Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia selanjutnya disebut (MK) adalah salah satu lembaga kekuasaan kehakiman yang lahir secara langsung dari rahim Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) pada amandemen ketiga. Upaya menghadirkan sebuah lembaga peradilan yang memiliki kewenangan khusus dalam melindungi norma konstitusi yakni UUD NRI 1945 menjadi alasan kuat lembaga tersebut penting dibentuk.
Kehadiran MK sekaligus membawa sejumlah kewenangan yang menjadi tugas utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seperti menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Disamping kewenangan utama, MK juga diberikan kewajiban untuk memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai undangan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Seiring dengan perkembangan ketatanegaraan dalam perjalanannya Mahkamah juga diberikan tugas tambahan yakni menyelesaikan sengketa hasil sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Gubernur, Bupati dan Walikota..
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang disahkan oleh Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri pada tanggal 13 Agustus 2003 kemudian Presiden mengeluarkan Keppres Nomor 174/M Tahun 2003 tanggal 16 Agustus 2003 untuk mengangkat 9 (sembilan) orang hakim konstitusi dan menjadikan Indonesia sebagai negara ke-78 yang membentuk MK, serta menjadi negara pertama di dunia pada abad ke-21 membentuk lembaga yang demian.
Sementara langka pertama beroperasinya MK sebagai suatu lembaga yudisial di awali dengan pelimpahan perkara dari Mahkamah Agung ke MK, 15 Oktober 2003. Telah memasuki usia dua dekade (20 tahun) MK telah menjalankan kewenangannya sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 dari data perkara menunjukan bahwa keberadaan MK begitu penting untuk supremasi hukum dan keadilan sebagaimana daftar rekapitulasi perkara yang diregistrasi dan jumlah putusan dari 2003-2023 (www.mkri.id) yakni perkara Pengujian Undang-Undang Diregistrasi 1699, jumlah putusan 1665, rincian: Granted: 303, departure: 692, Not Received: 521, Pull Back: 521 Abort 25, : 14.Â
Perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara: Diregistrasi 29, jumlah putusan 29. Rincian, Kabul: 1, Tolak: 2, Tidak DIterima: 18, Tarik Kembali 7, Gugur: 0, dan Tidak Berwenang: 1. Sementara Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum: Di Registrasi: 672, telah di putus: 671, Kabul: 53, Tolak: 423, Tidak Diterima: 148, Tarik Kembali: 13, Gugur: 34, dan Tidak Berwenang: 0. Dan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah/Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota: Di Registrasi: 1136, Jumlah Putusan: 1136, rincian Kabul: 83, Tolak: 495, Tidak Diterima: 509, Tarik Kembali: 35, Gugur: 7, dan Tidak Berwenang: 7.
Data rekapitulasi peraka tersebut menunjukan jejak kerja MK di tengah masyarakat terlihat jelas. Publik benar-benar memanfaatkan kewenangan MK untuk memperjuangkan hak konstitusional mereka baik hak-hak dasar terutama berhubungan dengan kewenangan pengujian undang-undang terhadap UUD (Judicial Review) yang menduduki urutan pertama perkara yang telah diselesaikan.
20 Tahun MK dan  Supremasi HukumÂ
Terdapat empat elemen penting dalam negara hukum (rechtsstaat), yang menjadi ciri tegaknya supermasi hukum mencakup, adanya: Pertama, jaminan bahwa pemerintah dalam menjalankan kekuasaannya selalu dilaksanakan atas dasar hukum dan peraturan perundang-undangan, Kedua, jaminan perlindungan hukum terhadap hak-hak dasar (fundamental rights), Ketiga, pembagian kekuasaan negara yang jelas, adil dan konsisten, serta Empat, perlindungan hukum dari badan-badan peradilan terhadap tindakan pemerintahan.
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pengawal konstitusi (the guardian of the constitution) dan sekaligus penafsir konstitusi (the interpreter of the constitusi) sebagaimana menurut Jimly Asshiddiqie, Pertama, dia dikonstruksi sebagai pengawal konstitusi dia berfungsi untuk menjamin, mendorong, mengarahkan, membimbing, serta memastikan bahwa UUD 1945 dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh penyelenggara negara dan subjek hukum konstitusi lainnya seperti warga negara, supaya nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dijalankan dengan benar dan bertanggung jawab.Â
Kedua, dia juga harus bertindak sebagai penafsir, sebab MK dikonstruksikan sebagai lembaga tertinggi, satu-satunya penafsir resmi UUD 1945. Melalui fungsinya yang kedua ini MK berfungsi untuk menutupi segala kelemahan dan/atau kekurangan yang terdapat di dalam UUD 1945 (Soimin dan Mashuriyanto, 2013:51).
Mahkamah Konstitusi dengan fungsi sebagai pengawal dan penafsir konstitusi tidak dapat dipungkiri putusan-putusan MK sangat mempengaruhi arah ketatanegaraan bangsa Indonesia hal tersebut diperkuat dengan sifat putusan "erga omnes" dalam artian setiap putusan yang dikeluarkan berlaku mengikat bagi seluruh warga Negara Indonesia. Selain itu sifat putusan MK juga yang bersifat final artinya putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh.
Dimana sifat final dalam putusan MK mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding). Sementara empat elemen tegaknya supermasi hukum berada dalam ruang lingkup kewenangan MK, itu artinya MK memiliki peran penting menciptakan ketertiban, tidak hanya pada ketertiban norma hukum, namun juga ketertiban politik, sosial dan ekonomi.
Memiliki kewenangan yang bersentuhan langsung dengan kerja-kerja pemerintahan dalam pengambilan kebijakan tertinggi yakni membentuk peraturan perundang-undangan baik itu Eksekutif maupun Legislatif. Mahkamah Konstitusi diharapkan mampu menjaga independensi kelembagaannya, sebagaimana Legislatif mengganggu MK dengan memberhentikan hakim di tengah jalan periodesasinya dengan alasan politik "karena ia berasal dari lembaga mereka maka harus mengikuti kemauannya". Arus tekanan itu makin kuat dirasakan dalam mengganggu Independensi dan integritas para hakim konstitusi karena selain menguji undang-undang terhadap UUD, MK juga menyelesaikan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (Pilpres atau Legis), dan menyelesaikan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Gubernur, Bupati dan Walikota.
"Mahkamah Konstitusi menjadi pertahanan terakhir bagi warga Negara Indonesia yang mencari keadilan atas pelanggaran hak-hak dasarnya yang dilindungi oleh UUD NRI 1945 namun dilanggar oleh Undang-Undang"
"Jika tujuan hukum kita sebagaimana dikatakan Gustav Radbruch bahwa ada tiga tujuan hukum yaitu kemanfaatan, kepastian, dan keadilan. Dan ditanya lembaga mana yang paling dekat untuk mewujudkan tiga tujuan hukum itu, maka jawabannya adalah MAHKAMAH KONSTITUSI"
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H