Ditengah hiruk pikuk (berita) unjuk rasa di Tanabang dan di gedung Bawaslu yang membuat Jakarta mendadak sepi, pengakuan seorang teman membuatku terkesiap.
"Aku terpaksa buka puasa hari ini karena jengkel banget," begitu katanya sekonyong-konyong.
"Wadau... Apa yang terjadi?" Aku bertanya seraya terkaget-kaget. Alasan tak lazimnya itu yang membuatku begitu.
"Aku jengkel karena liat berita unjuk rasa. Daripada saya puasa cuma dapet lapar dan haus doang, mendingan sekalian buka," temanku memberikan alasan.
"Oh, begitu. Tapi itu nggak bener," jawabku sambil mencoba memberi penjelasan. Tapi niat itu kuurungkan karena dilihat dari raut wajahnya, kejengkelan itu nampaknya masih lincah berkeliaran di hati dan pikirannya. Penjelasanku bisa percuma dan tak memiliki efek samping.Â
Temanku berasalan, keputusannya membatalkan puasa bersandar pada hadis Nabi Muhamad SAW yang berbunyi "Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga."
***
Mengenai hadis yang dijadikan landasan temanku membatalkan puasanya, para ustadz sering menjelaskan maksudnya. Mereka yang berpuasa tapi berdusta, berpuasa tapi marah-marah, berpuasa tapi bergunjing, dan berpuasa dengan tapi-tapi yang lainnya yang jelek, merekalah orang yang dimaksud dengan hadis tersebut. Dengan kata lain ada yang berpuasa tapi tak berpahala.
Alasan temanku sekilas terlihat relevan, tapi sesungguhnya tidak. Berdusta, marah, dan bergunjing tidaklah membatalkan puasa. Mereka yang melakukan hal tersebut tidak termasuk yang mendapat keringanan untuk meninggalkan puasa. Tidak juga mendapatkan keringanan untuk mengqodho puasa (menurut pendapat sebagian ulama).
Hal-hal yang dapat membatalkan puasa adalah makan dan minum dengan sengaja, muntah dengan sengaja, mendapati haidh dan nifas, jima' (bersetubuh) dengan sengaja, dan keluar mani karena bercumbu (Rumaysho.com).