Gerakan Aku Cinta Rupiah adalah program yang digalakan pemerintah dalam menyikapi krisis ekonomi 1998. Program ini mengajak masyarakat untuk tidak mengoleksi dolar AS sebagai upaya memperbaiki nilai tukar rupiah.
Krisis ekonomi 1998 ditandai dengan nilai tukar dolar AS yang menjulang tinggi. Hal ini disebabkan investor asing banyak yang menarik asetnya dari Indonesia dan tingginya permintaan korporasi atas dolar AS untuk membayar utang.Â
Layaknya hukum dagang, semakin tinggi permintaan harga semakin mahal. Semakin langka barang, harga barang akan naik.
Sebagai rumah tangga muslim, mengoleksi mata uang asing semata-mata untuk menarik keuntungan jelas tidak diperbolehkan. Tindakan seperti ini termasuk maysir atau berspekulasi untuk mengambil keuntungan dengan cara mudah.
Mengenai hal ini Majlis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa nomor 28/DSN-MUI/III/2002 Tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf). Fatwa tersebut membolehkan transaksi jual beli mata uang selama tidak untuk spekulasi (untung-untungan).
Contoh mengumpulkan mata uang dolar yang tidak termasuk untung-untungan adalah mengumpulkan doalr AS untuk ongkos haji atau umroh.
Menabung dan Berinvestasi
Menabung dan berinvestasi adalah cara lain untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Bagi nasabah hal ini merupakan cara terbaik untuk mengelola keuangan keluarga dan mengembangkan uang.
Bagi bank, dana tabungan masyarakat adalah modal usaha. Semakin tinggi dana simpanan, likuditas bank terjaga, operasional bisnis lancar, kondisi bank pun sehat.
Demikian juga halnya dengan berinvestasi di pasar modal. Dana yang terkumpul di pasar modal dimanfaatkan perusahaan terdaftar untuk melakukan ekspansi atau menambah kapasitas produksi.Â
Tabungan syariah dan reksadana syariah, adalah produk-produk yang bisa dimanfaatkan rumah tangga muslim dalam menabung dan berinvestasi.