Mohon tunggu...
Sutarno
Sutarno Mohon Tunggu... Pendidik -

Sedang belajar mencerdaskan anak bangsa | SMK Negeri 1 Miri Sragen | Alamat Sekolah : Jeruk, Miri, Sragen | Alamat Rumah : Harjosari RT. 02, Majenang, Sukodono, Sragen Jateng | E-mail : tarn2007@yahoo.com | Blog : tarn2007.blogspot.com | Facebook : Soetarno Prawiro | Twitter : @sutarno_rahmat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Inilah Siswa Korban Guru Penjebak

10 Juli 2012   17:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:05 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_199864" align="aligncenter" width="612" caption="Anak berhak menempuh kompetensi yang lebih tinggi | dok. pribadi"][/caption] SUTARNO. Setiap akhir tahun pelajaran, ada dua hal yang menjadi pemikiran orang tua / wali peserta didik. Yang pertama adalah PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru). Orang tua harus banting tulang kesana-kemari untuk mendapatkan sekolah terbaik bagi putra-putrinya. Yang kedua adalah kenaikan kelas. Orang tua khawatir, apakah putra-putrinya akan dapat naik kelas dan mendapatkan nilai yang memuaskan seperti harapan orang tua. Walaupun sebenarnya orang tua tahu, bahwa prosentase kenaikan kelas akan lebih besar dari pada tinggal kelas. Tetapi hal itu tetap saja menggelayuti pemikiran orang tua.Berdasarkan Permen No. 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, jika kita cermati satu per satu tidak ada satupun pasal yang menyiratkan tentang aturan kenaikan kelas. Jika kenyataan di lapang terdapat siswa yang tidak naik kelas, dari mana dasar yang dipakai untuk tidak menaikkan peserta didik tersebut ? Permasalahan ketidaknaikan siswa pada di lapangan rata-rata atas dasar pertimbangan nilai yang kurang atau akhlaq dan kepribadian yang kurang bagus. [caption id="attachment_199863" align="aligncenter" width="617" caption="Perkembangan Kurikulum di Indonesia"]

1341939386584805523
1341939386584805523
[/caption] Menjebak Siswa. Sistem kenaikan kelas yang selama ini berkembang di lapangan adalah sebuah jebakan bagi siswa yang masih bertahan hingga saat ini. Jika kita melihat system kurikulum yang berkembang di Indonesia dan system kenaikan kelasnya, kita dapat menginterprestasikan bahwa system kenaikan kelas adalah antara model jebakan maupun reward – punishment yang berkembang antara tahun 1947 – 1984. Jebakan di sini misalkan kisi-kisi yang diberikan A tetapi sebagian yang keluar adalah B. Hal ini disesuaikan dengan perkembangan saat itu (keadaan pemerintahan yang belum stabil), untuk melatih pola pikir peserta didik dalam hal antisipasi. Reward – punishment adalah system penilaian dengan menerapkan pola seolah-olah jika soal yang diberikan tidak dapat dijawab peserta didik maka suatu kebanggan bagi guru. Tetapi jika siswa tersebut dapat mengerjakan maka siswa tersebut akan naik kelas dan diberikan rangsangan. Setelah penerapan system KBK dan KTSP pembelajaran merupakan suatu bentuk pembimbingan – reward. Artinya bahwa dalam proses pembelajaran, guru harus mampu membimbing peserta didik sampai peserta didik tersebut mampu menguasai materi tersebut. Jika ada siswa yang berprestasi, maka diperlukan reward, tetapi jika ada siswa yang kurang berprestasi diperlukan pembimbingan. Penanganan Siswa dalam Evaluasi Kompetensi. Mengacu pada Permen No. 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, bahwa system penilaian siswa harus mencapai standar KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Setiap guru mata diklat harus melakukan 3 penilaian (penilaian kompetensi, penilaian akhlaq dan penilaian kepribadian). Bagaimanakah jika Nilai Kompetensi Siswa Kurang / Belum Tuntas. Proses penilaian atau evaluasi semestinya dilakukan per KD (kompetensi Dasar). Jika setiap KD yang telah disampaikan, maka guru harus melakukan evaluasi terhadap peserta didik untuk mengetahui, tingkat keterserapan materi yang disampaikan. Jika siswa yang bersangkutan dinyatakan kompeten atau mendapat nilai minimal atau di atas KKM, maka siswa tersebut berhak untuk menempuh kompetensi dasar / standar kompetensi berikutnya. Tidak dibenarkan jika seorang guru melakukan evaluasi dari beberapa KD. Begitu juga untuk ulangan tengah semester, ulangan semester dan ulangan kenaikan kelas. Dalam melakukan evaluasi melalui ulangan tengah semester, ulangan semester dan ulangan kenaikan kelas, semestinya materi yang dievaluasi adalah materi terakhir yang belum dievaluasikan kepada siswa. Tetapi kenyataan bicara lain. Jika ternyata dalam evaluasi 50% lebih siswa mendapatkan nilai kurang dari KKM, maka ada dua hal yang menjadi tanda Tanya. (1) Soal tidak valid, maka soal harus diganti dan evaluasi harus diulang, (2) materi belum disampaikan. Hal ini tentu saja siswa tidak akan memahami materi tentang evaluasi tersebut. Jika misalkan hasil evaluasi kurang dari 50% siswa mendapatkan hasil kurang dari KKM, maka guru harus melakukan pengayaan terhadap peserta didik yang nilainya belum mencapai KKM. Sebagai bentuk penghargaan terhadap siswa yang mempunyai hasil di atas KKM, guru dapat mengarahkan siswa tersebut untuk menjadi tutor sebaya bagi siswa yang nilainya kurang dari KKM. Dengan model semacam itu, maka siswa yang lebih pandai tidak akan mengalami kejenuhan dalam mengikuti pembelajaran. Jika telah dilakukan pengayaan, peserta didik tersebut harus dilakukan evaluasi kembali hingga mencapai batas minimal ketuntasan. Adapun proses pengayaan yang dilakukan oleh guru, semestinya dilakukan di luar jam pembelajaran. Hal ini disebabkan, jika dilakukan dijam pembelajaran, maka akan mengganggu materi-materi berikutnya yang telah disusun dan diatur jumlah pertemuannya berdasarkan rencana proses pembelajaran. Di awal tahun pembelajaran atau minimal sebelum melakukan evaluasi pembelajaran, seorang guru harus menyusun alat ukur yang jelas, sahih dan dapat dipertanggungjawabkan termasuk di dalamnya berapa persenkah ketentuan untuk dilaksanakan evaluasi ulang, berapa persenkah guru harus melakukan pengayaan klasikal maupun pengayaan individual. Bagaimanakah jika Nilai Akhlaq - Kepribadian Siswa Kurang. Selain mengajarkan materi pelajaran tugas guru yang tidak kalah pentingnya adalam mendidik. Oleh sebab itulah seorang guru harus memonitor perkembangan peserta didiknya. Hal yang terjadi selama ini, guru sering melakukan penjebakan terhadap siswa. Dimanakah jebakan guru tersebut. Banyak cerita, bahwa ketidaknaikan siswa disebabkan karena kondisi anak yang sering tidak masuk, anak dianggap kurang sopan terhadap gurunya, sering bolos dsb. Hal-hal itulah yang sering menjadi jebakan guru terhadap siswanya. Jika peserta didik jarang masuk, dimanakah peranan guru, wali atau BK (Bimbingan Konseling) dalam menangani anak tersebut ? Guru, wali atau BK (Bimbingan Konseling) dan sekolah saya yakin sudah mempunyai aturan main dalam penanganan anak yang tidak masuk sekolah. Misalkan jika siswa tidak masuk 2 hari berturut tanpa keterangan, siswa / orang tuanya yang bersangkutan harus dipanggil dsb. Jika hal tersebut sudah dilakukan, apakah ada bukti bahwa pemanggilan itu telah dilaksanakan. Jika ada, apakah sudah dilakukan pembimbingan, jika sudah tetapi anak belum berubah, apakah sudah dilakukan tindaklanjut, jika sudah apakah sudah dilakukan pencegahan. Karena pada dasarnya guru / sekolah mempunyai kontribusi yang besar terhadap hasil evaluasi anak. Anak mendapatkan nilai kurang baik, kita sering mengkambing hitamkan anak. Tetapi sebenarnya kita berkontribusi di dalamnya. Apakah cara ngajar kita sudah benar, apakah materi yang kita sampaikan telah sesuai dengan indikator dan tujuan pembelajaran, apakah sarana prasarana sudah memadai ? dsb. Berdasarkan sistem kurikulum yang ada saat ini, semua siswa berhak naik kelas (mengikuti SK / KD yang lebih tinggi) dengan ketentuan siswa tersebut telah menempuh dan tuntas SK / KD yang lebih rendah. Jika siswa tersebut belum tuntas SK / KDnya, maka guru harus melakukan hal tersebut di atas. Minimal jika sekolah melaksanakan aturan main dalam system penilaian berdasarkan kurikulum KTSP semacam ini, diakhir tahun tidak akan dijumpai siswa yang bermasalah dengan nilai atau pun terhadap ketertiban siswa. Tetapi yang terjadi selama ini masih sering kita jumpai peserta didik yang tidak naik kelas karena nilainya yang jelek, tidak pernah masuk, sering bolos, sehingga siswa tersebut menjadi korban dunia pendidikan. Hal inilah yang dinamakan MENJEBAK SISWA. Apakah kita termasuk di dalamnya, semoga tidak. ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Salam | Blog Pribadi | Facebook | Twitter -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun