Bumi yang kita tinggali saat ini, dengan segala macam kondisi alam yang kita jumpai, adalah warisan generasi terdahulu. Demikian halnya dengan jejak relasi kita dengan alam yang kita lakukan saat ini, juga akan membekas dan dirasakan generasi nanti. Saling waris-mewariskan, turun temurun.
Beruntunglah mereka yang masih bisa menikmati relasi harmoni manusia dengan alam. Udara bersih tanpa polusi, musim masih bergilir teratur - hujan datang sesuai bulannya dan pergi saat bulan kemarau kembali.
Keteraturan musim menciptakan keteraturan pola hidup masyarakat. Saat angin muson barat datang membawa bibit hujan di bulan Oktober, petani mulai menggarap lahannya dan nelayan mulai mewaspadai gelombang laut. Begitu juga ketika musim hujan berganti kemarau. Giliran nelayan mengarungi lautan mencari ikan dengan tenang.
Musim yang teratur juga berperan dalam kelangsungan hidup ekosistem. Ikan, belut, burung kuntul, bangau, ayam-ayaman, kodok, dan ular sawah, sering dijumpai di sawah.
Masih terbayang masa-masa dulu ketika masih bermain di sawah di belakang rumah. Kami biasa cecorok (bahasa Cilegon = mancing belut), neger (menebar alat pancing dan ditinggal semalaman), tetawu (menguras kubangan air) atau mancing di kali.
Aktivitas semacam itu sudah lama tak dijumpai. Ikan dan belut sudah tak ada lagi. Sawah dan kali benar-benar kering di musim kemarau.Â
Perubahan iklim telah memicu perubahan pola cuaca. Hujan tak lagi datang di bulan Oktober dan musim kering masih menyapa di bulan November. Akibatnya pola tanam padi berubah, ekosistem sawah pun berubah.
Perubahan Iklim
Perubahan iklim yang memicu anomali cuaca pada hakikatnya adalah ganjaran atas dosa ekologis manusia. Tak hanya di kampungku, perubahan iklim memicu banjir bandang, badai besar, kebakaran hutan, kekeringan ekstrem, dan krisis air besih, terjadi di berbagai penjuru dunia.
Pemanfaatan energi fosil sebagai sumber energi utama penunjang aktivitas manusia adalah salah satu pemicu utama perubahan iklim. Emisi gas rumah kaca dalam bentuk karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4) dari pembangkit listrik, pabrik, kendaraan bermotor, dan aktivitas rumah tangga memicu terjadinya pemanasan global.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya