Mohon tunggu...
Sutarno
Sutarno Mohon Tunggu... Pendidik -

Sedang belajar mencerdaskan anak bangsa | SMK Negeri 1 Miri Sragen | Alamat Sekolah : Jeruk, Miri, Sragen | Alamat Rumah : Harjosari RT. 02, Majenang, Sukodono, Sragen Jateng | E-mail : tarn2007@yahoo.com | Blog : tarn2007.blogspot.com | Facebook : Soetarno Prawiro | Twitter : @sutarno_rahmat.

Selanjutnya

Tutup

Money

Makanan Negeri Jiran Ikut Lebaran

25 Agustus 2012   00:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:21 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_208549" align="aligncenter" width="408" caption="Makanan ringan Impor yang Mulai Merambah Swalayan di Indonesia | dok. pribadi"][/caption] SUTARNO. Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat di daerah kami khususnya, lebaran selalu salah satunya adalah identik dengan banyaknya makanan yang disajikan oleh setiap keluarga. Karena kebutuhan berbagai macam makanan dan adanya kesempatan, maka peluang bisnis makanan pada saat lebaran menjadi suatu peluang pangsa pasar, sekaligus untuk memberikan layanan kepada masyarat yang konsumtif. Menjadi pemandangan yang wajar, jika menjelang lebaran, swalayan-swalayan (baik yang besar atau yang kecil) menjajakan dan menambah stok barang dagangannya termasuk makanan. Tetapi rupanya menjelang lebaran tahun ini ada yang berbeda dengan lebaran tahun lalu. Jika tahun-tahun sebelumnya yang dijajakan adalah makanan atau kue-kue lokal (produksi dalam negeri) atau bahkan home industry, tahun ini rupanya ada “kemajuan” yang mencolok tentang stok makanan tersebut. Karena semua swalayan yang saya kunjungi menjelang lebaran tahun ini rata-rata menjajakan makanan / kue impor dari negara tetangga. Produk Impor Rupanya jiwa konsumtif masyarakat kita menjadi daya tarik yang luar biasa bagi produk-produk Negara tetangga. Jika beberapa tahun terakhir, setelah dibukanya kran pasar bebas Asean dan Cina, produk yang masuk ke Indonesia di dominasi produk mainan anak, elektronik, pakaian, buah dari Cina, beras dari Thailand dan Vietnam sekarang tambah satu lagi yaitu makanan ringan dari Malaysia. Makanan ringan dari Malaysia tersebut rata-rata telah merambah dari swalayan yang besar hingga yang kecil-kecil. Dari segi penampilan dan kemasan produk tersebut mempunyai daya taris yang menarik jika dibandingkan dengan produk lokal dan home industry yang biasa ada di pasaran. Dari segi jenis produk, sebenarnya bukan hal baru bagi masyarakat kita. Jika selama ini kemasan produk kita hanya monoton dengan tampilan kemasan yang biasa, misalkan dikemas dalam toples plastic yang sederhana. Tetapi produk impor ini dikemasan dengan tampilan baik warna dan bentuk yang sangat menarik dan lengkap disertai berbagai informasi yang terkandung di dalamnya. Memang dari segi tampilan tidak semua akan mempengaruhi mutu makanan di dalamnya, tetapi dari segi daya tarik dan nilai jual hal ini sangat berpengaruh. Walaupun kandungan isi sama, terkadang konsumen akan lebih tertarik jika ada produk dengan tampilan kemasan yang rapi dan higienis. Ada yang berbeda Jika kita perhatikan dengan seksama, produk makanan impor tersebut ada yang berbeda dengan produk lainnya terutama produk yang membutuhkan publikasi umum (misalkan informasi SOP, penyajian dsb). Pada produk impor makanan ini masih menggunakan Bahasa Malaysia dan Bahasa Inggris untuk semua informasinya. Rata-rata produk ini hanya diberi tempelan label informasi pemegang hak importirnya saja. Sepengatuan saya (yang pernah saya baca dan dengar, mohon dikoreksi, karena saya cari dasar hukumnya belum ketemu), pemerintah MEWAJIBKANKAN semua produk impor harus ada informasi penggunaanya dalam Bahasa Indonesia. Misalkan spesifikasi dan cara penggunaan produk elektronik atau cara penyajian makanan. Kecuali untuk produk tertentu, misalkan pakaian, buah atau sembako. Selain hal itu, ada makanan yang cara penyajiannya sangat berbeda dengan kebiasaan penyajian makanan kita selama ini. Salah satunya adalah produk yang bermerk TENTEN. Proses penyajian produk ini harus di panggang terlebih dahulu. Walaupun produk ini tidak menjelaskan secara khusus model penyajiannya, saya dapat melihat dari model gambar penyajiannya. Dalam kondisi normal (belum dimasak) produk ini sangat lembut dan empuk. Tetapi produk ini pada saat pencet ternyata tidak rusak (tidak pecah atau terbelah). Produk ini sangat bervariasi warnanya, berbentuk potongan bulat sepanjang 1 cm dan bulat sebesar sosis. Hal ini bagi saya secara pribadi sangat berbeda (mungkin sudah biasa bagi kompasianer). Salahkah Mereka ? Menurut saya tidak. Mereka telah menggunakan kesempatan yang ada. Pasar global telah menjamin siapapun untuk berbuat semacam itu. Jika mereka bisa melakukan hal semacam itu dan aturan telah mengesahkan, mengapa kita harus menyalahkan mereka ? Mestinya kita harus berbuat sesuatu untuk memanfaatkan peluang yang telah disepakati bersama tersebut. Jika mereka bisa berbuat semacam itu mengapa kita tidak bisa ? Kita tidak perlu menyudutkan pihak lain, tetapi kita WAJIB menyalahkan diri kita sendiri jika tidak dapat berbuat sesuatu dengan peluang itu. Sesuatu yang besar berawal dari hal kecil. Mulailah dari diri kita sendiri. Kita tidak usah melihat orang di sekitar kita. Kita sebagai konsumen, mestinya dapat berbuat banyak dengan hal tersebut. Walaupun produk tersebut terus mengalir bagaikan air bah, jika kita tidak mengkonsumsinya, maka alam akan akan berbicara. Mulailah untuk menkonsumsi produk dalam negeri. Jika kita tidak mau dengan produk kita sendiri, bagaimana mungkin kita akan memaksa orang lain ? Begitu juga kita sebagai produsen. Kita harus mampu terus untuk meningkatkan produk yang kita hasilkan. Kepuasan pelanggan adalah hal yang utama. Peningkatan mutu adalah kewajiban kita. Kita harus menghindari kebiasaan yang “Indonesia banget”, yaitu jika produk kita sudah laku, kita kurangi mutu atau ukurannya. Hal ini harus benar-benar kita hindari. Selanjutnya pemerintah melalui pengambil kebijakan harus konsisten terhadap kebijakan-kebijakan yang berlaku. Jika saat ini kita menjadi penonton, kita harus segera bertindak untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Pemerintah harus terus mendorong semua pihak untuk menjadi pemain. Jika telah menjadi pemain di negeri sendiri, pemerintah juga wajib memfasilitasi semua pihak agar bisa menjadi pemain dan main di negeri orang lain. ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Salam | Blog Pribadi | Facebook | Twitter -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun