Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) beberapa waktu lalu melansir peringatan dini tentang potensi kemarau panjang 2019. Beberapa daerah di pulau Jawa diperkirakan baru mulai disiram hujan pada akhir November atau awal Desember.Â
Hal yang paling dikhawatirkan ketika terjadi kemarau panjang adalah turunnya permukaan air tanah. Jika benar terjadi, mereka yang hanya mengandalkan air tanah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dipastikan kelimpungan.Â
Situasi ini pernah kami alami. Tak adanya layanan perusahaan air minum, memaksa kami membeli air untuk keperluan berwudhu, mandi, buang hajat dan memasak.Â
Membeli air itu sebenarnya pilihan sulit. Selain tidak ekonomis, cadangan air yang terbatas membuat kami selalu merasa was-was.
Turunnya permukaan air tanah akibat kemarau panjang sepertinya merupakan risiko yang harus dihadapai oleh mereka yang tinggal di komplek perumahaan di perkotaan. Jumlah daerah resapan air yang terbatas adalah penyebabnya. Jalanan umumnya tertutup beton dan rumah warga jarang yang memiliki halaman terbuka.Â
Fungsi air yang begitu vital membuat masyarakat menyikapi turunnya permukaan air tanah secara pragmatis. Masayarakat umumnya lebih memilih membuat lubang sumur bor baru yang lebih dalam dibanding melakukan konservasi air. Cara ini dinilai sebagai cara paling praktis dan ekonomis dibanding membeli air per jeriken.
Padahal jika saja masyarakat bijak dalam menyikapi krisis air, upaya konservasi air bisa dilakukan sebagai solusi permanen. Dalam hal ini apa yang dilakukan oleh warga Glintung, Kota Malang, Jawa Timur layak diteladani.
Kisah Inspiratif dari Glintung
Warga Kampung Glintung sebelumnya kerap kekurangan air di musim kemarau dan tergenang ketika musim hujan datang. Tapi sekarang semua tinggal cerita.Â
Kampung yang dulu dicitrakan sebagai permukiman kumuh, tingkat kriminalitas tinggi dan termasuk tingkat ekonomi rendah, perlahan mulai berubah dan menjelma menjadi permukiman yang asri, aman, dan sejahtera.Â
Adalah Ir. Bambang Irianto, Ketua RW 23 Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, yang menjadi motor perubahan. Melalui program Glintung Go Green (3G), Bambang mengajak masyarakat untuk melakukan pelestarian lingkungan.
Program yang digulirkan pada tahun 2012 tersebut pada awalnya ditanggapi dingin dan diprotes warga. Pasalnya warga yang tidak menanam tanaman di pekarangan rumahnya dan tidak menyerahkan botol plastik bekas air mineral dipastikan tidak mendapatkan layanan administrasi kependudukan.
Sayang program ini tak lantas membuat kampung bebas banjir. Meskipun warga sudah menuruti maunya Ketua RW, air masih menggenangi permukiman warga saat musim hujan tiba.
Kondisi tersebut tak menyurutkan semangat Bambang Irianto. Berbekal bimbingan Universitas Brawijaya Malang, Kampung Glintung mulai menggulirkan program Gerakan Menabung Air (Gemar). Gerakan ini diwujudkan dengan membuat sumur resapan dan lubang biopori.
Memanfaatkan pekarangan dan jalan lingkungan, warga bergotong royong membuat ratusan biopori dan sejumlah sumur injeksi. Hingga awal 2018 sudah terdapat 700 biopori standar, 200 biopori jumbo, 200 biopori super jumbo, dan 7 sumur resapan (Youtube.com). Cara ini ternyata terbukti efektif dalam mengendalikan banjir.
Tidak ditemukan lagi air menggenang ketika turun hujan. Menurut Bambang, sebanyak 100 ribu liter air serta merta masuk kedalam tanah melalui lubang biopori dan sumur resapan. Â
Jika pepatah mengatakan "Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui" demikian juga halnya dengan Gerakan Menabung Air (Gemar). Selain bebas banjir, sederet manfaat lainnya dirasakan warga Glintung baik langsung maupun tidak langsung.
Ketersediaan air tanah terjaga
Manfaat yang langsung dirasakan melalui Gerakan Menabung Air adalah naiknya permukaan air tanah. Sebelum adanya program ini air sumur menyusut hingga kedalaman 18 meter di musim kemarau. Sekarang air bertahan di kedalaman 5-6 meter dari bibir sumur.
"Adu mulut antartetangga masalah pemakaian air sumur dulu biasa terjadi saat musim kemarau panjang. Tapi sekarang sudah tidak lagi, karena tabungan air kami mencukupi," tutur salah seorang warga sebagaimana dimuat dalam Liputan6.com.
Produksi pupuk organik
Warga mengelola sampah rumah tangga secara mandiri melalui pemilahan sampah. Sampah plastik dikumpulkan di bank sampah sedangkan sampah organik diolah menjadi kompos memanfaatkan lubang biopori.Â
Urban farmingÂ
Kegigihan Ketua RW mewajibkan setiap rumah memiliki tanaman kini berbuah manis. Meski pada awalnya menolak, kini warga justru dengan sukarela menanam berbagai tanaman di sekitar rumahnya.
Urban farming yang di kampung Glintung merupakan bukti konkrit yang bisa dilakukan warga dalam mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan. Warga bisa melakukan penghematan uang belanja karena sebagian kebutuhan pangan sehari-hari bisa dipenuhi secara mandiri. .
Suhu dan kelembapan udara
Sebagaimana layaknya jika berada di lingkungan yang ditumbuhi tanaman atau pepohonan, kondisi udara di kampung Glintung terasa lebih sejuk. Banyaknya tumbuh-tumbuhan dan kondisi lingkungan yang terawat membuat suhu udara turun dan kualitas udara terjaga.
Tempat studi dan tujuan wisata
Keberhasilan kampung Glintung dalam melakukan konservasi sumber daya air menjadi daya tarik tersendiri. Berbagai macam penghargaan baik lokal, nasional maupun internasional diraih.Â
Tanpa diundang orang berbondong-bondong datang untuk studi banding, penelitian, atau sekedar memenuhi rasa penasaran. Pengunjungnya tidak hanya warga lokal tapi juga manca negara. Setidaknya sudah 41 negara yang warganya berkunjung ke Glintung.
Kegiatan pendidikan dan pelatihan konservasi air di kampung ini tidaklah gratis. Dari kegiatan ini, dalam seminggu kas kampung Glintung kadang bisa menebal hingga Rp100 juta (detik.com).Â
***
Apa yang dilakukan warga Kampung Glintung dalam melakukan konservasi sumber daya air tentunya pantas di teladani. Satu pelajaran yang bisa diambil adalah dibutuhkan kesadaran kolektif untuk mewujudkan lingkungan yang lestari. Â
Ketua RW 23 Purwantoro Ir. Bambang Irianto mengungkapkan bahwa Gerakan Menabung Air yang dilakukan di kampungnya bukan semata sebuah gerakan yang membuat biopori dan sumur resapan tapi merupakan gerakan perubahan pola pikir tentang bagaimana mengubah perilaku masyarakat untuk bijak dalam menggunakan sumber air yang terbatas.
Kisah inspiratif dari Glintung ini semakin menegaskan kebenaran sebuah adagium yang mengatakan bahwa jika manusia menjaga alam maka alam akan menjaga manusia. (tasbul)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H