Cerita Dr.Junger saat Menjalankan ProgramDetoksifikasi
"Setiap hari saya mendapat terapi cuci usus besar untuk membantu menghilangkan toksin dan mengeluarkannya melalui saluran pembuangan.
"Hari ketiga program detoksifikasi, keletihan, rasa lapar dan sakit kepala saya hilang. Hari ketujuh, sindrom usus rengsa saya sepenuhnya hilang. Setelah 2 minggu mengikuti program Detox, depresi saya benar-benar lenyap. Berat badan saya juga turun 7,5 kilogram.Â
"Kesehatan saya pulih. Tubuh saya telah mengatur ulang fungsinya sendiri. Gangguan yang saya derita di berbagai bagian tubuh berbeda (suasana hati, tingkat energi, alergi, dan fungsi pencernaan) semuanya berkaitan.
"Semua kondisi tersebut merupakan cara tubuh untuk menyampaikan pesan kepada diri kita bahwa terjadi toksisitas, kerusakan dan ketidakseimbangan.
"Melalui detosifikasi, saya mengembalikan keseimbangan dan memperbaiki kerusakan. Hasilnya sel-sel tubuh saya dapat mengingat apa yang perlu mereka lakukan dengan senyawa kimia mereka. Saluran percernaan saya telah kembali pada fungsi normalnya tanpa pengobatan. Kadar serotonin saya meningkat.
"Tidak seorangpun dari kalangan medis modern menyatakan bahwa semua gejala yang berlainan ini sebenarnya berhubungan atau mengatakan kepada saya bahwa tubuh saya sendiri dapat menyembuhkan semua gangguan ini. Itu merupakan pengetahuan yang tidak pernah diberikan di sekolah-sekolah kedokteran atau selama mengambil sepesialis.
"Beberapa kali sehari, sejumlah kolega menghentikan saya di rumah sakit dan berkata, "Alex (nama panggilan dr. Alejandro), Anda tampak lebih muda sepuluh tahun?"
"Saya heran, apakah saya telah membalikan proses penuaan? Apakah itu mungkin? Jika demikian, itu merupakan subjek yang--sama seperti gizi atau nutrisi--hilang dari kurikulum sekolah kedokteran saya.
"Ini merupakan titik balik. Akhirnya saya melihat jalan yang perlu saya tempuh dengan jelas. Saya berhenti dari pekerjaan saya di rumah sakit dan pindah ke Los Angeles.
"Saya mulai mempelajari segala sesuatu mengenai detoksifikasi, mulai dari tradisi dimasa lampau hingga penelitian ilmiah terbaru yang menjelaskan aspek biokimia detoksifikasi secara terperinci.
"Saya tenggelam dalam penelitian di bidang kedokteran fungsional, yang menerjemahkan paradigma dan perangkat bergaya barat degnan hasil yang sangat efektif.
"Saya mulai mengobati pasien sebagai seorang dokter dan ahli kardiologi yang bekerja dengan peralatan yang lebih lengkap, tetapi saya masih menggunakan uji lab, obat-obatan dan operapsi jika dibutuhkan.
"Disamping itu, saya pun memanfaatkan detoksifikasi, aspek penyembuhan cina, dan perubahan pola makan, untuk memperbaiki kondisi kesehatan dari dalam. Dengan demikian, pandangan saya mengenai kedokteran menjadi lebih terbuka.Â
"Akhirnya saya menemukan sesuatu yang saya cari---meletakan kepingan kisah saya ke dalam proses penyembuhan dengan pasien.
"Saya melihat bahwa mereka mengalami perubahan setelah menjalani detoksifikasi. Meraka seolah hidup kembali setelah mengalami gangguan yang tidak menyenangkan.
Program untuk Seorang Pasien
Setelah berhasil mengatasi gangguan kesehatan fisik dan mentalnya sendiri dengan program CLEAN (Detoksifikasi), Junger menerapkan program tersebut kepada pasien-pasiennya. Salah satu pasien yang menjalankan program Detoksifikasi adalah Kate.
Kate, berusia 30 tahun, tengah mengalami depresi. Dia konsultasi dengan psikiater yang mengatakan kepadanya bahwa dia mengalami "ketidakseimbangan senyawa kimia".
Kate mendapat resep antidepresan dan ketika dosis rendah tidak membuat suasana hatinya bertambah baik, resepnya ditingkatkan hingga dosis maksimum. Dosis tinggi ini mengganggu Kate.
Dia merasa tidak nyaman dengan obat-obatan itu. Suasana hatinya tetap buruk---tetapi setidaknya nyeri di dadanya membaik dan kecemasan yang membuat dia sulit bernapas agak berkurang. Berat badannya naik hingga 12.5 kg selama menggunakan obat yang diresepkan.
Ironisnya, kesedihan yang dialaminya akibat kondisi ini, sama banyaknya dengan kesedihan yang berhasil diatasi antidepresan.
Anti depresan merupakan bagian dari kelompok obat yang disebut inhibitor/penghambat pengambilan kembali serotonin selektif (selective serotonin reuptake inhibitor/SSRI). Kelompok obat ini dirancang untuk meningkatkan kadar serotonin yang rendah---bukan dengan meningkatkan produksinya, melainkan dengan membuat jumlah serotonin yang tersedia dalam tubuh bersirkulasi lebih lama sebelum dinonaktifkan.
Meskipun sangat menguntungkan dalam kondisi depresi tingkat sedang, untuk membuat kondisi seseorang lebih stabil, obat-obatan ini jarang sekali mengatasi masalah sesungguhnya: sesuatu dalam "pabrik" serotonin di usus, tempat sebagian besar serotonin diproduksi, telah menyalahi aturan.
Untuk meningkatkan serotonin dalam tubuh Kate, Junger berusaha memperbaiki apa pun yang menyebabkan produksi serotonin dalam tubuhnya menurun. Masalah paling umum yang dialami wanita seusianya adalah penurunan fungsi kelenjar tiroid. Ini disebabkan oleh stress, alergi dan defisiensi nutrisi.
Kondisi ini dapat menaikan berat badan dan menyebabkan depresi. Dengan memperbaiki sistem di dalam tubuh Kate, melalui Program DETOX, produksi serotonin dalam tubuhnya berpeluang untuk pulih dan tiroidnya dapat bekerja seperti sediakala.
Kate, menjalani program DETOX selama 6 minggu, karena dia merasa luar biasa sehingga ingin tetap menjalani program itu. Akhirnya berat badan Kate turun sebanyak 15 kilogram dan penampilannya jauh lebih baik daripada sebelumnya.
Junger bekerjasama dengan psikiater Kate untuk menurunkan dosis antidepresannya setahap demi satahap.
Ketika lingkungan usus Anda mengalami kerusakan dan inflamasi (peradangan), terjadi penurunan kadar serotonin secara perlahan, karena sebagian besar serotonin diproduksi dalam usus di bawah kondisi yang tepat.
Ketika anda mengalami gangguan dalam usus, ini akan mengubah, secara fisik, perasaan Anda dan cara Anda merespon lingkungan sekitar Anda. Suasana hati dan perasaan Anda akan bertambah buruk, berubah menjadi apati, tidak peka, atau tidak bersemangat.
Â
Sumber : Buku "CLEAN"
Salam sehat bahagia,
Tarjum Sahmad
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H