi untuk terus berkarya." Imbuh pemuda berbaju garis-garis itu.
Menjadi seorang publik figure merupakan pilihan, dan saat sesuatu telah menjadi pilihan maka segala tantangan akan dilalui. Begitu pula dengan Jefri Nichol yang tidak lepas berjuang dengan menghalau ribuan tantangan saat menuju masa gemilangnya sampai seperti saat ini. Keluarga dan kepercayaan atas dirinyalah yang melatarbelakangi pemuda kelahiran Jakarta itu bertahan hingga berada pada titik sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H