Mohon tunggu...
Harry D Caspo
Harry D Caspo Mohon Tunggu... Supir - Pelaku usaha tranportasi

Hanya pelaku usaha, bukan pengamat, apalagi ahli

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Usul Permasalahan Truk ODOL Berlandaskan Situasi Lapangan

1 Maret 2022   13:12 Diperbarui: 14 November 2024   19:54 1225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Razia truk ODOL serentak di Indonesia(KEMENHUB via kompas.com)

Sebagai contoh: Untuk truk tronton 3 sumbu roda, ukuran pada SRUT ditentukan max 250 cm, jika untuk muatan triplek dimana lebar 1 lembar triplek 120 cm, jika + palet/landasan triplek berarti 1 tumpuk lebar keseluruhan 130 cm.

Untuk bisa menampung 2 baris palet, maka toleransi lebar kendaraan membutuhkan 260 cm supaya triplek bisa dimuat berjajar. Jadi persoalannya jika bisa dibicarakan mungkin hanya pada kisaran dibawah 10 cm.

Mengenai Over Load:

Jika masing-masing pihak mengambil pedoman yang berbeda dalam menentukan berapa beban yang boleh dibawa, maka tidak akan terjadi titik temu.

Dari penegak hukum tentu mengacu kepada undang-undang yang berlaku.

Dari sopir dan pemilik truk mengacu kepada permintaan konsumen, dari pabrik mengacu kepada ongkos angkut yang se-efisien mungkin. Ujung-ujungnya yang bisa terjadi adalah siapa yang bisa main kucing-kucingan atau nekat yang akan menang, tentunya hal ini menjadikan suasana persaingan tidak sehat.

Menurut penegak hukum (Dishub, BPTD, Kepolisian): Mengacu kepada PP No 55 tahun 2012, dimana diatur pula mengenai JBI (Berat kendaraan + Berat Muatan) sesuai aturan yang telah diundangkan.

Dari pemilik barang/pabrik : ditengah lesu nya dunia usaha di masa pandemi covid saat ini, tentunya semua pihak merasakan dampaknya. Terlebih jika harga jual produk mereka harus naik karena kenaikan biaya transportasi, oleh karena itu perlu juga pembahasan dengan pemilik barang/pabrik.

Menurut pelaku transportasi/transporter: Aturan mengenai JBI ini jika diterapkan secara umum tanpa mempertimbangkan jenis muatan yang diangkut, hanya bisa muat rata-rata sepertiga dari total muatan mereka selama ini.

Sementara tarif/ongkos angkut tidak mungkin bisa sama dengan sebelumnya (pasti turun), dan jika penurunan tonase muatan tersebut berpengaruh pada harga apalagi jika sampai sepertiga sebelumnya, maka tidak akan mencukupi biaya operasional (ilustrasi perhitungan ada di artikel kompasiana saya sebelumnya).

Sekali lagi, ini bukan soal keinginan mendapat laba besar dari transporter, kami tentu akan sangat mendukung jika bisa diterapkan secara merata secara nasional muatan tidak melebihi JBI tapi ongkos angkut tetap, tapi apakah mungkin hal itu terjadi? Atau penerapan ini bisa diuji-coba terlebih dahulu kepada perusahaan angkutan yang merupakan anak perusahaan dibawah BUMN, jadi supaya tergambar bagaimana kemungkinan yang terjadi dengan penerapan aturan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun