I Pendahuluan
Untuk memahami prosedur pemeriksaan menggunakan dialektika model Hermeneutis dan filosofi hanacara, dalam memahami dan menaganalisis fenomena sosial yang terjadi. dalam dielektika Hengelian dalam melakukan analisis terhadap fenomena dengan tesis, antitesis dan sintesis adalah alat analisis untuk memahami konflik, melakukan harmoni dan membuat penyelesaian konflik.
Sedangkan filosofi Hanacara yang merupakan aksara tradisional jawa tidak hanya merupakan simbol tulisan tetapi memiliki filosofi kehidupan terkait dengan konflik, keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan.
II Apakah yang yang dimaksud dengan Dialektika Hermeneutis dalam kaitannya dengan Prosedur Pemeriksaan Pajak. (WHAT)
1) Dialektika Hermeneutis
Dialektika Hermeneutis merupakan metode filsafat yang memandang setiap fenomena atau ide sebagai bagian dari proses konflik yang melibatkan tiga tahap utama: tesis, antitesis, dan sintesis, atau Tesis adalah ide utama, logika utamanya, antitesis adalah ide untuk melawan ide utamanya dan sintesis adalah proses untuk mendamaikan dua tahap yang saling berlawanan (tesis dan antitesis).
Dalam kaitan dengan prosedur pemeriksaan pajak, tesis adalah aturan regulasi terkait perpajakan yang dibuat untuk dapat dipatuhi oleh wajib pajak, antitesis adalah bahwa regulasi ini memberatkan wajib pajak, sehingga dibuatkan perencanaan pajak yang aggresif, atau adanya penghindaran pajak atau pada tahap penggelapan pajak, sedangkan sistesis adalah proses pembuktian dari fiskus dalam melakukan pemeriksaan pajak untuk dapat membuktikan kepatuhan wajib pajak dan proses hukum lanjutan dalam keberatan dan banding.
2) Filosofi Hanacaraka
Aksara Jawa, dikenal juga sebagai Hanacaraka dan Carakan yang merupakan salah satu aksara tradisional Nusantara yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa dan sejumlah bahasa daerah Indonesia lainnya seperti: bahasa Sunda dan bahasa Sasak. Tulisan ini berkerabat dekat dengan aksara Bali.
Adanaya filosofi Hanacaraka bukan hanya simbol huruf yang digunakan untuk huruf baca menggambarkan sosok Ajisaka yang kuat dan perkasa, tenang namun dapat menghanyutkan. Ajisaka mendengar kedua abdinya tewas. Ajisaka pun menyesali apa yang telah dilakukannya. Lantas untuk mengenang, ia melantunkan pantun Hanacaraka yang penuh makna:
- Ha Na Ca Ra Ka Ada sebuah kisah
- Da Ta Sa Wa La Terjadi sebuah pertarungan
- Pa Dha Ja Ya Nya Mereka sama-sama sakti
- Ma Ga Ba Tha Nga Dan akhirnya semuanya mati
Sumber lain membicarakan, bahwa filosofi dari Hanacaraka ini dipaparkan sebagai berikut:
Ha, “Hana hurip wening suci” (Adanya kehidupan adalah kehendak dari Pencipta)
Na, “Nur candra, gaib candra, warsitaning candra” (Pengharapan manusia hanya selalu kepada sinar Ilahi)
Ca, “Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi” (Arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal)
Ra, “Rasaingsun handulusih” (Rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani)
Ka, “Karsaningsun memayu hayuning bawana” (Hasrat diarahkan untuk kesejahteraan alam)
Da, “Dumadining dzat kang tanpa winangenan” (Menerima hidup dengan ikhlas)
Ta, “Tatas, tutus, titis, titi, lan wibawa” (Mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup)
Sa, “Sifat ingsun handulu sifatullah” (Mewujudkan sifat kasih sayang seperti kasih Tuhan)
Wa, “Wujud hana tan kena kinira” (Ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas)
La, “Lir handaya paseban jati” (Mengalirkan hidup semata pada tuntunan Ilahi)
Pa, “Papan kang tanpa kiblat” (Hakekat Allah yang ada di segala arah)
Dha, “Dhuwur wekasane endek wiwitane” (Untuk bisa sampai di atas tentu dimulai dari dasar)
Ja, “Jumbuhing kawula lan Gusti” (berusaha menyatu memahami kehendak-Nya)
Ya, “Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi” (Yakin atas titah/kodrat Ilahi)
Nya, “Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diwuruki” (Memahami dengan benar kodrat kehidupan)
Ma, “Madep mantep manembah mring Ilahi” (Yakin dalam menyembah Ilahi)
Ga, “Guru sejati sing muruki” (Belajar pada guru nurani)
Ba, “Bayu sejati kang andalani” (Menyelaraskan diri pada gerak alam)
Tha, “Tukul saka niat” (Sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan)
Nga, “Ngracut busananing manungso” (Melepaskan egoisme pribadi manusia).
Secara keseluruhan, aksara hanacaraka memiliki nilai filosofi bagi masyarakat Jawa, antara lain:
a) Menjaga amanat yang diberikan,
b) Berani berkorban,
c) Jangan bersikap sewenang-wenang, jika memiliki kedudukan.
Dalam penulisan aksara jawa terdapat 20 huruf, yang dalam istilah penulisan bahasa jawa istilah penting yang sangat mempengaruhi cara mebaca aksara jawa adalah Pasangan, pasangan merupakan vokal inheren dari tiap aksara dasar dapat dimatikan dengan penggunaan diaktrik pangkon.
Contoh penggunaan pasangan dalam tata bahasa jawa
Dalam pengertian filosofi Hanacara adanya pangkon ini merupakan (Pujian atau Kehormatan) namun pangkon juga bisa menjadi pengapesan atau bencana jika manusia berlebihan dalam menerapkan dalam kehidupan, ada beberpa pengapesan bagi masyarakat jawa, diantaranya:
1) ”Kalungguhan” kehormatan atau jabatan namun bisa menjadi pengapesan jika membuat manusia lalai
2) ”Duit” sekali menerima uang untuk hal yang tidak baik, maka hidupnya akan dibeli orang yang memberikan uang
3) ” Barang kang melok” barang atau apapun yang menjadi kecintaan ini merupakan titik lemah yang bisa menghancurkan
4) ” Kemareman” merasa sudah cukup bisa menjadikan leno atau mati.
5) ”Aleman” kesukaan atas pujian menjadi pengapesan menjadikan sombong
6) ”Kalodangan” memiliki banyak waktu luang yang membuat tidak produktif
7) ”Panganan” pemberian dengan maksud menjadikan yang menerima tidak objektif
8) ”Utang” menjadikan orang tiadk berani berkata benar atau penakut
3) Prosedur Audit Pajak dan pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bahwa dalam pelaksanaan prosedur pemeriksaan Pajak, merupakan bagian dari aturan yang ditetapkan dalam setiap tahapan pemeriksaan, agar tujuan dilakukannya pemeriksaan tercapai, Adapun prosedur pemeriksaan berdasarkan tahapannya adalah sebagai berikut:
a) Sebelum dilakukan pemeriksaan, ini terkait dangan pemilihan WP yang akan dilakukan pemeriksaan baik berdasarkan data nominatif maupun data resiko wajib pajak dari Informasi, Data, Laporan dan Pengaduan (IDLP)
b) Surat pemberitahuan Pemeriksaan dengan mengirimkan pemberitahuan kepada WP, terkait jenis, ruang lingkup dan permintaan dokumen pemeriksaan.
c) Pelaksanaan Pemeriksaan. Terkait proses pengujian yang dilakukan fiskus berdasarkan data yang diberikan oleh WP.
d) Tahap Klarifikasi dan Konfirmasi, terkiat menkonfirmasi temuan dari hasil pengujian fiskus dengan wajib pajak diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan atau konfirmasi terkait temuan dalam pembahasan akhir
e) Penyusunan Laporan Pemeriksaan, setelah pemeriksaan selesai, tim audit menyusun Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). LHP ini berisi ringkasan temuan selama audit.
f) Menerbitkan Keputusan dan Surat Ketetapan Pajak (SKP), berdasarkan LHP, DJP akan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) bisa berupa : apakah terdapat pajak kurang bayar (SKPKB, SKPKBT), lebih bayar (SKPLB) , atau nihil (SKPN).
g) Hak Wajib Pajak untuk Mengajukan Keberatan atau Banding.
III. Mengapa Penerapan dari Dialektika Hermeneutis dan Hanacara itu Penting Kaitannya dengan Prosedur Pemeriksaan Pajak. (WHY)
Sistem perpajakan diindonesia menggunkan self assesment, Wajib pajak yang memulai semua proses dilakukannya pemenuhan kewajiban perpajak dari identifikasi atas kewajiban pajak yang timbul dari transaksi yang dilakukan, melakukan perhitungan besarnya pajak terutang, melakukan pembayaran dan juga melakukan pelaporan kepada DJP. Perbedaan kepentingan dari Fiskus yang pihak yang memiliki terget pencapaian penerimaan negara dari wajib pajak dan wajib pajak adalah pihak yang harus membayar pajak yang memiliki tujuan operasi adalah mencari keuntungan semaksimal mungkin dengan membayar pajak seminimal mungkin. Dari perbedaan kepentingan tersebut muncul skeptisme dari Fiskus bahwa kecenderungan WP tidak mematuhi regulasi yang telah dibuat dalam melakukan kewajiban perpajaknnya.
Berikut subtansi Hanacaraka dan dialektika Hermeneutis dalam Tesis, Antitesis dan Sintesis, dalam hubunggannya dengan prosedur pemeriksaan pajak,
Mengapa kita menggunkaan dialektika hemeneutis dalam memahami tahapan dalam proses pemeriksaan pajak, proses penetapan pajak merupakan bagian dari kewajiban WP pajak dalam malakukan pembukuan dalam mencatat semua transaksi menjadi laporan keungan, berikut penjelasan dari tahapan diatas .
1). Kaitannya dengan pembukuan WP pedoman yang menjadi dasar adalah SAK IFRS yang diperuntukkan untuk perusahaan publik dan entitas dengan akuntabilitas publik, SAK ETAP standar akuntasi untuk entittsa tanpa akuntabilitas publik dan SAK Syariah diperuntukkan bagi entitas yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Dalam hemeneutis ini merupakan Tesis ini menggambarkan dasar aturan dan pedoman untuk penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia, memastikan transparansi, akurasi, dan konsistensi dalam pelaporan keuangan perusahaan
2). Antitesis dalam tahapan pembukuan merupakan mekanisme internal untuk melakukan melakukan identifikasi adanya kesalahan, pelanggaran atau penyimpangan dari regulasi yang telah ditetapkan.
- Antitesis I diwakili oleh COSO merupakan pengawasan internal, bahwa entitas dengan pengendalian internal yang kuat, akan membantu entitas dalam menghasilan laporan keuangan sesuai standar akuntansi serta bebas dari penipuan kesalahan material.
- Antitetis II Komite Audit dan Good Corporrate Governence (GCG) berfokus pada pengawasan yang dilakukan oleh komite berfungsi untuk menjaga integritas, transparansi, dan kepercayaan dalam pelaporan keuangan, Komite Audit berfungsi sebagai pengawas independen dari proses audit internal dan laporan keuangan, memastikan bahwa perusahaan mengikuti prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), termasuk akuntabilitas, transparansi, dan tanggung jawab sosial.
- Antitesis III adalah peran eksternal audit, yang dilakukan oleh auditor independen untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dihasilkan sesuai dengan standar dan bebas dari salah saji material. Auditor eksternal ini memberikan pendapat objektif atas laporan keuangan kepada pihak ketiga, seperti investor atau regulator, termasuk informasi kepada pihak Fiskus untuk memahami transaksi yang dilakukan WP.
3). Sintesis merupkan hasil akhir dari proses pembukuan yang dilakuan WP yaitu publikasi laporan keuangan, setela tahapan penyusunan pengawasan dan pemeriksaan yang dilakukan oleh intenal audit, komite Audit dan GCG dan ekstenl audit maka dipublikasikan laporan keuangan yang sudah dilengkapi dengan opini atas ketaatannya terhadap standar akuntansi yang digunakan entitas.
Dalam kaitannya dengen prosedur pemeriksaan pajak, dalam memahami dealektika berdasarkan tafsir hemeneutis sebagai betikut:
1) Kaitannya pedoman dalam pelaksaan kewajiban pepejakan yang berlaku di Indonesia adalah:
- Undang-Undang Dasar 1945
- Undang- Undang perpajakan PPH, KUP dan PPN UU yang diperubahan terakhir No 7/2021
- Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (PERPRES), Peraturan Mentri Keuangan (PMK), Peraturan Direkrut Jendral Pajak (Perdirjen), keputusan Mentri Keuangan (KMK), Keputusan DJP, Surat edaran DJP.
Dalam hemeneutis ini merupakan Tesis yang menggambarkan dasar aturan dan pedoman untuk melakukan perhitungan dan pelaporan pajak berdasarkan sistem self assesment. Dasar yang sama juga digunakan oleh Fiskus dalam melaksanakan tugas dalam melakukan pengawasan atas kepatuhan wajib pajak berdsarakan regulasi tersebut.
2) Antitesis dalam tahapan pembuatan laporan perpajakan yang dilakukan oleh Wajib pajak berdasarkan deklarasi perhitungan dan pelaporan yang dilakukan, maka menjadi akan ada mekanisme dalam DJP untuk melakukan melakukan identifikasi adanya kesalahan, pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan dalam penerapan undang-undang perpajakan yang telah diterapkan.
Berdasarkan penentuan Wajib pajak yang akan dilakukan pemeriksaan oleh diskus, setelah dilakukan pengujian atas data yan berasal dari WP maupun data yang berasal dari pihak ketiga. Tujuan dilakukan pemeriksaan pajak adalah untuk memastikan WP patuh terhadap peraturan perundang-undangan.
3) Sintesis merupkan hasil akhir dari proses pelaporan kewajiban perpajakan baik dari sisi pembukuan dalam kaitannya disandingkan dengan pelaporan pajak yang dilakukan dengan melalui pemeriksaan, maka untuk menyelesaikan konflik dari kepentingan WP bahwa kewajiban pajak yang dilakukan sudah sesuai dengan perundang-undangan dan dari sisi Fiskus bahwa Wajib pajak masih tidak patuh terhadap aturan berasarkan pengujian dan pemahaman yang digunakan untuk menguji, sehingga tahapan berikutnya adalah ”perdamaian / menemukan resolusi” melakukan pembahasan hasil pemeriksaan untuk menyamakan dasar perhitungan perpajakan antara Wajib pajak dan Fiskus, pada tahap ini praktek untuk melakukan deal-deal angka masih terbuku lebar, terutama buat WP yang belum patuh terhadap peraturan perpajakan, atau tidak cukup memahami ketentuan perpajakan.
Dalam perskpektif filosofi Hanacara mengapa filosofi ini dapat digunakan untuk dapat memahami prosedur pemeriksaan pajak, dan fakta sosial lainnya yang terkait.
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang wajib pajak yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, tidak ada imbalan langsung digunakan kemakmuran rakyat.
disisi yang sama pemeriksaan pajak merupakan prosedur untuk memastikan bawa kontribusi tersebut sudah sesuai aturan. Dalam filosofi untuk mamahami antara kewajiban untuk memberikan kontribusi kepada negara dan memestikan sesuai aturan, dan memesatikan digunakan untuk kesejahteraan bersama, hanacara memahami upaya untuk menyeimbangkan terpenuhinya penerimaan negara yang diperuntukkan bagi masyarakat dan juga kepentingan entitas untuk dapat melakukan usahanya tanpa membebani kontribusi yang mematikan bagi WP. Sehuingga seyogyanya semua pihak terkait yaitu pemeriksa pajak sebagai pelaksana negara untuk pemenuhan kewajiban perpajakan dan WP semagai yang mendapatkan manfaat berusaha dengan tujuan mendapatkan keuntungan akan seimbang atau tidak merugikan atau adanya perlakukan tidak adil.
Hanacaraka menekankan pentingnya harmoni dalam tatanan sosial, dalam hubungan antara pemerintah (Fiskus) dengan masyarakat (Wajib pajak). Jika hubungan perpajakan hanya berbasis konflik, hal ini bisa merusak kepercayaan publik. Pendekatan yang seimbang dan harmonis, sebagaimana dicontohkan dalam Hanacaraka, mendorong pengelolaan audit yang transparan dan adil, yang menjaga keseimbangan antara hak negara dan hak wajib pajak. Ini penting karena audit pajak yang efektif tidak hanya mencegah kecurangan tetapi juga memperbaiki hubungan antara otoritas pajak dan wajib pajak
Sehingga baik perespektif Dialektika Hermeneutis dan Hanacaraka memberikan sebuah perspektif mendalam untuk memahami prosedur pemeriksaan pajak. Keduanya menekankan pentingnya adanya konflik, menemukan resolusi, dan memahami harmoni sebagai bagian dari proses perubahan sosial untuk tujuan yang adil dan kesejahteraan bangsa dan negara.
IV. Bagaimana implementasi dari Dialektika Hermeneutis dan Hanacara dalam Prosedur Pemeriksaan Pajak. (HOW)
Hermeneutika adalah metode interpretasi yang berkaitan dengan teks, tradisi, atau simbol-simbol, bagaimana Implementasi model dialektika Hermeneutis yang dikaitan dengan prosedur pemeriksaan dapat dimulai dengan memahami bahwa setiap pelaksaan audit oleh Fiskus merupkan bagian untuk menguji apakah perhitungan dan pelaporan pajak yang dilakukan sudah tepat sesuai dengan regulasi yang seharusnya. (Tesis) untuk menguji apakah tindakan WP dalam melaksanakan regulasi ini berbeda dari yang dimaksud dalam aturan (Aantitesis) sehingga proses pemeriksaan ini merupkan langkah dari kedua belah pihak yaitu pemeriksa dan yang diperiksa (WP) akan saling melakukan pembahasan dalam hal pemahaman bagaimana praktek bisnis WP dilakukan dengan taat azaz, yang bisa menjembatani agar objek pajak yang seharusnya dibayarkan tetap bisa dilakukan (Sintesis). Agar pemeriksaan pajak berhasil ini artinya wajib pajak memahami dan menerima Hasil pemeriksaan, tanpa melakukan upaya hukum (sengketa atau banding sampai dengan kasasi) dan juga menjadi tahapan dalam menyelaraskan transaksi bisnisnya dengan aturan perpajakan yang seharusnya.
Timbulnya banyak konflik yang tejadi antara WP dan Fiskus juga karena regulasi perpajakan selalu berubah-rubah yang mengakibatkan ketidak konsistenan dalam tindakan perpajakan, juga mengakibatkan ambigu dalam justifikasi yang digunakan antara WP dan Fiskus, bahwa kedua belah pihak merasa sudah benar dalam menafsirkan regulasi yang ada, ini menjadi antitesis dengan tujuan dibuatnya regulasi agar dipahami dan dapat dilakukan oleh semua pihak.
Jika konflik terkait dengan regulasi yang sama ditafsirkan secara berbeda, atau aturan pajak dilaksanakan jika menguntungkan salah satu pihak ini juga akan menjadikan konflik antara WP dan pemeriksa ini akan menjadi kontrak produktif , yang seharusnya semua rangkaian dalam menguji kepatuhan WP selesai di pemeriksaan tetapi harus diselesaikan dengan tindakan hukum keberatan, banding dan gugatan kemahkamah Agung, ini tidak hanya akan membebani keuangan WP namun juga membebani fiskus sebagai pihak yang mengawasi proses penerimaan pajak bagi negara. Atas konflik perbedaan penafsiran ini sejalan dengan filosofi hanacara yaitu sama mati pada akhirnya.
Atas semua konflik yang terjadi antara yang melakukan pembayaran pajak dan yang mengawasi pembayaran pajak ini harusnya diselesaiakan dengan jalan keluar yang adil bagi semua pihak (Sintesis), dengan diantranya :
- Dilakukan penertiban aturan yang tumpang tindah dan terkadang kontrak produktif saru dengan yang lain,
- Penyederhaan aturan seharusnya menjadi jalan keluar, atas kerumitan regulasi yang telah dibuat
- Insentif pajak yang masuk akal dan adil bagi semua pihak, baik sebagai pengusaha kecil dengan perushaaan yang besar yang punya kecenderungan untuk melakukan penghindaran pajak atau pengelapan pajak karena punya sumberdaya yang banyak
- Diberikan sosialisasi yang cukup bagi wajib pajak jika terjadi aturan, sistem baru, dan memberikan waktu yang cukup (masa peralihan) agar peralihan berjalan dengan baik, masih banyak aturan pajak yang berlaku mundur, ini tidak adil bagi WP.
- pelaksana pajak (Fiskus) juga harus memilki Integritas yang baik, agar WP juga bisa melakukan kewajiban pajaknya tanpa melakuakan negosiasi.
- Masih banyak tahapan yang memberikan ruang-ruang bagi Penyelengara pajak dengan WP melakukan dealing terhadap besarnya pajak yang akan dibayar kenegara,
- Sintesis berikutnya adalah dibuatnya coretax yang akan diberlakukan tahun 2025, semoga bisa menjebatani kerumitan urusan perpajakan di indonesia.
Sementa implementasi filosofi Hanacaraka dalam prosedur pemeriksaan perpajakan melibatkan penerapan prinsip harmoni dan keseimbangan. Auditor, sebagai penjaga keseimbangan, harus berperan tidak hanya sebagai pengawas tetapi juga sebagai fasilitator yang menciptakan dialog konstruktif antara negara dan wajib pajak, untuk memastikan bahwa tidak ada pihak yang dirugikan atau pihak yang diperlakukan tidak adil baik oleh penyelegara perpajakan (Fiskus) maupun oleh aturan perpajakan yang dibuat. proses pemeriksaan yang berjalan juga menjunjung tinggi prinsip keadilan dan transparansi, bukan merasa pihak yang paling berhak menafsirkan peraturan perundag-undangan.
Bagaimana peran filosofi Hanacaraka yang dikaitkan dengan tafsir hermeneutis, berbicara tentang bagaimana simbol-simbol aksara Jawa diinterpretasikan dalam konteks pencarian kebenaran. Hermeneutika mengajarkan bahwa setiap teks atau simbol memiliki lapisan makna yang harus diungkap melalui proses dialog diskusi agar memiliki pemahan yang sama atau resolusi yang diharapkan, baik dialog internal (dialog manusaia dalam dirinya sendiri) maupun dialog eksternal (antara manusia dengan dunia di sekitarnya).
Filosofi Hanacaraka menggambarkan perjalanan hidup manusia yang penuh dengan kontradiksi. Ini sesuai dengan konsep cipta, rasa, dan karsa dalam filsafat Jawa, di mana manusia terus-menerus berada dalam konflik antara keinginan, pemikiran, dan perasaan. Keseimbangan hanya dapat dicapai ketika manusia mampu memahami dan menerima dualitas tersebut. Tafsir hermeneutis terhadap Hanacaraka melihat simbolisme ini sebagai penggambaran yang lebih luas tentang dialektika hidup, di mana setiap perlawanan atau kontradiksi akhirnya berujung pada harmoni.
pendekatan dialektika Hermeneuties dan Hanacaraka kaitannya dengan prosedur pemeriksaan pajak dapat dianalisis melalui sebagai berikut:
- Tesis (Ha Na Ca Ra Ka): Pemerintah melalui undang-undang dan peraturan menetapkan aturan perpajakan yang harus diikuti oleh wajib pajak. Ini adalah titik awal atau tesis, di mana peraturan dianggap sebagai representasi dari kepentingan negara untuk mendapatkan penerimaan pajak.
- Antitesis (Da Ta Sa Wa La): Dalam praktiknya, wajib pajak mungkin tidak selalu mematuhi peraturan dengan cara yang sesuai. Mungkin terjadi ketidaksesuaian dalam pelaporan pajak, perbedaan interpretasi, atau bahkan kecurangan. Antitesis ini mewakili konflik yang yang tergambar dari nominatif pemeriksaan mau pun dari hasil analisis resiko, ataupun dari Informasi, Data, Laporan dan pengaduan, sehingga menjadi target dilakukan pemeriksaan.
- Sintesis (Pa Da Ja Ya Nya): Proses audit adalah penyelesaian dari konflik ini, di mana auditor melakukan pemeriksaan dan klarifikasi untuk menemukan kesepakatan baru. Sintesis terjadi ketika wajib pajak mengoreksi laporan mereka kaitannya dengan SP2DK, atau ketika terjadi penyesuaian atas dasar temuan audit berdasarkan hasil akhir pembahasan hasil pemeriksaan. Ini menghasilkan suatu bentuk harmoni baru antara negara dan wajib pajak.
- Kekosongan atau Suwung (Ma Ga Ba Tha Nga): Setelah audit selesai, terjadi keadaan baru di mana keseimbangan fiskal tercapai. Ini mencerminkan filosofi "Hong" atau kehampaan melepaskan keegoisan dalam Hanacaraka, di mana ketegangan antara negara dan wajib pajak telah diatasi, dan keseimbangan baru telah tercipta, atau praktik penerpan pajak yang baru diterapkan setelah hasil audit.
Ungkapan kata bijak yang mengandung nilai moral dan filosofi hidup ”Lamun sira sekti aja Mateni, Lamun sira Banter aja Ndisiki, Lamun sira Pinter aja Minteri”
Daftar Pustaka
1. Studies in the Hegelian Dialectic, Jhon Mc Taggart Ellis Mc Taggart, seccond edition, Cambridge University Press, printed edition 2000, Batoche Books, KIcheren
2. Modul ajar Hakekat Aksara Jawa , Prof Apollo
3. https://id.wikipedia.org/wiki/Aksara_Jawa
4. Undang-undang ketentuan Umum Perpajakan yang diperharui dengan Undag-undang Harmonisasi Perpajakan No. 7 tahun 2021
5. Filosofi Hanacara Bahas Jawa, Suatu Kajian Eatnolonguistik, Catharina Dhian Ikawati Susilo, dian Indra, Kongres intenasional Masyarakat Linguistik Indonesia, 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H