Pemenjaraan Ahok merupakan bagian dari resiko jalan politiknya. Ia sendiri dalam refleksinya, seekor nemo yang lemah dan melawan arus besar. Ia tahu, banyak orang yang tidak sejalan dengan konsepnya. Ia tahu musuh politiknya ada dimana-mana, tetapi ia tetap konsisten dan menunjukan bahwa ia adalah figur politik yang mendengar hati nuraninya dan kebaikan untuk semua orang dan kebaikan adalah keyakinan semua agama. Maka semua yang berbuat baik, agamanya sama dan Tuhannya satu-sang Kebaikan.
Resiko politik yang dihadapi Ahok mengingatkan saya pada tokoh Sokrates dalam karya Platon. Platon mendeskripsikan Sokrates sebagai filosof yang membela kebenaran bahkan ia mempertaruhkan nyawanya. Ia diracuni oleh lawan-lawannya karena rasionalitasnya. Ia dianggap penghasut anak-anak muda. Namun menjadi filsuf adalah panggilan hidup. Karena itu ia lebih menerima kematian dari pada mengalah pada kebodohan dan kesesatan.
Ahok dan Sokrates adalah sama-sama figur yang mengabdi pada kebenaran nurani. Sekalipun kawan mengkianati, tanpa pendukung, ditinggalkan oleh sahabat, dipenjara, maut sekalipun, mereka tetap menantang resiko karena mereka meyakini sebuah kebenaran. Orang-orang seperti ini tidak akan dendam dan juga menyalahkan keadaan. Tetapi mereka menerima “jalan sunyi”, diskriminasi, dan pemaksaan kehendak orang-orang yang tidak ingin kehadiran mereka. Oh, mereka bukan orang lemah. Mereka membuka mata banyak orang. Seperti lenteralah mereka dan inspirasi bagi banyak orang. Mungkin Ahok dipenjara, tetapi banyak orang diciptakan dengan semangat seperti Ahok.
Karakter masyarakat indonesia yang emotif, berpikir pendek dan ilusif hanya bisa disadarkan oleh orang-orang berkarakter “keras”, jujur dan blak-blakan seperti Ahok. Budaya santun hanya elok diperasaan saja, tetapi penuh kepura-puraan serta menjadi induk dari koruptor. Untuk apa berbicara halus dan bersuara merdu tetapi hatinya seperti kubur tua yang penuh dengan bangkai dan bau busuk?
Ahok adalah seorang yang menelanjangi birokrasi negara ini. Ahok menelanjangi bagian terdalam proses hukum di negeri ini yaitu keadilan. Ahok juga adalah inspirasi bagi banyak orang yang apatis terhadap politik dan kini semakin sadar akan haknya. Walaupun ia dipenjara, namun musuh-musuhnya sulit memenjarakan efek dari Ahok. Efek Ahok adalah membentuk warga menjadi kritis, menyadarkan warga akan pancasila, dan menyadarkan warga bahwa persoalan dasar di Indonesia adalah kebodohan dan diskriminasi. Ahok membuat masyarakat tahu, bahwa selama ini politik kita bukan memperjuangkan kepentingan rakyat dan berpolitik berarti konflik dan merebut kuasa semata.
Terakhir pelajaran politik dari filsuf Ahok ialah berbuat baik di dunia politik masih hal langka di negeri ini. Oleh karena itu, seribu lilin harus bermetamorfosa menjadi seribu individu yang berbuat baik dan mengubah Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H